Versi asli Bag. 49 - 51
By: Viona Fitri
Malam pun semakin larut, dinginnya udara di luar tidak lah mereka rasakan saat itu. Hanya kehangatan yang mengalir di setiap persendian mereka. Setelah melewati malam yang sangat melelahkan, Jalal dan Jodha tertidur saling memeluk merasakan setiap desiran hangat yang baru saja terjalin antaran keduanya. Malam itu mereka merasakan saling memiliki seutuhnya lagi. Buliran keringat dari rambut samping dan dahi mereka, sebagai saksi sebuah peperangan besar antara keduanya yang sudah berlangsung.
* * * * * *
Ke esokan paginya, tampak sinar hangat mentari menembus kisi-kisi jendela kamar Shivani. Tampaknya gadis remaja ini belum menyadari seseorang yang tidak ada disampingnya. Tangan Shivani mulai meraba bantal di sebelahnya, matanya masih tetap terpejam dengan rapat. Tiba-tiba Shivani terlonjak dan menatap ke arah bantal kosong di sebelahnya.
“Hah... Kemana Jodha Jiji? Apakah Jodha jiji hilang? Aku harus menemukannya. Bhaijan pasti akan sangat marah pada ku, kalau sampai tau Jodha jiji hilang.” Shivani menjadi sangat panik saat itu. Persatu-satu ruangan yang ada di kamarnya ia periksa. Tapi semua hasilnya masih tetap nihil. Jijinya benar-benar seperti telah lenyap di makan bumi. “Bhaijan pasti akan memarahi ku nanti. Bagaimana ini?” Bathin Shivani. Sudah hampir tiga kali putaran Shivani mengelilingi kamar kemudian ke kamar mandi, dan selanjutnya ke kamar lagi dan seterusnya. Kepala benar-benar sudah pusing memikir hal-hal negatif tentang Jijinya. “Apakah Jiji di culik orang? Atau mungkin juga Jiji kabur dari rumah? Oh dewa... Dimana Jodha Jiji?” Shivani bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar Jalal dengan gemetaran.
'Tok.... Tok.... Tok'
Terdengar suara pintu kamar Jodha dan Jalal di ketuk. “Bhaijan... Bhaijan... Apa bhaijan belum bangun? Bhaijan bangunlah!” Teriak lantang Shivani yang lantang langsung membuat mata Jalal dan Jodha terbuka lebar.
“Jodha... Kenapa dengan adikmu itu? Bukankah ini masih pagi sekali, kenapa dia berteriak teriak seperti itu?” tanya Jalal yang masih berbungkus selimut sambil memeluk tubuh Jodha yang semalam menghangatkan malamnya.
“Tidak tau? Mungkin dia kelaparan? Atau mungkin di kamarnya ada tikus. Mungkin dia membutuhkan bantuanmu Jalal? Kau temuilah dia. Jangan membuat adik ku sampai menunggu lebih lama lagi.” kata Jodha dengan suara agak serak.
Jalal hanya mengangguk lalu menarik kepala Jodha dan mencium bibir Jodha agak lama. Dengan begitu dinginnya udara pagi, tidak akan berpengaruh padanya. Jalal semakin menerobos memasuki mulut Jodha semakin lebih dalam. Jodha pun seperti merasakan kehangatan mulai menjalar memasuki tubuhnya.
“Bhaijan... Bhaijan... Bhaijan... Apa bhaijan belum bangun juga? Aku sudah berkoar-koar seperti orang hutan hanya untuk membangunkan Bhaijan. Cepatlah bangun Bhaijan!” teriak Shivani lebih lantang lagi. Meskipun, itu adalah sikap yang tidak sopan, tapi Shivani tidak ingin menghentikan aksinya dan kini tangannya malah mulai memukul dan menggedor pintu dengan kuat. Untungnya Jarak antara rumah Jalal dan para tetangganya cukup jauh, jadi tidak akan ada yang akan terbangun karna ulah nekat Shivani ini.
Padahal Jalal dan Jodha sudah hampir sampai pada puncak gairah dan hasrat mereka masing-masing, tapi mendengar Shivani berteriak tidak karuan seperti itu Jodha menjadi ingin tau apa sebenarnya terjadi.
Jodha mendorong dada Jalal dan mengambil pakaiannya yang tergeletak pasrah di atas lantai. “Sayang, aku akan mandi dan berbenah dulu. Tolong kau temuilah Shivani. Aku tidak ingin sesuatu buruk menimpanya.” Jodha mengambil selimut dan melilitkan ke tubuhnya yang tanpa terlindungi oleh sehelai benang pun.
