Penulis: Sally Diandra
Siang itu Jalal masih menghimpit Jodha kearah mobilnya, hingga Jodha tidak bisa berkutik apa-apa, badannya tidak bisa bergerak “Katakan padaku, Jodha... kamu tadi cemburu kan?” goda Jalal sambil terus mendekatkan wajahnya ke Jodha, secepat kilat dengan sekuat tenaga Jodha mendorong tubuh Jalal “Aku mau pulang!” kata Jodha, Jalal menyambar lengan Jodha setelah terbebas dari himpitannya “Oke, baik... kita akan pulang tapi sebelumnya jawablah pertanyaanku dulu, Jodha” , “Kamu mau jawaban seperti apa? kamu mau mendengar bahwa aku cemburu?” sesaat Jodha menghela nafasnya.
“Ya! aku cemburu! tapi aku tidak mengharapkan cintamu!”, “Kenapa?” Jalal segera memegang bahu Jodha sementara Jodha memalingkan wajahnya kearah lain “Karena aku tidak ingin terluka untuk yang kedua kalinya, jangan beri harapan semu ke aku Jalal, biarlah kita berteman saja, itu lebih baik” , “Aku tidak akan seperti tunanganmu, Jodha”, “Tunangan...?” Jodha langsung mengalihkan wajahnya menghadap kearah Jalal sambil mengernyitkan dahinya.
“Aku sudah dengar semuanya dari Rukayah...” sesaat mereka berdua terdiam, “Kata Rukayah dulu kamu sudah bertunangan kurang lebih selama 3 tahun dengan seorang pria bernama Sujamal, namun secara tiba-tiba tanpa adanya pemberitahuan tunanganmu itu menikah dengan perempuan lain yang konon kabarnya lebih kaya, benar begitu?” Jodha segera menyeka pipinya yang tiba tiba basah oleh arimatanya “Jangan kamu ungkit lagi masa laluku, Jalal... itu sungguh sangat menyakitkan”, “Aku ingin menyembuhkan luka itu, Jodha” Jalal ikut menyeka airmata yang masih tersisa dipipi Jodha, Jodha menatap nanar kearah Jalal “Aku tidak bisa, Jalal...” Jodha menggeleng lemah “Aku tidak ingin terluka untuk yang kedua kalinya, saat ini aku tidak ingin mencari seorang kekasih akan tetapi...” sesaat Jodha terdiam sambil menatap kedua bola mata Jalal yang berwarna coklat “Saat ini aku ingin mencari seorang suami...” lama mereka saling memandang satu sama lain.
“Baik, aku akan melamarmu menjadi istriku” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Jalal tanpa adanya keragu raguan disetiap ucapannya, Jalal mengatakannya dengan mantap, sementara Jodha sesaat terhenyak mendengar ucapan Jalal “Aku mohon... jangan kamu anggap sepele soal ini” , “Aku serius, aku bahkan 1000 kali serius, Jodha!” Jodha mencoba mencari kesungguhan dimata Jalal “Aku janji... aku akan melamarmu” ujar Jalal sambil menatap Jodha dengan tajam ", “Kita baru kenal 4 bulan kurang, kamu belum tau siapa aku sebenarnya...”, “Itu tidak menjadi masalah buatku, Jodha... karena aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu, sejak semula sudah aku katakan kalau aku ingin kenal lebih dekat denganmu, dengan kita menikah... aku bisa kenal lebih jauh tentang kamu” Jalal terus berusaha untuk meyakinkan Jodha,
Jodha menatapnya dengan mata yang berkaca kaca sesaat kemudian Jalal memeluk tubuh Jodha, Jodha diam tak berkutik, aroma wangi tubuh Jalal membuat Jodha seakan tersihir dibuatnya hingga Jodha merasa nyaman berada didekat Jalal dan tak lama kemudian Jodha melingkarkan lengannya ditubuh Jalal membalas pelukkannya, Jalal sesaat tersentak begitu menyadari Jodha membalas pelukkannya karena ini adalah kali pertama Jodha memeluk dirinya, Jalal langsung semakin merekatkan pelukkannya ketubuh Jodha seakan akan enggan untuk melepaskan pelukkannya.
Beberapa hari kemudian, Jalal benar benar memenuhi janjinya ke Jodha, malam itu dia mengundang seluruh keluarganya berkumpul di rumahnya, termasuk adik adik ayahnya yang juga mempunyai andil dalam perusahaan keluarga. Malam itu ibu Hamida membuat sebuah pesta kecil kecilan untuk keluarga besar, bibi Maham Anga, bibi Gulbadan, bibi Angga sudah hadir bersama suami dan anak-anak mereka masing masing, tak ketinggalan kedua adik kandung Jalal, Mirza dan Bhaksi juga kakak kandung perempuan Jalal, Salima yang datang bersama suami dan anaknya. Semuanya terheran heran dengan undangan Jalal karena tidak biasanya Jalal mengundang mereka untuk acara special seperti ini kecuali acara ulang tahun atau perayaan perusahaan.
Tak lama kemudian tepat seperti waktu yang dijanjikan oleh Jalal, mobil Range Roover Jalal masuk kedalam rumahnya yang sangat besar dimana untuk garasinya saja bisa memuat 4 mobil. Jalal datang bersama dengan Jodha, semua yang hadir disana kaget melihat Jalal datang dengan seorang perempuan yang dilihat dari dandanannya saja kelihatan orang yang sangat sederhana tidak seperti mereka yang termasuk golongan ‘the have’. Malam itu Jodha mengenakan blouse renda dan rok letter A selutut dengan warna yang senada putih, dengan make up minimalis dan rambut yang diurai panjang yang dihiasi bandana putih menambah kecantikan Jodha secara luar dalam.
