By: Sally Diandra
Setelah selesai menikmati sarapan pagi dan beramah tamah dengan ibu Meinawati, Sukaniya dan Salim, tanpa mereka duga tiba tiba dokter Suryaban datang kerumah Jodha “Papa Surya ...” Salim langsung menyambut kedatangan dokter Suryaban dengan memeluk eratnya “Selamat pagi, sayang” Jalal yang melihat kemesraan anaknya dengan laki laki yang masih asing baginya ini membuat sedikit cemburu “Jalal, kenalkan ini dokter Suryaban, salah satu rekan sejawatku dirumah sakit, dokter Surya kenalkan ini suami saya Jalal, papanya Salim”
dokter Suryaban terperanjat begitu mendengar ucapan Jodha “Kenalkan saya Jalal” Jalal segera mendekat kearah dokter Suryaban berusaha sehangat mungkin mengenalkan dirinya “Suryaban” ujar dokter Suryaban datar “Sekarang papa Salim ada dua” kepolosan Salim membuat Jalal terharu “Apakah laki laki ini pacar Jodha?” Jalal mencoba menebak nebak kehadiran dokter Suryaban ditengah keluarga Jodha yang terllihat tidak begitu canggung diantara mereka. Hingga akhirnya ketika dokter Suryaban pamit untuk berangkat ke rumah sakit, Jalal mencoba mengorek sedikit keterangan tentang dokter Suryaban ke ibu Meinawati “Ibu, siapa dokter Suryaban itu?” ibu Meinawati tersenyum kecil menatap Jalal, saat itu kebetulan Jodha sedang berada diluar menemani dokter Suryaban “Kenapa? Cemburu?” Jalal hanya meringis “Dia memang mencintai Jodha dan menyayangi Salim dengan tulus, dan dia juga sudah berkali kali melamar istrimu tapi istrimu tidak mau”, “Apakah Jodha juga mencintainya?” Jalal sangat penasaran dengan cerita antara Jodha dan dokter Suryaban yang sedikit membuatnya cemburu “Ibu tidak tahu apakah Jodha mencintainya atau tidak, yang jelas mereka sudah sangat dekat sekali selama 4 tahun ini, terlebih Salim, dia ingin sekali papa Suryanya itu menjadi papanya yang bisa tidur dirumah ini layaknya papa teman temannya yang lain” Jalal tertegun mendengar cerita ibu Meinawati “Kenapa Salim memanggilnya papa?”, “Karena anakmu itu merindukan sosok seorang ayah, Jalal ... dan hal itu ditemukannya dalam diri dokter Suryaban” Jalal termenung mencerna ucapan ibu Meinawati “Tapi ibu berharap mulai saat ini dia hanya menginginkan dirimu yang menjadi ayahnya, Jalal” Jalal tersenyum membalas senyuman ibu Meinawati.
Siang harinya ketika Jalal dan Jodha menuju ke rumah sakit, kebetulan hari itu Jodha dapat shift siang, sepanjang perjalanan didalam taxi entah mengapa setelah kehadiran dokter Suryaban, keduanya jadi canggung dan merasa asing satu sama lain, mereka hanya terdiam sambil sesekali saling menatap kemudian berpaling kearah yang lain, begitu terus seterusnya. Hingga akhirnya mereka sampai di kamar Rukayah “Selamat siang ... “ kedua orang tua Rukayah langsung menyambut Jalal dengan senyum lebarnya “Jalal, dari mana saja kamu? Rukayah sejak tadi mencari cari kamu”, “Maaf, pak Abdullah tadi saya ada keperluan sebentar, kebetulan saya bertemu dengan istri saya, Jodha ... Ini dia istri saya”, “Istri?” kedua orangtua Rukayah terperangah begitu Jalal mengenalkan Jodha pada mereka “Jadi selama ini kamu telah mempunyai istri?” suara ibu Abdullah terdengar parau ketika menanyakan kebenaran tentang Jodha “Iya, bu Abdullah ... saya sebenarnya telah menikah dan mempunyai seorang anak, ceritanya panjang sekali” Rukayah yang saat itu sedang tertidur begitu mendengar suara Jalal, langsung terbangun dari tidurnya “Jalal ...” nada suara Rukayah terdengar lemah memanggil nama Jalal, Jodha segera menghampirinya “Rukayah, apa kabar?” Rukayah langsung melengos begitu Jodha mendekatinya, Jodha tahu diri kalau Rukayah kesal dengan dirinya, perasaan Rukayah saat ini pasti sangat sensitif karena kondisi tubuhnya yang baru saja kehilangan kedua kakinya “Jalal, lebih baik aku bekerja dulu, jaga Rukayah baik baik ya, mari bapak ibu saya pamit dulu, Rukayah aku pamit dulu ya” Rukayah hanya tersenyum masam kearah Jodha sementara Jalal hanya bisa mengangguk lemah. Sepeninggal Jodha, Jalal mohon diri pada kedua orang tua Rukayah untuk menemui adiknya Mirza Hakim yang juga sedang dirawat karena kecelakaan yang sama dengan Rukayah, awalnya Rukayah tidak ingin Jalal meninggalkannya tapi begitu kedua orangtuanya meyakinkan Rukayah, akhirnya Jalal bisa terbebas sementara waktu dari Rukayah. Jalal bergegas menuju ke kamar Mirza Hakim, dilihatnya disana sudah ada ibu dan kakak kandungnya Salima.
