By: Sally Diandra
Malam itu Jodha lari secepat mungkin menuju pintu utama rumah Jalal, Jodha nggak tahan diperlakukan seperti ini oleh keluarga Jalal, walaupun keluarganya berada dari keluarga yang sederhana tapi dirinya masih punya harga diri, Jodha tidak terima bila kedua orang tuanya dikatakan yang tidak tidak oleh orang lain, apalagi ketika diungkit soal bibit bebet bobot, Jodha terus berlari hingga sampai kepagar halaman, tiba tiba tangannya dicekal oleh Jalal yang sedari tadi terus memanggil manggilnya dibelakang, “Jodha ! berhenti ! berhenti Jodha !” , “Biarkan aku pergi, Jalal ! aku mau pulang ! aku sudah bilang apa ? percuma ! percuma Jalal … dunia kita berbeda, kita nggak mungkin bisa …” Jalal langsung memotong ucapan Jodha “Siapa yang bilang nggak bisa, bisa ! aku akan memastikan itu, lagian kamu dengar sendiri kan kalau ibu menyetujui pernikahan kita, jadi buat aku itu bukan masalah, Jodha …percayalah padaku, aku janji !” Jalal berusaha meyakinkan Jodha, Jodha menatapnya haru, matanya berkaca kaca, Jodha tidak menyangka kalau Jalal akan serius seperti ini. “Lebih baik, sekarang aku antar kamu pulang, besok biar aku bicara sama ibu soal ini, okay …” Jodha hanya mengangguk sambil berjalan kearah mobil Jalal, Jalal segera meluncurkan mobil Range Rovernya menembus kegelapan malam.
Keesokan harinya, Maham Anga bibi Jalal langsung mengadakan rapat intern dikantor, Jalal, ibu Hamida dan Salima diundang kesana juga beberapa keluarga inti “Kalian tahu untuk apa aku mengadakan rapat kali ini ?” , “Memang mau bahas apa bibi ?” sela Salima “Seperti yang kalian tahu, perusahaan yang kita jalankan ini adalah perusahaan yang turun temurun, ayahku mewariskan padaku dan juga pada saudara saudaraku, memang aku akui kalau kepemilikan saham Humayun lebih besar ketimbang kami adik adik perempuannya akan tetapi dalam memutuskan suatu masalah, keputusan kami juga sangat berpengaruh” , “Lalu sebenarnya apa yang ingin bibi putuskan ?” tanya Jalal penasaran “Jalal, seperti kamu tahu bahawa dalam sebuah negara ataupun keluarga ada nilai nilai budaya dan norma yang harus dipertahankan dan diwariskan ke anak cucu kita kelak nantinya, oleh karena itu aku dan adik adikku yang lain sudah sepakat akan terus mempertahankan budaya kami yaitu menikahkan anak anak kami dengan orang yang sederajat” , “Jadi maksud bibi mengadakan rapat intern ini untuk membahas tentang rencana pernikahanku dengan Jodha ?” Jalal langsung memotong ucapan bibinya “Akhirnya kamu sudah mengerti apa yang aku maksudkan, Jalal” , “Bibi boleh mengatakan bahwa bibi tidak setuju dengan rencana pernikahan kami tapi aku tetap akan melaksanakan pernikahan tersebut karena aku sudah mendapat restu dari ibu kandungku sendiri !”, “Kamu tidak bisa bertindak semaumu, Jalal ! karena apa yang kamu lakukan itu menyangkut dengan nama besar keluarga kita dan aku Maham Anga tidak akan membiarkan kamu mencoreng nama besar keluarga kita !” , “Bibi, maaf aku menyela … apakah dari pihak keluarga tidak bisa memberikan kelonggaran untuk Jalal untuk memilih siapa calon pendamping hidupnya ?” Salima kakak perempuan Jalal mulai angkat bicara “Kalau ayah kalian Humayun masih hidup, dia pasti juga akan sependapat denganku, Salima !”, “Tapi bibi …” Salima terus menyela, “Jangan membantah Salima, tanya sama ibumu sendiri, bagaimana dulu dia menikah dengan ayahmu, mereka itu dijodohkan, kamu sendiri juga mengalami hal serupa bukan ?”, “Apapun keputusanmu bibi, aku tetap akan menikah dengan Jodha” Jalal langsung angkat bicara, “Itu artinya kamu menentang peraturan dan norma yang berlaku di keluarga kita, Jalal” bentak Maham Anga sengit, Maham Anga tidak suka kalau sesuatu yang sudah menjadi ketentuannya ditentang, apalagi oleh Jalal keponakan kesayangannya yang ingin sekali dia jodohkan dengan anak perempuan kolega bisnisnya. “Apakah itu suatu kejahatan ? bila aku mencintai Jodha ? apakah itu suatu kejahatan bila Jodha berasal dari keluarga yang tidak setara dengan keluarga kita ? apakah itu suatu kejahatan bila aku tidak tunduk pada norma dan peraturan yang ada dikeluarga kita ?” Bu Hamida hanya bisa diam dan menangis menghadapi kasus anaknya, sementara Jalal terus menentang bibinya “Itu sudah ketentuan kami Jalal ! kalau kamu tidak mengindahkan peraturan yang ada di keluarga kita, silahkan kamu angkat kaki dari sini dan kami akan mencoret namamu sebagai ahli waris Humayun !” , “Bibi !!” Salima langsung berdiri, dirinya tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu “Biarkan kak Salima …” Jalal mencoba menengahi “Ibu dan semua yang hadir disini, maafkan aku … kalau memang itu keputusannya maka aku akan menanggalkan semua atribut keluarga Humayun dan aku tetap akan menikahi Jodha, apapun yang terjadi kami tetap akan menikah, bibi tidak usah khawatir, aku tidak akan menggunakan fasilitas keluarga, aku bisa sendiri dan mulai hari ini aku mengundurkan diri dari perusahaan ini … selamat siang” Jalal segera berlalu dari hadapan keluarganya “Jalaaaalll …” bu Hamida memanggil namanya dengan deraian air mata, sementara Salima berusaha menenangkan ibunya sedangkan bibi Maham Anga menatap kepergian Jalal dengan wajahnya yang sombong “Kita lihat saja nanti Jalal, apakah kamu bisa bertahan dengan Jodhamu itu” bathinnya dalam hati
Selang satu bulan kemudian setelah Jalal mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan property milik temannya sebagai arsitek disana, Jalal melangsungkan pernikahannya dengan Jodha, pernikahan yang hanya dilakukan secara akad nikah dan pesta sukuran kecil kecilan dihadiri oleh ibu Hamida, Salima sekeluarga dan kedua adiknya Bhaksi dan Mirza dari pihak keluarga Jalal, sebenarnya bu Hamida ingin membuat sebuah pesta yang agak meriah tapi Jalal menolaknya “Aku harus belajar hidup sederhana mulai sekarang, bu” begitu ujarnya , semua fasilitas keluarga benar benar tidak Jalal manfaatkan termasuk mobil Range Roover miliknya sendiri, begitu pula dengan tempat tinggal, Jalal dan Jodha lebih memilih mengontrak sebuah rumah yang agak kecil yang cukup untuk mereka berdua, Jalal ingin membuktikan pada keluarganya bahwa dia mampu hidup tanpa bayang bayang keluarga Humayun.
Dan pagi ini, empat hari setelah mereka menikah … Jodha terbangun ketika matahari masih nampak malu malu memancarkan sinarnya, disebelahnya dilihatnya Jalal masih tertidur pulas, wajah baby facenya membuat Jodha selalu terharu karena Jalal ternyata benar benar serius menikahinya, saat itu sebelum turun dari tempat tidur diciumnya kening Jalal lembut lalu Jodha segera beringsut keluar kamar. Rumah kecil yang dikontraknya ini tidak membutuhkan banyak waktu untuk membersihkannya, namun walaupun kecil tapi perlengkapan didalamnya tidak kalah dengan rumah mewah yang ada diujung jalan sana karena bagaimanapun juga ibu Hamida tidak tega melihat Jalal hidup sangat sederhana, sehingga semua perlengkapan rumah tangga yang besar besar seperti mesin cuci, lemari es, kompor bahkan sofa diruang tamu semuanya dibelikan oleh ibu Hamida dan Salima sebagai kado pernikahan untuk mereka berdua, Jalal hanya membawa baju baju dan perlengkapan kerjanya plus motor Tiger kesayangannya yang merupakan kado ulang tahun dari ayahnya almarhum dulu.
Setelah semua pekerjaan rumah tangganya selesai, Jodha bergegas mandi kemudian membuat sarapan pagi untuk Jalal, tiba tiba dari arah belakang Jalal memeluk tubuhnya dan menciumi rambutnya “Kenapa kamu tidak membangunkan aku ?” Jodha tertawa geli dengan ulah Jalal “Abis kamu kelihatan tidurnya enak banget, makanya aku nggak bangunin kamu” , “Kamu nakal yaaa … tapi terima kasih untuk semalam” ujar Jalal sambil terus menciumi rambut dan leher Jodha, sementara Jodha yang saat itu masih asyik memasak cuma bisa kegelian “Jalal geliii … ini nanti masakannya gosong” , “Emangnya masak apa buat sarapan ?”tanya Jalal penasaran “Ini aku bikin ayam goreng mentega, nasinya sudah matang, abis ini kita bisa langsung makan tapi kamu mandi dulu, ayooo … mandi !” Jodha langsung mendorong Jalal kearah pintu kamar mandi, Jalal hanya bisa pasrah didorong oleh istrinya sambil tertawa tawa, sementara Jalal mandi, Jodha segera menyiapkan baju yang mau dipakai oleh Jalal pagi itu ke kantor karena hari ini Jalal harus kembali masuk kerja setelah mendapat cuti menikah selama 3 hari, sementara Jodha karena cuti menikahnya masih tersisa empat hari maka dia putuskan untuk main kerumah ibunya untuk membantu menyiapkan masakan “Sebelum ke kantor, nanti bisa antar aku kerumah ibu ?” Jodha mulai angkat bicara sewaktu mereka sedang menikmati makan pagi “Jalurnya kan beda, aku bisa telat nanti” , “Oh iya, kalau gitu aku nanti ke rumah ibu, ibu dapet pesanan catering jadi aku mau ikut nyiapin, nanti pulangnya mampir kerumah ibu saja, bagaimana ?”, “Oke, nanti aku menyusul kesana” tak berapa lama kemudian Jalal pergi meninggalkan Jodha ke kantor. ......Bersambung ke Part 8