By Seni Hayati
“Ilmu adalah penerang dalam gulitanya kehidupan, ilmu sumber kekuatan dalam kelemahan jiwa, ilmu teman setia dalam kesendirian, dan ilmu kunci labirin dalam liku jalan surga”
Kisahpun berlanjut..
Jalal sebenarnya ingin berlari mengejar Ilyas, menanyakan berbagai hal tentang segala kemisteriusan Jodha, namun disaat yang bersamaan dokter memenghampirinya
“Ma'af.. anda siapanya nona Jodha?”
“Saya suaminya dok”
“Jodha.. sudah sadar, kami sudah menghentikan pendarahannya.. sebenarnya tadi kami mau melepas kerudungnya yg penuh darah.. tapi dia menolaknya.. temuilah dia.. klo sudah tidak pusing, sudah boleh pulang”
Jalal segera masuk menemui Jodha,, begitu melihat Jalal masuk, terlihat Jodha kecewa.. matanya melihat kearah luar, seperti mencari seseorang. Jalal segera mengerti yang di fikirkan Jodha
“Mencari Ilyas? Dia sudah kuusir”
Tak puas sampai disitu Jalal melanjutkan sindirannya lagi, “Ngakunya saja wanita alim.. tapi masih mengharapkan kehadiran laki-laki lain selain suaminy” kata-kata pedas Jalal semakin menambah kekesalan Jodha.
“Aku.. cuma mau bilang terima kasih padanya.. dia yang ada disampingku saat aku terluka.. bukan kamu”
“Oya... kamu tidak tau.. siapa yang membopongmu kesini hemm?”
“Siapa suruh.. kamu melakukannya...”
“Oh.. jadi nona Jodha.. mengharap aku membiarkan laki-laki lain menyentuhmu.. tidak Jodha.. meski aku brengsek.. tapi setidaknya aku masih peduli dengan kehormatanmu” mendengar jawaban Jalal, mulut Jodha terasa terkunci.. dia semakin bingung dengan tingkah laku jalal yang angot-angotan, terkadang kasar dengan bahasanya yang nyelekit.. tapi di lain waktu begitu pedulu.. begitu penurut bahkan menggemaskan.
***
Setelah membereskan administrasi Jalal mengajak Jodha pulang.. dia berinisiatif membantu Jodha turun dari tempat tidur.
“Lepaskan.. aku bisa sendiri.. tidak usah sok baik” ucap Jodha ketus,
Jalal segera mengangkat kedua tangannya, “Oke... oke..” namun baru mau turun dari tempat tidur Jodha sudah limbung, kepalanya masih berasa sedikit pusing..untung Jalal segera memegang pinggangnya..
“Makanya ga usah jual mahal neng!” bisik Jalal ditelinga Jodha, sabil membimbing tangan Jodha agar memegang pundaknya.. tak mau ambil resiko Jodha pun hanya bisa menurut.
“Tunggulah di sini” ucap Jalal ketika telah sampai di pos Propos dekat gerbang masuk RS, setelah mendudukan Jodha, Jalal segera menuju ke tempat parkir untuk mengambil motornya.
“Ayo.. naik!” perintah Jalal, ketika sudah di dekat Jodha. “Pegangannya yang kenceng nanti jatuh.. aku ga bawa ransel yang bisa digunakan untuk pembatas seperti temanmu..ga usah suangkan aku kan suamimu”
Meski awalnya raku, tapi karena efek pusing yang masih menempel, Jodha pun akhirnya melingkarkan tangannya di pinggang Jalal. Jalal tersenyum merasakan sensasi aneh ketika tangan Jodha melingkar diperutnya, diapun melajukan motornya dengan pelan.
“Aku pusing sekali... boleh pinjam punggung mu” bisik Jodha.
“Apa?? ga kedengeran”
“Boleh pinjam punggung mu” Jodha mengeraskan suaranya.
“Pakailah”
Kepala Jodha kini menyandar di punggung Jalal, sedekat ini dengan Jodha mempuat jantung Jalal berdetak kencang, seperti genderang mau perang.