Ibu Hamida langsung tersenyum begitu melihat Jalal menggandeng Jodha masuk kedalam ruangan “Selamat datang, kamu...” Jalal langsung memotong kata-kata ibunya “Dia Jodha, ibu... perawat yang dirumah sakit dulu”, “Iyaa .. iyaa... ibu ingat, bagaimana kabarmu, nak?” , “Baik, ibu...” ujar Jodha sambil mencium tangan ibu Hamida “Ayooo... kalau gitu kita makan dulu yaa, ayoo Jodha... ibu sudah buat makanan special malam ini sesuai permintaan Jalal” ujar bu Hamida sambil melirik kearah Jalal, Jalal membalas tatapan ibunya dengan senyuman lalu menggandeng Jodha mendekati saudara saudaranya dan mulai mengenalkan mereka satu per satu, setelah itu mereka makan malam bersama disebuah meja makan yang sangat panjang.
Bertemu dengan keluarga besar Jalal, sebenarnya sedikit agak membuat Jodha kikuk didepan mereka, apalagi tatapan sinis bibi Maham Anga yang kurang begitu suka dengan kehadiran Jodha, membuat Jodha agak sedikit bergidik melihatnya, namun Jodha berusaha untuk setenang mungkin menghadapi keluarga Jalal yang sangat jauh berbeda dengan keluarganya sendiri yang sederhana.
“Ibu dan semua yang hadir disini, aku sengaja mengundang kalian semua untuk hadir malam ini disini karena ada yang ingin aku sampaikan...” Jalal mulai mengutarakan maksudnya setelah mereka selesai menikmati makan malam “Sebelumnya, aku sampaikan terima kasih atas kehadiran kalian yang bersedia datang malam ini meluangkan waktunya untuk memenuhi undanganku...” semua yang hadir disana menanti dengan penuh harapan akan apa yang akan diutarakan oleh Jalal, kemudian Jalal memegang tangan Jodha lembut, Jodha jadi salah tingkah didepan keluarga besar Jalal
“Ibu dan semua yang hadir disini... aku ingin mengatakan bahwa aku dan Jodha akan segera menikah” semua yang hadir disana langsung terkejut mendengar pernyataan Jalal tapi tidak untuk bu Hamida dan Salima kakak perempuan Jalal. Mereka berdua malah tersenyum senang mendengarnya “Aku akan segera melamar Jodha sebagai istriku, untuk itulah aku mengundang kalian malam ini, agar kalian mendukung aku dan mempersiapkan pesta pernikahan kami...” pinta Jalal sambil terus memegang tangan Jodha “Ibu setuju, Jalal... siapapun gadis yang kamu pilih, ibu menyetujuinya, asal kamu bahagia ibu juga bahagia” ,
“Aku tidak setuju!” tiba tiba suara bibi Maham Anga terdengar menggelar bagaikan petir disiang bolong, sambil berdiri dan menunjuk kearah Jodha, bibi Maham Anga menyatakan keberatannya “Aku tidak setuju, Jalal!!! dalam keluarga kita selalu mengedepankan bibit bebet bobot... gadis ini baru beberapa bulan kamu kenal, bagaimana mungkin kamu mengetahui bagaimana kwalitas dirinya, bagaimana keluarganya, keturunan siapa dia! kamu tidak boleh melakukan ini, Jalal!” , “Kenapa bibi? kenapa tidak boleh? Jodha itu berasal dari keluarga baik baik, orang tuanya jelas, ayahnya memang sudah meninggal, ibunya seorang pengusaha kuliner kecil kecilan, dia punya toko roti kecil didekat rumahnya lalu Jodha juga seorang perawat, aku rasa aku pantas mendapatkan istri seperti dia!” kata Jalal sambil berdiri menghadap kearah bibi Maham Anga,
“Hal itu sangat menjatuhkan martabat kita, Jalal! apa kata orang nanti kalau mereka mengetahui bahwa keturunan Humayun, Jalalludin Muhammad Akbar hanya menikah dengan orang yang tidak berkelas! dia tidak selevel dengan kita, Jalal!” , “Bibi...!!!” Jalal berusaha membentak bibi Maham Anga, “Jalal, apa yang dikatakan oleh bibi Maham Anga itu benar adanya, kami selalu menikahkan anak-anak kami dengan orang orang yang paling tidak selevel dengan kita karena kita ini orang yang cukup terpandang di kota ini” sela bibi Gulbadan, sementara bu Hamida hanya diam mendengarkan saudara iparnya yang mengutarakan pendapatnya masing masing,
“Itu mungkin dulu, bibi...” Salima kakak Jalal mulai angkat bicara “Mungkin dulu memang seperti itu karena aku juga mengalami hal tersebut, tapi sekarang aku rasa tidak ada salahnya bila Jalal menentukan calon pendamping hidupnya yang tidak berasal dari keluarga ningrat seperti kita, aku lihat Jodha baik, pekerjaannya pun mulia, jadi itu bukanlah suatu penghalang untuk mereka menikah” bela Salima, “Tapi tetap saja dia tidak selevel dengan kita, Salima!” bentak bibi Maham Anga,
Jodha yang sedari tadi diam mendengarkan pembicaraan mereka merasa gerah dan gelisah, tanpa bicara apa-apa dan tanpa pamit terlebih dahulu, Jodha langsung berlari dari ruangan itu dan meninggalkan Jalal sambil terus berlari kearah pintu utama, semua yang hadir disana tercengang “Lihat! tidak ada sopan santunnya sama sekali calon istrimu itu, Jalal! dia lari begitu saja!” bentak bibi Maham Anga, seketika itu juga Jalal langsung ikut mengejar Jodha yang berlari keluar. ....Bersambung ke Part 7