“Ibu, kak Salima kapan kalian datang?”, “Dari pagi kami sudah sampai disini, Jalal ... kamunya aja yang nggak ada, dari mana saja kamu?” ibu Hamida penasaran dengan Jalal “Aku punya berita penting untuk kalian semua tapi sebelumnya aku mau menyapa adik kecilku ini, bagaimana keadaan kamu, Mirza? sudah merasa lebih enakkan?” Jalal menghampiri Mirza Hakim yang hanya menderita luka luka ringan “Aku sudah jauh lebih baik, kak ... bagaimana kabarnya Rukayah? Aku dengar kakinya harus diamputasi, apa benar?” Jalal menganggukkan kepalanya lemah “Ya benar, Mirza ... kedua kakinya hancur, tidak ada yang tersisa jadi dokter memutuskan untuk mengamputasi kakinya” Jalal terlihat sedih ketika menceritakan kondisi Rukayah, sedih karena itu artinya dia harus membuktikan janjinya dengan menikahi Rukayah karena bagaimanapun juga saat ini kondisi kejiwaan Rukayah sedang labil “Jalal, kamu tadi bilang ada berita gembira, berita gembira apa?” ibu Hamida sudah tidak sabar dengan berita yang dibawa Jalal “Kamu tahu Jalal, kalau Jodha bekerja di rumah sakit ini?”, “Darimana kamu tahu, kak?” kali ini Jalal malah yang penasaran dengan ucapan kakaknya “Rukayah yang menceritakannya pada kami, dia bilang ketika dia siuman, Jodha sudah ada disampingnya dengan pakaian perawat dan ketika aku menanyakan ke bagian resepsionis, kata mereka benar kalau ada perawat yang bernama Jodha dirumah sakit ini tapi mereka tidak mau memberikan alamat rumahnya “Aku sudah tahu, kak ... dan aku sudah kerumahnya, itulah mengapa aku tidak ada tadi, aku pergi kerumah Jodha, itu kabar yang aku bawa ibu, aku akhirnya bisa bertemu dengan Jodha” semua yang ada disana tersenyum senang.
“Lalu dimana kak Jodha, kak?” Mirza Hakim yang masih terbaring ditempat tidurnya juga ikut menimpali “Dia saat ini sedang bekerja, Mirza ... dia dapat shift siang dan yang lebih mengejutkan lagi ...” sesaat Jalal terdiam sambil memandang kearah ibu dan kedua saudaranya yang terus penasaran dengan kabar tentang Jodha “Apa yang mengejutkan, Jalal?” Jalal mendekati ibunya dan menatap mata ibunya sambil tersenyum “Ibu, selama ini ternyata mimpi mimpiku benar”, “Mimpi tentang apa, Jalal?” ibu Hamida malah semakin penasaran “Iya, Jalal ... mimpi apa?” Salima juga bertanya tanya “Aku sering cerita kan kalau aku sering bermimpi tentang Jodha bersama seorang anak kecil” ibu Hamida mengangguk anggukkan kepalanya membenarkan ucapan Jalal “Dan ternyata mimpiku itu menjadi kenyataan, ibu ... selama ini ternyata Jodha telah melahirkan dan merawat anakku” mata ibu Hamida berkaca kaca begitu Jalal menyebut tentang anakknya “Jadi maksud kamu, ketika kamu koma, itu sebenarnya Jodha sudah hamil?” Jalal mengangguk sambil menyeka pipinya yang mulai basah oleh airmata, membenarkan ucapan Salima kakaknya “Ibu tau ... kelahiran anakku ternyata pada hari yang sama ketika aku bangun dari komaku” ibu Hamida terperangah tidak percaya “Benarkah itu, Jalal? Lalu bagaimana dia bisa meninggalkan kamu ketika kamu koma? Lalu dimana anakmu?” ibu Hamida tidak tahan memberondong sejumlah pertanyaan ke Jalal “Ibu tenang ... tenang .... aku pasti akan menceritakan semua ini ke ibu, ceritanya sangat panjang dan ternyata semua ini ada hubungannya dengan bibi Maham Anga” ibu Hamida dan Salima terhenyak mendengar ucapan Jalal, tak lama kemudian Jalal menceritakan semuanya ke ibu dan kedua saudaranya tentang kelicikan bibi Maham Anga yang berusaha memisahkan dirinya dan Jodha.
