Undangan di Pagi Hari
Hari ini Zahira kembali mengikuti abahnya ke kebun. Entah kapan ia akan kembali lagi ke asrama karena Ujang sudah kehabisan biaya untuk memasukkan Zahira ke asrama. Zahira pun tak memaksa abahnya bekeeja keras untuk memasukannya ke asrama karena Zahira paham dengan kondisi keuangan sang Abah. Dan ia tidak memaksa untik melanjutkan kuliahnya. Zahira masuk ke dalam asrama atas peemintaan terakhir ambunya. Abah hanya melaksanakan nadzar dari istrinya sebelum di pangging Sang Maha Kuasa. Semua yang mereka miliki telah habis. Kebun mereka pun telah habis untuk membiayai pengobatan Wati selama sakit. Sisanya, Ujang gunakan untuk memasukan Zahira ke dalam asrama. Sekarang, ujang tak memiliki apa-apa lagi untuk melanjutkan cita-cita Zahira karena ia sudah tak memiliki apa pun. Saat ini Ujang hanya mengandalkan penghasilannya sebagai pemetik daun teh di kebun Hisyam. Zahira turut sedih dengan usaha abahnya yang berusaha mewujudkan keinginannya. Ia tak ingin menjadi beban untuk abahnya.
"Bah. Mending Abah istirahat dulu, biar Aza yang melanjutkannya. Abah pasti capek." Zahira menghentikan akaifitas abahny, karena abahnya terlihat lelah.
"Sebentar lagi. Lebih baik kamu yang istirahat di tempat biasa." Ujang kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Aza istirahat sesangkan Abah masih kerja." Zahira masih mengikuti Abahnya sambil memetik daun teh.
Ujang tersenyum mendengar penuturan putrinya. Kini putrinya sudah tumbuh menjadi gadis pengertian, berbeda dengan dulu ketika masih kecil. "Abah teringat kwtika kamu masih kecil suka merengek minta pulang kalau sudah bosan di sini." Ujang mengingatkan kejadian tempo dulu pada putrinya.
Zahira tersenyum malu pada abahnya. "Tapi sekarang nggak dong, Bah. Zahira sudah besar. Kalau bisa, Zahira bantuin Abah cari uang biar Abah nggak capek. Zahira pingin Abah di rumah saja, biar Zahira yang kerja."
Seseorang di belakang mereka tersenyum mendengar obrolan Zahira dan Ujang.
"Maafin Abah kalau Abah memutus cita-citamu Za." Ujang terdengar sedih.
"Abah. Zahira nggak masalah kalau harus putus kuliah. Zahira ngerti keadaan Abah." Zahira menatap abahnya.
"Tapi itu keinginan Ambumu, Za."
"Yang penting janji Abah sudah terlaksanakan dwngan memasukan Aza ke asrama. Kalau harus berhenti di tengah jalan, menurut Aza nggak masalah Abah. Abah jangan merasa bersalah. Nanti Ambu nggak tenang di sana." Zahira mengusap pundak abahnya lebut.
Seseorang yang mendengar obrolah Ayah dan anak itu merasa terharu. Ia pun menghampiri Ujang dab Zahira. "Pak Ujang," sapanya.
Ujang dan Zahira menoleh bersamaan.
"Iya, Pak Hisyam?" Ujang menghampiri Hisyam.
"Nanti habis ini bisa mampir ke rumah? Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada Pak Ujang." Hisyam mengundang Ujang ke rumahnya.
"Tanya apa yah, Pak?" Ujang merasa penasaran.
"Nanti ke rumah saja. Sekalian Nak Zahira juga di ajak." Hisyam menatap Zahira dengan senyum ramah.
Zahira pun membalas Hisyam dengan anggukan dan senyum tipis.
"Saya tunggu di rumah Pak Ujang. Permisi." Hisyam pamit pergi.
Ujang menatap kepergian Hisyam. Ada apa Pak Hisyam memanggilku ke rumah? Batin Ujang.
"Kenapa Bah?" tanya Zahira, melihat abahnya terdiam.
"Nggak apa-apa. Kita lanjutkan metiknya." Hisyam kembali melanjutkan pekerjaannya di bantu Zahira.
***
Ujang dan Zahira memasuki teras rumah Hisyam setelah dari kebun. Ujang pun mengetuk pintu ruamh tersebut sambil mengucapkan salam. Terdengar jawaban salam dari dalam dan pintu pun terbuka. Salima tersenyim menatap Ujang dan Zahira.
"Pak Hisyam ada?" tanya Ujang pada Salima.
"Ada. Pak Ujang, yah?" tebak Salima.
"Benar. Kamu Salima?" Ujang menebak Salima.
"Iya, Pak. Mari masuk." Salima membuka pintu lebar dan mempersilahkan Ujang Masuk.
"Ini Zahira, yah?" Salima menatap Zahira dengan senyum ramah.
"Iya, Kak." Zahira pun tersenyum dan mengangguk. Ia terduduk di sofa.
"Kamu makin cantik aja, Za. Sebentar yah, Salima panggil Ayah dulu." Setelah memuji Zahira, Salima pun bergegas masuk ke dalam untuk memanggil ayahnya.
Tak lama, keluar sosok Hisyam diikuti Salima dengan senyum bahagia melihat Ujang dan Zahira sudah datang. "Maaf kalau sudah lama menunggu." Hisyam pun beranjak duduk.
"Kami baru saja datang." Ujang tersenyum ramah.
"Yah, Salima ajak Zahira ke dalam, yah?" Salima meminta ijin.
Hisyam mengangguk pada Salima. Ujang pun tak bisa menghentikan keinginan Salima untuk membawa Zahira masuk ke dalam.
"Kamu masih ingat aku kan, Za?" tanya Salima pada Zahira yang tengah berjalan menuju taman belakang.
"Masih, Kak." Zahira tersenyum ramah.
"Ibu ... coba tebak ini siapa?" Salima menatap sang Ibu yang tengah menyiapkan sarapan untuk tamunya.
Hamida menoleh dan menatap dua wanita yang kini ada di hadapannya dengan tatapan pura-pura tidak tahu dengan sosok Zahira.
"Ini Zahira, Bu. Anaknya Mang Ujang." Salima mendekati ibunya.
Zahira pun segera meraih tangan Hamida dan mencium punggung tangannya.
"Ini Zahira?" Hamida membingkai wajah Zahira. Zahira tersenyum ramah.
~☆☆☆~
Bersambung Bagian 3