“Hah... Baiklah!” kata Jalal dengan bermalas malasan. Tapi sebelumnya, Jalal mengambil celana pendeknya dan memakainya. Baru setelah pintu terbuka Shivani langsung menyeruak masuk ke dalam kamar. Jalal hanya terlihat bingung dengan kelakuan adik iparnya itu.
“Bhaijan... Jodha jiji... Jodha jiji...” kata Shivani Khawatir. Dia sejenak menatap ke arah Jalal yang memperhatikannya dengan tatapan tidak mengertinya. Shivani pun tersadar kalau saat itu ia sudah tdk sopan dengan Bhaijannya.
“Bhaijan... Aku minta maaf! Aku tidak bermaksud bersikap tidak sopan seperti ini.”
“Tidak apa. Sekarang katakan pada Bhaijan apa yang terjadi pada mu? Kenapa berteriak-teriak seperti tadi?”
Shivani menatap lekat ke arah Jalal. Mata hitam Bhaijannya, seakan meminta penjelasan darinya. Mata itu terlihat tenang, tapi apakah yang terjadi saat Shivani nanti akan mengatakan bahwa Jodha Jijinya hilang? Mata Bhaijannya yang hitam itu pasti akan berubah menjadi merah padam. Tatapannya bukan lagi seperti elang yang kelaparan, tapi seekor singa yang siap bertarung dan mencabik habis musuhnya. Sejenak Shivani mencoba memikirkan sesuatu tentang masalah itu. Jalal juga hanya terdiam menunggu Shivani buka suara.
“Jodha jiji... Jodha jiji...” Shivani menggantung kata-katanya yang membuat Jalal semakin bingung sekali padanya. Jalal menggaruk kepala yang tidak gatal dan kembali menatap Shivani yang menunduk menekuri lantai-lantai di ruangan kamar. “Jodha jijimu kenapa Shivani?” tanya Jalal yang membuat tubuh Shivani menggigil.
“Shivani...” suara itu membuat Shivani menoleh dan berlari ke arah sumber suara. Jalal hanya mengangkat bahunya tidak mengerti apa yang terjadi. Jodha memeluk Shivani yang mendekap erat tubuhnya.
“Kau kenapa Shivani sayang? Apa yang terjadi? Apa Bhaijan memarahimu tadi?” kata Jodha mengajukan pertanyaan yang memberondong pada Shivani. Dirasanya tetesan air menembus pakaian yang ia kenakan. Jodha menunduk melihat wajah Shivani yang pucat. Air matanya mengalir serta tubuhnya juga bergetar hebat kala itu. “Ada apa Shivani? Kenapa kau menangis? Ayo ceritakanlah apa yang terjadi pada jijimu ini?” tanya Jodha dengan lembut sambil tangannya mengusap halus rambut Shivani.
“Hizsk... Hiks... Jiji... Ku kira kau hilang tadi? Semalamkan Jiji sudah berjanji akan menemani ku tidur, tapi setelah pagi, aku tidak melihat jiji ada di samping ku. Aku takut jiji di culik penjahat. Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Jangan pernah tinggalkan aku tanpa berkata sesuatu dulu pada ku Jiji.” Shivani terisak dalam pelukan Jodha. Tubuhnya sekarang tidak lagi bergetar seperti tadi. Tapi air matanya, masih tetap menggenang di bola mata indah miliknya.
Jodha baru ingat, bahwa semalam ia sudah berada di kamar Shivani. Tapi karna setelah mandi Jodha tidak menemukan satu baju pun di lemarinya, maka mau tak mau Jodha harus mengambil baju di lemarinya di kamar Jalal. Dan setelah itu, mereka sama-sama merasakan kenikmatan yang luar biasa. Jodha jadi merasa bersalah pada Shivani.
“Iya maafkan Jiji Shivani. Jiji baru ingat kalau saat itu jiji pindah kamar ke kamar Bhaijan. Jiji tidak bisa tidur di kamar yang berAC seperti kamar tamu.” kata Jodha berbohong. Kemudian ian merenggangkan pelukannya dan menghapus air mata di pipi mungil Shivani.
“Jiji berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Malam itu, kau sudah sangat terlelap sekali. Apalagi kau sudah jauh-jauh datang dari Delhi hanya untuk menemui Jiji. Tidak mungkin, Jiji membangunkan mu.”
“Tidak apa-apa Jodha Jiji. Aku hanya terlalu khawatir pada jiji. Aku takut sesuatu buruk terjadi pada mu.” Shivani melihat wajah Jodha yang sangat segar pagi ini. Kemudian Shivani mengalihkan pandangannya pada leher Jodha yang sepertinya sedikit merah.