“Untung saja saat ini bibi Maham Anga telah mendapatkan ganjarannya, Jalal” nada suara ibu Hamida terdengar datar dan dingin “Maksud ibu?”, “Jalal, satu minggu yang lalu bibi Maham Anga ditahan pihak kepolisian” kali ini gantian Jalal yang terkejut dengan berita yang dibawa oleh kakaknya “Bibi Maham Anga dipenjara? Kenapa?” Salima menghela nafas panjang “Bibi Maham Anga menjadi tersangka kasus penyuapan kepala daerah, disinyalir kalau bibi Maham Anga itu menyuap salah satu hakim untuk memenangkan jagoannya pada pemilihan kepala daerah”, “Benih yang telah dia sebar selama ini, sekarang telah dituainya, Jalal ... ibu malah jadi semakin tidak respect padanya setelah ibu tahu ceritamu tentang Jodha, tadinya ibu mencoba untuk mendukungnya, memberikan support padanya tapi ternyata selama ini dia telah menusuk kita dari belakang, ibu tidak bisa terima ini” Jalal menggeleng gelengkan kepalanya “Kita harus bisa berbesar hati untuk memaafkannya, ibu ... karena bagaimanapun juga dia adalah adik ayah” ibu Hamida hanya bisa menangis haru sambil membelai rambut Jalal yang gondrong “Lalu mana cucuku, Jalal? Siapa namanya?” binar kedua bola mata Jalal langsung terlihat terang begitu ibu Hamida menanyakan tentang Salim anaknya.
“Namanya Salim, ibu ... anakku laki laki sekarang usianya 4 tahun, mukanya mirip sama aku, ini aku tadi foto selfie dengan dia dan Jodha juga” Jalal kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto foto Salim dan Jodha juga ibu Meinawati dan Sukaniya “Ini Salim, Jalal?” ibu Hamida terharu melihat wajah Salim yang begitu polos “Jadi selama ini mereka tinggal di Jogja? Lalu apakah Salim langsung bisa menerima kamu sebagai ayahnya?” Jalal tersenyum bahagia “Awalnya tidak, ibu ... karena ketika aku datang, jambangku masih banyak, rupanya Jodha sering menceritakan tentang aku ke Salim tapi dengan foto yang tanpa jambang, jadi begitu dia melihat aku, dia takut tapi setelah aku cukur, dia langsung bisa mengenali aku, dia memanggil aku papa, ibu” Jalal menangis sambil tertawa “Aku sudah punya anak, ibu” ibu Hamida memegang wajah Jalal dengan kedua tangannya sambil menangis bahagia “Ibu bahagia, Jalal ... akhirnya kamu bisa menemukan seseorang yang bisa membuatmu selalu tersenyum” Jalal juga ikut menangis “Tapi aku belum bisa merasakan semua kebahagiaan itu, ibu” ibu Hamida mengerutkan keningnya sambil melepaskan kedua tangannya dari wajah Jalal “Apa maksudmu?” sesaat suasana hening diruangan itu “Aku masih mempunyai janji yang harus aku penuhi ke Rukayah, ibu ... aku harus menikahinya dan aku telah meminta ijin ke Jodha untuk menikahi Rukayah, Jodha merestuinya” semua yang hadir disana tercengang dengan ucapan Jalal.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
--NEXT—