Dari kejauhan Jalal melihat Jodha dan Suryaban saling berpelukan satu sama lain “Papaaaa!!!!” lengkingan teriakan Salim menyadarkan Jodha dan Suryaban akan keberadaan Jalal di dekat mereka, Jodha jadi salah tingkah didepan Jalal, Jalal segera mendekati mereka berdua “Jalal...” Jalal menatap tajam kearah mereka secara bergantian “Jalal, sejak pertama kali kita bertemu, rasanya kita belum pernah saling ngobrol, bagaimana kalau sekarang kita ngobrol? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu” Jalal hanya menatap Suryaban tajam “Baiklah, aku juga ingin ngobrol denganmu” ujarnya dingin.
“Nah, itu lebih bagus... bagaimana kalau kita ngobrol di ruang kerjaku saja” Jalal menganggukkan kepalanya “Jodha, lebih baik kamu tunggu disini saja bareng Salim, kami tidak akan lama” Jodha hanya bisa mengangguk menuruti perintah suaminya, tak lama kemudian dua laki laki yang mengisi hidup Jodha itu berjalan bersisian hingga menghilang diujung belokan.
“Mama, papa mau kemana?” pertanyaan Salim membuyarkan lamunan Jodha yang sedari tadi menatap kepergian dua laki laki itu “Papa, ada perlu dengan om Surya, kita tunggu saja ya, gimana kalau kita beli susu coklat lagi di dalam?” Salim langsung menyeringai senang menunjukkan barisan gigi susunya, Jodha segera menggandeng lengan Salim lalu masuk kembali ke dalam kantin.
Sementara itu, sesampainya didalam ruang kerja Suryaban, begitu Suryaban menutup pintu kerjanya, Jalal segera berbalik menghadap ke Suryaban kemudian meninju dagu Suryaban keras dengan kepalan tangannya, hingga membuat Suryaban terhuyung kebelakang “Itu untuk pelukkan ke istriku!” ujar Jalal lantang sambil mengibas ngibaskan jemarin tangannya yang terasa sakit.
Suryaban hanya meringis namun tidak membalas pukulan Jalal “Aku bisa terima, aku tahu kamu pasti sangat marah begitu melihat aku dan Jodha berpelukkan tapi...” belum juga Suryaban menyelesaikan ucapannya Jalal sudah memotong “Jodha adalah istriku, dokter Suryaban! Kami belum bercerai dan aku tidak pernah menceraikannya jadi dia masih istri sahku!” nada suara Jalal mulai meninggi.
“Aku tahu, aku bahkan sangat tahu, tenang dulu tuan... kita bisa bicara baik baik, kamu bisa kan berjanji padaku untuk bicara tenang, bisa kita bicara di sofa?” ujar Suryaban sambil memegangi dagunya yang sakit kena hantaman kepalan tangan Jalal tadi “Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan?” Jalal langsung duduk di sofa, Suryaban menyusul duduk disebelahnya, dua laki laki yang saling berkompetisi ini sesaat saling diam dengan pikiran mereka masing masing.
“Jalal, jujur saja aku memang mencintai istrimu, itu aku akui tapi sayangnya istrimu tidak bisa membalas cintaku, selama 4 tahun aku menanti kepastian darinya tapi nyatanya dalam pikirannya yang ada hanya namamu Jalal, sampai saat ini Jodha hanya mencintai kamu” Jalal hanya diam saja tanpa ekspresi apapun begitu mendengar ucapan Suryaban.
“Aku minta maaf kalau tadi aku memeluk Jodha, tadi aku mengatakan pada Jodha bahwa aku sudah bisa mencintai perempuan lain selain dirinya dan dia memberiku selamat dengan memelukku, itu hanya pelukkan dua orang sahabat, Jalal... tidak lebih, percayalah padaku, kamu bisa memegang kata kataku” Jalal tersenyum kecil.