“Jodha jiji... Apa kau di gigit semut? Kenapa ada tiga tanda yang memerah seperti ini?” tanya Shivani dengan polos. Shivani menunjuk bagian leher Jodha yang memang merah karna bekas ciuman-ciuman Jalal semalam. Wajah Jodha menjadi memerah menahan malu. Sementara Jalal hanya tersenyum menatap Jodha yang saat itu juga sedang menatapnya.
“Tapi kenapa bekasnya besar seperti ini. Aku rasa ini bukan semut, ini pasti nyamuk. Tidak salah lagi, ini pasti nyamuk jiji. Aku akan mencari nyamuk itu dan menangkapnya. Dia tidak boleh menggit jiji kesayangan ku.” Lagi-lagi Shivani mengeluarkan kata-kata polos layaknya anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Jalal tertawa terkekeh mendengar ucapan Shivani tadi. “Apakah ada yang lucu Bhaijan? Kenapa Bhaijan malah tertawa seperti itu. Lihat lah, jiji ku pasti sangat tersiksa karna di gigit nyamuk nakal itu. Kalau aku menemukannya, maka aku akan memukulnya sekuat tenaga ku. Seharusnya... Bhaijan menjaga jiji, agar tidak satu pun nyamuk yang menggigitnya.”
Shivani berjalan ke arah ranjang dan menepuk tangannya menangkap salah satu nyamuk yang kebetulan sedang berlalu lalang dari sana. “Lihatlah Jiji, aku mendapatkan nyamuk nakal itu.” kata Shivani setelah berada dekat dengan Jalal dan Jodha. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang sangat bergembira ketika berhasil menangkap kupu-kupu di taman bunga.
“Iya mungkin nyamuknya.” kata Jodha sambil menatap Jalal. Kemudian Jalal menimpali perkataan Jodha barusan. “Bukan... Bukan itu nyamuknya Shivani. Nyamuk yang kau tangkap itu terlalu kecil. Aku rasa nyamuk yang menggigit jijimu itu adalah nyamuk yang besar. Lihat saja seberapa bekas gigitan itu di leher jiji mu.” kata Jalal jenaka sambil menatap Jodha yang terlihat melotot ke arahnya.
“Bhaijan tau dari mana tentang hal itu? Tapi... Aku pikir perkataan Bhaijan tadi benar juga. Berarti aku telah salah menangkap nyamuk. Kalau begitu akan mencari nyamuk nakal itu sampai ketemu.”
Shivani berjalan lagi menuju tempat tidur. Shivani mulai membuang bantal-bantal dan berserak di atas lantai. Tiba-tiba Shivani melihat sedik sekali bercak merah yang ada di selimut Bhaijan dan Jijinya. Di tariknya selimut itu dan di bawa ke arah Jodha jiji dan Bhaijannya. “Jiji... Ini apa? Apakah ini bercak darah? Apakah jiji atau Bhaijan terluka semalam?”
Jodha hanya terdiam mendengar pertanyaan dari adik bungsunya itu. Jodha merebut selimut itu dari Shivani dan menatapnya tajam. “Jodha jiji... Masa bilang kita tidak boleh marah. Kalau marah bisa cepat tua. Owh iya... Bukankah masa pernah berkata bahwa Jiji tidak boleh memarahi adikmu yang manis ini.” kata Shivani dengan bangganya. “Aku tau Jiji apa yang menyebabkan bekas merah itu di leher mu...” Shivani lalu tertawa terkekeh mengatakan hal itu. Jodha dan Jalal terbelalak mendengar penuturan Shivani. Tadi dirinya hanyalah seperti bocah kecil yang sangat polos dan lugu. Tapi kini... Apa benar Shivani tau tentang misteri bekas merah di leher Jodha Jijinya itu?
“Itu pasti karna Bhaijan kan?” kata Shivani dengan nada menggoda. Shivani langsung berlalu dari sana tanpa menunggu amukan dari Bhaijan dan Jijinya. “Shivani...” teriak Jodha dengan kesal sambil berlalu kedalam kamar mandi membawa selimut itu.
Jalal menguntit Jodha dari belakang. Jodha menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Jalal dengan geram. “Mengapa kau terus saja mengikuti ku Jalal. Aku mau mencuci, apa kau mau mencuci juga?”
“Hehehe... Kenapa harus marah Jodha? Akukan suami mu, jadi aku harus menjagamu kan?”