“Jodha..”
“Hemm”
“Kenapa sih.. kalian harus merepotkan diri sendiri dengan mengadakan aksi??”
“Kamu tau.. seseorang yang meninggal dalam aktifitas mengoreksi penguasa.. maka kedudukannya sama dengan Hamzah yang mendapat julukan PENGHULUNYA PARA SYUHADA”
“Kenapa kau tak urusi saja dirimu sendiri, ga usah so peduli dengan rakyat kecil..”
“Karena aku bukan orang apatis.. yang masa bodoh dengan nasib manusia lainnya... allah sendiri melaknat orang yang tidur kekenyangan sedang tetangganya tidur dalam kondisi lapar”
****
Tak berasa mereka akhirnya sampai juga dirumah, Jodha turun lebih dulu.. namun..kepalanya masih terasa berat.. akhirnya dia kembali menyandarkan kepalanya dibahu Jalal.. Jalal segera menyetandarkan motornya,, lalu membopong Jodha masuk kedalam rumah.
“Apa yang kamu lakukan.. aku masih bisa Jalal”
“Diam ga usah cerewet”
Jalal membaringkan Jodha ditempat tidur, lalu mengambil air hangat untuk membersihkan darah yang masih tersia disebelah dalam tertutup kerudung.
“Kerudungnya dilepas ya”
Jodha menggelengkan kepalanya
“Kerudungmu banyak darahnya.. lagian aku kan suamimu.. aku janji ga akan tergoda.. swear”
Jodha menatap mata Jalal.. mencoba mencari kebenaran akan kata-katanya.
“Baiklah”
Jalal membantu Jodha melepas kerudungnya.. sungguh pemandangan yang sangat takjub.. sesaat Jalal tersihir dengan cantiknya wajah yang selama ini terlindungi oleh hijab.. lebih cantik dari Benazir.. lebih cantik daru Rukayah.. kecantikan yang begitu natural.
“Dirambutmu banyak darah.. aku bantu bersihkan ya” Jalal menyiapkan peralatan, seperti akan meng crembath.. Jalal mengatur posisi tidur Jodha agar kepalanya sedikit keluar dari tempat tidur.. perlahan Jalal membasahi rambut Jodha dengan air hangat.. lalu menambahkan shampo untuk melarutkan darah yang mengering dirambur Jodha..
“Jodha.. kamu seorang mu'alaf??”
Jodha kaget mendengar pertanyaan Jalal “Darimana kamu tau?”
“Ilyas yang bilang”
“Dia bilang apa lagi?”
“Kamu di usir dari rumah karena kemu'alafanmu, betulkan?”
Jodha hanya menganggukan kepalanya
“Jadi malam itu.. saat ibu menemukanmu.. itu malam pengusiranmu?”
“Iya”
Jalal bertanya lagi sambil mengeringkan rambut Jodha dengan handuk, lalu membantunya bersandar pada sandaran tempat tidur, “Kamu tidak merindukan merka Jo?”
Kini air mata Jodha tak tertahan lagi, badannya terguncang, lehernya tercekal. “Aku.. sangat merindukan mereka.. aku rindu ayah ku.. aku rindu ibuku.. aku rindu adik-adiku.. rindu mereka yang selalu tulus menyayangiku.. terlebih sekarang disaat suamiku sendiri tidak mengharapkanku sebagai istrinya”
Jalal yang mendengarnya, tak kuasa juga membendung air mata, “Jodha.. kamu boleh meminjam dadaku” ujar Jalal sambil menarik kepala Jodha kedalam pelukannya.
Rasa simpati mulai memenuhi hati Jalal.. ini kali pertama seorang Jalaludin Muhammad Akbar menangis untuk orang lain.