“Maafkan aku tadi yang memukulmu, aku emosi” Suryaban tertawa “Tidak masalah, aku tahu bagaimana perasaanmu, kalau aku berada di posisimu, aku pasti akan melakukan hal yang sama tapi ngomong ngomong apakah kamu memang berniat untuk mempoligami Jodha?” Jalal terperangah, matanya melotot kearah Suryaban.
“Maafkan aku, Jodha sedikit curhat ke aku kalau dia hendak dimadu, apakah itu benar?” Jalal mengangguk lemah “Aku tidak punya pilihan lain, Suryaban... aku telah berjanji pada seseorang bahwa aku akan menikahinya, sebagai laki laki sejati, aku tidak boleh mengingkari janjiku ini tapi kalau boleh jujur, aku tidak ingin menduakan Jodha karena dia segalanya bagiku”
Suryaban mengangguk anggukkan kepalanya dan berkata “Aku tahu kalau kalian bagaikan makan buah simalakama, kalian berdua dalam dilema yang cukup besar” Jalal segera berdiri, rupanya dirinya tidak ingin membahas soal itu lebih jauh lagi dengan Suryaban “Senang ngobrol denganmu, dokter Suryaban... aku harus pergi, sampai ketemu lagi nanti” ujar Jalal sambil mengulurkan tangannya.
Suryaban juga berdiri dan menyambut uluran tangan Jalal “Sama sama, aku juga senang ngobrol denganmu dan tolong aku minta padamu, jangan sakiti Jodha, selama 4 tahun ini dia sudah menderita terpisah denganmu, jangan kamu tambahi lagi penderitaannya”, “Aku janji aku akan selalu membahagiakannya, dokter!” Suryaban tersenyum senang “Kamu memang beruntung, Jalal! Aku iri padamu!” Jalal hanya tersenyum dan segera berlalu dari ruang kerja Suryaban menuju ke kantin.
Sesampainya dikantin, dilihatnya Salim sedang tertidur dalam pangkuan Jodha, Jalal segera mendekati mereka dan duduk tepat didepannya, Jodha sedikit terkejut ketika melihat kehadiran Jalal “Apa dia sudah tidur?” Jodha mengangguk “Jam segini saatnya dia tidur, mungkin bisa kamu bawa ke kamar Mirza Hakim, biar dia tidur dulu disana karena siang ini aku harus bekerja” Jalal melirik jam tangannya.
“Masih ada waktu, saat ini baru jam 11 siang, lebih baik memang kita bawa ke kamar Mirza Hakim, disana ada ibu dan kak Salima, kamu sendiri belum bertemu Mirza Hakim kan?” Jodha tersenyum sambil memandang Jalal dengan rasa penasaran “Sini biar aku yang gendong”, “Jalal...” baru saja Jalal hendak menggendong Salim dalam pelukkannya, tiba tiba terhenti ketika Jodha memanggil namanya.
“Apa? Oh iya... aku belum cerita ya soal dokter Suryaban, jujur saja aku merasa bangga menjadi suamimu karena istriku ini ternyata digilai oleh seseorang selama bertahun tahun” kebiasaan lama Jalal muncul kembali, menggoda Jodha “Jalal... aku serius, hubungan kalian baik baik saja kan? Aku...” Jalal segera menutup mulut Jodha “Aku sudah tahu semuanya, dokter Suryaban sudah menceritakan semuanya padaku, aku sangat terharu ketika dia mengatakan bahwa cintamu padaku tidak akan pernah luntur meskipun ada dia disampingmu menemani kamu selama 4 tahun ini” manik manik bola mata Jodha berkaca kaca, tak terasa pipinya basah oleh airmata, Jalal yang melihatnya segera mengusapnya lembut sambil tersenyum.
“Terima kasih, Jodha... terima kasih untuk cintamu yang begitu besar padaku, sampai kapanpun kamu adalah istriku, ibu dari anak anakku, tidak ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku” Jodha menyeka kedua ujung matanya “Kamu mau gendong?” sesaat Jalal merasa heran “Tapi aku belum selesai ngobrol sama kamu” Jodha segera berdiri dan berkata.