“Kau ini benar-benar menyebalkan sekali ya? Lebih baik kau saja yang mencuci selimut ini.” Jodha menyerahkan selimut besar itu pada Jalal yang hanya menganga memperhatikan istrinya. “Sekarang kau harus mencuci selimut itu sampai bersih. Awas jangan pernah keluar sebelum kau menyelesaikan tugas mu. Dan ingat.... Kalau tidak mau menuruti perintah ku, maka kau tidak akan pernah mendapat jatah malammu lagi.” Jodha berlalu meninggalkan Jalal yang terdiam di samping mesin cuci.
“Hah.... Kenapa aku harus mencuci selimut ini?” Jalal melangkah keluar dari kamar mandi. Tapi kata-kata Jodha terngiang kembali di pikirannya. “Arggh... Kalau aku tidak menyelesaikan tugas ku, maka Jodha tidak akan memberi ku jatah malam lagi. Tapi sampai berapa lama aku tidak mendapat jatah jika aku tidak melakukan nya? Sebaiknya aku bertanya dulu pada nya?” Jalal mencari sosok istrinya di dapur. Biasanya, Jam segini Jodha pasti sedang memasak sarapan di dapur.
Jalal melihat Shivani yang sudah duduk rapi di meja makan sambil memainkan gadgetnya. Sementara Jodha sibuk mengongseng masakannya yang tercium sangat harum sekali aromanya. “Kenapa kau datang kesini lagi Jalal? Apa tugasmu sudah selesai hah?” tanya Jodha dengan masih mengaduk aduk masakannya. “Kalau aku tidak mau mencucinya apa, jatah ku tidak dapat sampai berapa hari?” tanya Jalal sambil memeluk Jodha dari belakang dan berbisik mesra di telinganya.
Shivani yang mencuri curi pandang Bhaijan dan Jijinya hanya tersenyum senyum sendiri. “Begitukah orang yang sudah menikah? Bebas bermesraan dimana pun yang mereka inginkan!” Bathin Shivani.
“Sudah sana lakukan saja tugas ku.” kata Jodha yang semakin geram. Jalal hanya tersenyum memandangi wajah cantik istrinya yang tampak merona saat sedang kesal seperti itu. Dengan usil, Jalal menggigit lembut daun telinga Jodha. Tapi kali ini sepertinya sentuhan itu malah membuatnya semakin sebal saja dengan Jalal. “Aku tidak akan memberimu jatah selamanya Jalal.” kata Jodha sambil melepas tangan kekar Jalal yang melingkar bebas di pinggangnya.
“Apa selama nya?” Jalal terkejut bukan main. Shivani yang mendengar suara Bhaijannya yang sedikit keras tadi menjadi penasaran. “Apanya yang selamanya Bhaijan?” tanya Shivani mendekati mereka berdua. Jalal langsung melepas pelukannya pd Jodha dan tersenyum semanis mungkin pada Shivani.
“Jodha Jiji... Apanya yang selama nya?” tanya Shivani sangat kepo dgn obrolan Bhaijan dan Jijinya itu. Jodha mematikan kompornya dan menatap lembut ke arah Shivani. “Bhaijanmu tdk akan dapat jatah makan selama lamanya.” kata Jodha biasa saja dan menatap ke arah Jalal yang tampak kecewa dgn ucapan Jodha barusan.
“Kenapa begitu Jiji? Bhaijan ku yang tampan ini pasti akan kurus kalau tidak makan!” Bela Shivani yang menatap iba pada Jalal. “Ya baiklah Jodha. Aku akan segera mencucinya. Tapi aku harus mendapat jatah makan lagi!” kata Jalal yang langsung beringsut menyusuri tangga menuju kamarnya.
Jalal mulai memasukkan air dan deterjen ke dlm mesin cuci. Kemudian memasukkan selimut tebal itu ke dlmnya. Ini bukanlah hal yang baru baginya, karna dulunya sebelum Jalal menikah dgn Jodha pun sudah melakukan pekerjaan seperti ini. Jalal terduduk di samping bangku yang terletak di samping mesin cuci. Menunggu mencuci selimut setebal itu membutuhkan waktu yang lama baginya. Karna dari dia kecil hingga sedewa itu, belum pernah menunggu seperti ini. Jalal merasa matanya sangat berat sekali, perlahan lahan matanya mulai menutup sempurna. Jalal tertidur dgn bersender di bangku itu dgn tenang.
Jodha yang menunggu Jalal sedari tadi merasa bosan. “Apa saja yang dilakukan Jalal di atas sana?” Geram Jodha pada dirinya sendiri.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
--NEXT—
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan Anda. Setelah baca jangan pelit comment ya...
Mohon tidak melakukan Copy Paste isi Blog ini dalam bentuk maupun alasan apapun. Tolong hargai kerja keras penulis.
Terima Kasih.