Jodhapun mulai bercerita
Flash Back
Di malam itu.. seperti malam-malam sebelumnya, Jodha pulang aga malam.. itu di lakukan agar keluarga tidak mengetahui kalo sekarang dia telah berbeda dengan mereka,, sebelum memasuki rumah, Jodha melepas kerudungnya.. naas malam itu, ayahnya yg belum tidur melihat Jodha dari balkon masih mengenakan Hijab,, Barmal sang ayah yang merasa shock langsung turun menghampiri Jodha yang masih di depan gerbang.. diseretnya Jodha.. di hempaskan tubuh ringkih itu di lantai tengah rumah.. mendengar teriakan-teriakan Barmal seluruh anggota keluarganya bangun dan mengerumuni Jodha.. yang sedang menagis sesegukan di lantai..
“SEKARANG KAU PILIH MANA.. KELUARGAMU APA KEYAKINAN BARUMU??” teriak Barmal
“Tidak.. ayah.. aku memilih keduanya... aku ingin tetap bersama kalian.. namun aku juga mulai nyaman dengan kondisiku saat ini”
“TIDAK.. KAU HARUS MEMILIHNYA JODHA.. KAMI ATAU KENYAMANMU ITU!” Bentak Barmal
“Ma'af ayah.. aku harus memilih keyakinanku..” jawab Jodha lirih air matanya terus mengalir deras
“Pergilah sesuka hatimu.. aku bukan ayahmu lagi” suara Barmal mulai melemah.. namun terdengar begitu sakit ditelinga Jodha.
Jodha mulai berdiri.. menatap satu persatu anggota keluarganya. Jodha menghampiri Maenawati, wanita yang telah melahirkannya, ibu temapat dia berkeluh kesah, mereka berpelukan dalam suasana sendu, Jodha beralih memeluk kedua adik perempuannya Sukanya dan Shivani, dan terakhir memeluk dadisanya. Sebenarnya sebelum Jodha pergi ia hendak memeluk ayahnya, namun Barmal mencegah
“Jangan kau sentuh aku Jodha.. sekarang kamu bukan anaku lagi..silahkan cari kehidupanmu sendiri”
Itulah malam terakhir Jodha menginjakan kakinya dirumah mewah yang sudah 23 tahun ia tinggali, dengan semua kemewahan dan kenyamanannya. Gerimis di malam itu tak mengurungkan tekadnya untuk memulai babak baru dalam kehidupannya, dia tinggalkan zona nyaman demi cintanya pada Alloh dan rosul-Nya.. hanya satu keyakinan yg melekat teguh dihatainya Alloh SWT akan selalu jadi pelindungnya, tempat dia bersandar, yang selalu memberi jalan dalam setiap kebuntuan hidup..
Flash End
“Sejak saat itu.. saya mengazamkan diri untuk menjadi seorang PEMBELA ISLAM, berada di garis depan dalam menuntut hak umat”ucap Jodha mengakhiri kisahnya.
Suasana hening
“Ma'af telah membuat bajumu basah dengan air mataku mm.. a” Jodha terasa berat menyebut Jalal dg panggilan 'a'
“Apa Jodha? boleh aku mendengarnya sekali lagi” pinta Jalal, membuat pipi Jodha memerah seperti tomat..
“Nggak.. ah.. aku malu nyebutinnya..”
“Plis Jo.. sekali saja.. anggap itu sebagai ungkapan terima kasihmu”
Jodha menggigit bibir bawahnya, matanya menatap Jalal.. “A.. aa.. makasih untuk yg aa lakukan hari ini”
“Hanya itu?? Tidak ada yang lain” tanya Jalal
“Cup” Jodha mencium pipi Jalal, sambil berkata: “Ini untuk keberhasilan aa menurunkan satu level tingkat keberengsekanmu”
“Ouh.... Jodha istriku... satu kecupanmu saja sudah membuatku melayang”
“Bukannya kau sering mendapatkannya dari teman wanitamu” ucapan Jodha berhasil merusak suasana romantis yang mulai terjalin.
“Tidak Jodha.. kecupan mu berbeda.. karena kamu beda Jodha.. aku yakin inilah kali pertama kamu mencium laki-laki betul? dan aku laki-laki yang beruntung itu”
********************************
--NEXT—