“Nanti malam kita akan ngobrol banyak, saat ini rasanya kurang tepat dan lagi aku juga ingin bertemu dengan Mirza Hakim” Jalal tersenyum “Baiklah kalau begitu, kita menemui Mirza Hakim dulu” ujar Jalal sambil mengambil Salim yang masih tertidur di gendongan Jodha.
Malam harinya, ketika Jodha selesai tugas jaga, Jalal sudah siap menjemputnya di tempat parkir, tak lama kemudian mereka berdua sampai di apartemen Jalal, malam ini seperti yang dikatakan Jodha ingin ngobrol banyak dengannya ditangkap Jalal sebagai malam yang istimewa untuk mereka berdua, otomatis apartemen harus steril dari segala macam gangguan, ibu dan Salima kakaknya diminta untuk menginap di hotel sementara waktu bareng Salim, Jalal benar benar ingin memanfaatkan malam ini hanya untuk dirinya dan Jodha sebelum dirinya menikahi Rukayah.
“Lho, kok apartemenmu sepi? Salim dimana? Ibu, kak Salima?” Jalal hanya tersenyum melihat rasa penasaran Jodha “Mereka menginap di hotel, Salim ikut bersama mereka” Jodha terperangah.
“Kenapa bisa begitu?”, “Karena malam ini aku ingin bersamamu” ujar Jalal sambil memberikan sebuah kotak ke Jodha “Ini buat kamu, bukalah, aku ingin kamu mengenakannya malam ini dan makan malam bersamaku”
Jodha menerima kotak tersebut dengan rasa penasaran dan berkata, “Makan malam?”
Jalal menganggukkan kepalanya “Iya makan malam, aku sudah membeli makanan tadi” Jodha tertawa kecil sambil membuka kotak yang diberikan oleh Jalal, dilihatnya sebuah gaun long dress warna merah darah dengan model kemben dibagian dadanya.
“Aku ingin kamu memakainya lalu kita makan malam bersama, bagaimana?” sekilas Jodha melirik ke arah Jalal “Kamu yakin baju ini pas untukku?”, “Aku sangat yakin 1000%!” ujar Jalal sambil mengacungkan tangannya membentuk huruf O.
“Kalau begitu, aku mandi dulu!” bergegas Jodha membawa baju itu kemudian masuk ke dalam kamar Jalal dan mandi disana, setelah selesai mandi dirapikan dulu wajahnya dengan make up minimalis dengan rambut yang dibiarkannya terurai “Aku lebih suka kalau rambutmu terurai seperti ini” Jodha teringat ketika dulu Jalal memuji rambut panjangnya, setelah urusan make up dan rambut selesai, Jodha segera mengenakan gaun merah darah pemberian Jalal itu, ketika dikenakannya ternyata benar, gaun itu sangat pas sekali ditubuhnya, namun sayangnya ketika hendak menutup resleting paling atas, tangan Jodha tidak bisa menggapainya.
“Lebih baik aku minta tolong Jalal untuk menutup resleting ini” bathin Jodha sambil menuju ke pintu kamar, begitu keluar dari kamarnya, dilihatnya Jalal sedang asyik menonton siaran berita di televisi.
“Jalal, aku bisa minta tolong?” Jalal segera menoleh ke arah Jodha, dirinya merasa takjub begitu melihat Jodha dengan gaun long dress merah tersebut “Apa yang bisa aku bantu?” ujar Jalal sambil mendekat ke arah Jodha.
“Tolong tarik keatas resleting gaunku ini, tanganku tidak sampai” ujar Jodha sambil berbalik membelakangi Jalal dan menyibakkan rambutnya kedepan, Jalal tersenyum begitu melihat punggung Jodha terpapar dengan jelas didepannya, sesaat Jalal malah menarik retsleting tersebut ke bawah membuat Jodha tersentak kaget “Jalal...” Jalal tertawa senang melihat kepanikan Jodha kemudian menggeret resleting tersebut hingga keatas.
“Terima kasih” Jodha segera berbalik menghadap ke Jalal “Kamu cantik sekali malam ini, istriku... aku sampai sampai tidak percaya melihat kecantikanmu ini yang sangat luar biasa” Jodha tersipu malu dan berkata “Gombal! Kamu memang paling bisa berkata kata, sudah siap makan malamnya?” Jalal menyeringai lebar dengan senyumnya yang menawan.
“Mari, istriku” ujar Jalal sambil memberikan siku tangannya agar digandeng oleh Jodha, Jodha pun menyambut lengan Jalal dan berjalan bersama menuju ruang makan.
Malam ini Jalal benar benar menyiapkan makan malam yang spesial untuk Jodha, hanya diterangi oleh cahaya lilin dan cahaya lampu yang redup, mereka berdua menikmati makan malam mereka.
“Kamu masih ingat? Dulu 4 tahun yang lalu ketika kita akan merayakan ulang tahun pernikahan kita yang pertama?” Jodha mengangguk sambil mulai menyuapkan makanan yang disajikan Jalal “Suasana seperti inilah yang ingin aku berikan padamu dulu jadi boleh dikatakan telah lunas hutangku padamu” Jodha hanya tersenyum mendengar ucapan Jalal sambil memegang tangan Jalal yang berada diatas meja “Malam ini aku juga akan melunasi hutangku” dahi Jalal berkerut.
“Aku rasa kamu tidak mempunyai hutang” ujar Jalal sambil membalas pegangan tangan Jodha dan mematutkan kedua jemari mereka berdua “Aku punya hutang yang harus aku bayar, Jalal” ujar Jodha sambil tersipu malu.
“Malam ini aku siap, siap menjadi istrimu kembali lahir dan bathin” deretan gigi putih Jalal yang rapi langsung terlihat dari senyumannya yang lebar begitu mendengar ucapan Jodha.
Setelah selesai menikmati makan malam mereka, Jalal segera berdiri dan melangkah menuju ke ruang keluarga yang tidak bersekat dengan ruang makan, Jodha bisa melihat Jalal sedang memutar sebuah lagu dari tape decknya dan memutar sebuah video yang berisi foto foto dan cuplikan video kebersamaan mereka berdua dulu, Jodha terperangah melihat video tanpa suara itu yang hanya menampilkan gambar gambar mereka berdua.
Jalal segera mendekat kearah Jodha dan menggandeng tangannya “Video ini seharusnya sudah aku putar 4 tahun yang lalu, sebenarnya ini bukan yang asli, ini salinan sedangkan yg asli sudah hancur berkeping keping bersama motor kesayanganku dulu” Jodha terharu mendengarnya.
“Untungnya kamu buat salinannya” ujar Jodha sambil tertawa kecil untuk menahan tangisnya, Jalal hanya tersenyum kemudian didekatkannya tubuhnya ke tubuh Jodha sambil memegang dagu Jodha lembut, Jodha hanya tersipu malu, Jodha merasa kalau mereka ini baru pertama kali bermesraan seperti ini, jantung Jodha berdebar sangat kencang, gemuruh di dadanya bisa dirasakannya, apalagi ketika Jalal semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Jodha sambil memegang pinggang Jodha dengan kedua tangannya, sedangkan kedua tangan Jodha ditaruhnya diatas bahunya, perlahan dalam diam mereka menikmati alunan musik yang membuat mereka terlena satu sama lain.
“Kamu bilang, kamu ingin ngobrol banyak denganku” ucapan Jalal memecah kebisuan mereka, sambil terus menikmati alunan musik dengan gaya dansa mereka yang pelan tapi intens.
“Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu papanya Salim, tapi jujur setelah malam ini aku harus kembali rela berkorban berbagi dirimu dengan orang lain” Jalal segera menutup mulut Jodha sambil menggelengkan kepalanya “Tidak ada yang akan berbagi, diriku seutuhnya adalah milikmu, pernikahanku dengan Rukayah hanyalah formalitas belaka dan hanya sebagai pemenuhan janjiku semata” Jodha kaget dengan apa yang di ucapkan Jalal, dicarinya kesungguhan di balik manik manik mata Jalal, Jalal menatapnya penuh cinta kemudian didekatkan dahinya di dahi Jodha.
“Jodha, kamu harus berjanji padaku, apapun yang terjadi kamu tidak akan meninggalkan aku lagi seperti kemarin, aku bisa gila bila aku kehilanganmu” Jodha segera menghentikan ayunan dansanya dan menatap Jalal haru kemudian memeluknya erat “Aku janji, aku akan selalu menjadi istrimu, berada disampingmu dalam keadaan susah dan senang walaupun memang dengan cinta saja nggak cukup (when love is not enough) tapi aku akan berusaha semampuku untuk membahagiakan kamu, suamiku” Jalal membalas pelukkan Jodha erat sambil mencium rambut Jodha dari belakang telinga, kemudian melepaskan pelukkannya dan menatap Jodha yang saat itu tertunduk malu, Jalal tertawa nakal.
Tanpa menunggu waktu lama diciumnya dahi, kedua bola mata Jodha yang terpejam, kedua pipi dan bibir Jodha yang mungil, Jodha yang masih tersipu malu segera memalingkan muka begitu Jalal mendaratkan ciumannya dibibir, kembali Jalal tertawa nakal dan teringat ketika pertama kali mereka melakukan malam pertama, tingkah Jodha sama seperti ini malu tapi mau dan tak lama kemudian Jalal segera menggendong Jodha dalam pelukkannya, sontak Jodha kaget namun akhirnya pasrah ketika Jalal membawanya menuju ke kamar mereka.
Begitu sampai diranjang, Jalal segera membaringkan Jodha perlahan lahan, gemuruh di dada Jodha semakin berdebar sangat kencang, apalagi ketika tiba tiba Jalal membaringkan dirinya disebelahnya berada tepat diatas Jodha, Jodha segera bangun dan terduduk ditempat tidur, Jalal tertawa nakal.
“Kamu masih sama sepeti yang dulu, selalu malu malu kalau mulai kuajak bermesraan” ujar Jalal sambil ikut terduduk disebelah Jodha, Jodha tidak membalas ucapan Jalal, Jalal membelai lengan Jodha secara bolak balik keatas kebawah dengan lembut, membuat bulu kuduk Jodha merinding kemudian diciuminya bahu dan punggung Jodha dari arah belakang, Jodha hanya bisa memejamkan matanya sambil menahan nafas apalagi ketika Jalal mulai membuka retsleting bajunya hingga ke pinggang dan menciumi punggung dan pinggangnya yang terpapar jelas didepan Jalal.
Lagi lagi Jodha hanya bisa pasrah kemudian Jodha memutar tubuhnya 90 derajat kearah belakang lalu menghentikan upaya Jalal mengeksplor tubuhnya bagian belakang, Jalal menatap wajah istrinya ini penuh dengan cinta dan tuntutan atas kerinduan yang begitu mendalam yang telah ditahannya selama 4 tahun ini, kemudian dibaringkannya kembali tubuh Jodha diranjang, Jodha menurut, lama mereka saling berpandangan dalam diam, hanya mata mereka yang berbicara penuh cinta sambil saling membelai wajah mereka satu sama lain.
“Aku sangat mencintaimu nyonya Jalal”, “Aku juga sangat mencintaimu tuan Jalal” perlahan Jalal mencoba memenuhi bibir Jodha dengan bibirnya, secara lembut dan bertahap, Jalal mencoba mengulangi moment moment indah mereka dulu, serangan bibir Jalal yang intens akhirnya mampu meluluhkan benteng pertahanan Jodha yang sempat tertahan kemarin, rasanya malam ini mereka berdua begitu lepas memadu kasih, kerinduan keduanya yang tertahan selama 4 tahun ini terbayar sudah dengan sebuah penyatuan diri mereka kembali hingga mencapai langit ke tujuh bersama sama.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
~ Bersambung ke EPILOG ~