Written by Samanika
Translate by Marina Yanik
Jodha kembali ke kamarnya, merasa sangat bingung. Dia kesulitan menenangkan sarafnya kembali. Bahkan berenang tidak banyak membantu; dalam dirinya terasa seperti ada api yang membakar dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan padam! Membaca tentang fantasi dan mimpi-mimpi Jalal sudah benar-benar membuatnya kacau; ia tidak mau mengakui tapi membaca jurnal Jalal telah membuatnya sangat bersemangat dan bahkan sedikit bergairah. Awalnya, ketika dia tahu, dia terkejut luar biasa, tapi kemudian pelan-pelan dia bisa memahaminya. meskipun demikian, ia masih belum menemukan keberanian untuk menghadapi Jalal setelah mengetahui informasi ini. Dia sangat berharap bahwa Jalal tidak akan melihat kegelisahan dan kekhawatiran di wajahnya. “Oh Tuhan! Bapak Presdir akan kembali di malam hari! Aku tidak bisa berperilaku seperti ini di depannya! Mengetahui semua ini sendiri sudah buruk. Ini akan menjadi jauh lebih buruk jika ia kemudian tahu tentang hal itu juga! Aku harus menyembunyikannya bagaimanapun caranya!”
Jodha memutuskan mandi busa dan menunggu air mengisi seluruh bak mandi. Dia perlu bersantai dan berpikir jernih. Setelah menjatuhkan jubah mandinya, dia duduk di dalam bathtub. Airnya hangat dan menenangkan, tapi Jodha masih belum merasa santai. Dia mencoba untuk memikirkan apa pun yang akan mengalihkan perhatiannya, tapi pikirannya menolak untuk teralihkan. Tiba-tiba, Jodha tersentak dari pikirannya. Dia menutup matanya dan menggeleng dengan marah, “Apa yang kupikirkan! Hal ini benar-benar sudah diluar kendali! Aku harus berhenti! Oh Tuhan, mengapa aku harus membaca jurnal itu? Hanya memikirkan Bapak Presdir ingin melakukan semuanya itu padaku sudah membuatku bersemangat! Jodha, kendalikan dirimu!”
Setelah ia selesai berendam, ia mandi dan membungkus tubuhnya dengan handuk. Dia mengenakan celana Khaki dan t-shirt. Dia sangat membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya; benaknya terus- menerus memikirkan hal yang sama dan tidak bisa berhenti. Dia memutuskan untuk pergi berjalan-jalan di pantai. Melihat air yang tenang dan merasakan pasir yang kasar namun menenangkan di bawah kakinya pasti akan membuatnya merasa lebih baik. Dia cepat-cepat meraih set kuncinya, telepon dan earphone dan meninggalkan ruangan setelah menutup pintu di belakangnya.
~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~
Jalal terus bermain dengan pensil dan kertas di depannya, mencoret-coret tanpa tujuan. Seseorang di podium berbicara tentang etika bisnis yang bertanggung jawab tapi pikirannya tampak melayang jauh. Dia hanya ingin kembali ke Jodhanya; tidak ada yang lain yang bisa membuatnya tertarik pada saat itu. Jalal memeriksa jam tangannya, masih pukul 13:30 padahal pengarahan ini akan berlangsung sampai pukul 17:00. Dia mulai benar-benar gelisah; ia telah duduk di tempat yang sama sejak pukul 11:00. Dia menunggu jam istirahat makan siang, setidaknya ia akan mampu bergerak sedikit. Dia sudah tidak memperhatikan pidato, hanya Jodha yang memenuhi pikirannya. Dia tidak sabar untuk bertemu dengannya segera setelah ia sampai di hotel nanti.
~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~
Jodha berjalan ke pantai, dengan masih mengenakan sandal flipflop nya. Dia kemudian menanggalkan sandalnya dan merasakan pasir yang hangat dan menenangkan di bawah kakinya. Dia mulai berjalan, dengan earphone nya memainkan lagu favoritnya. Cuacanya cerah dan hangat, dan ia benar-benar menikmatinya. Dia berjalan menuju air dan menenggelamkan kakinya di dalamnya. Airnya dingin dan tenang, tidak seperti apa yang ia rasakan pada saat itu. Dia masih belum bisa melupakan apa yang telah ia lihat dan baca sebelumnya. Jodha tidak bisa berhenti bertanya kepada dirinya sendiri, "Mengapa hal ini sangat mempengaruhiku? Bapak Presdir memikirkan tentang aku dalam skenario-skenario yang paling aneh. Hal ini seharusnya hanya mempengaruhinya! Tapi kenapa aku menjadi begitu gelisah? Dan apa yang aku pikirkan di bak mandi? Memikirkan seandainya dia melakukan semua fantasinya padaku! Jelas ada sesuatu yang salah denganku!"
Setelah berjalan di pantai untuk beberapa lama, ia kembali ke kamar. Sudah tiba waktu makan siang dan dia harus membuatkan makanan untuk dirinya sendiri. Dia pergi ke dapur, dan mulai mencari bahan-bahan di lemari es, dengan pikiran yang masih kacau. Dia jelas sangat tertarik pada Jalal namun tidak mau mengakuinya. Dia tidak mau mengakui bahwa ia ingin mengelus rambutnya; ia tidak mau mengakui bahwa ia sangat menginginkan Jalal, sehingga dia benar-benar bisa melompat sangat tinggi saat melihatnya! Jodha meletakkan tangannya di kepalanya, “Ugghhh! Mengapa pikiran-pikiran ini tidak mau pergi? Mengapa satu insiden bisa mengubah segalanya? Aku setuju Bapak Presiden tampak benar-benar seksi dan menarik di kolam renang dan aku tertarik padanya saat itu. Tapi apa yang terjadi sekarang? Aku seharusnya menjadi kesal dan marah setelah membaca jurnalnya. Tapi aku sepertinya semakin tertarik padanya! Tuhan, jalan-jalan ke pantai tidak membantu sama sekali! aku takut apa yang akan terjadi ketika Mr Presiden kembali!”
Dia dengan cepat membuat sedikit pasta untuk dirinya sendiri dan mengempaskan diri di sofa dan menyalakan TV. Dia terus menonton dan kantuk mulai menyerangnya sehingga ia tertidur. Waktu berlalu, Jodha masih tidur.
Tiba-tiba, dia mendengar suara kunci dan pintu terbuka. Jodha bangkit dan duduk di sofa. Rambutnya berantakan dan dia merapikan pakaiannya. Matanya bergerak ke pintu masuk dan ia melihat Jalal berjalan ke arahnya, dengan senyum lebar di wajahnya. Dia memberikan tatapan kosong pada Jalal saat dia mendekat ke arahnya. Jodha memalingkan muka ke arah jendela dan Jalal menunggunya memberikan senyuman manis. Jalal mengempaskan diri di sampingnya sementara Jodha terus berpaling, tidak mau menatap matanya. Jalal terkejut melihat tindakan Jodha yang tidak terduga. Jalal berkata pada dirinya sendiri, “Apa yang terjadi dengannya? Mengapa dia tidak mau melihat ke arahku?”
Jodha juga berkata pada dirinya sendiri, “Aku tidak akan bisa melihat dia dengan cara yang sama lagi! Sangat memalukan!”
Setelah beberapa saat keheningan di antara mereka, Jalal akhirnya mulai bicara. “Apakah ada yang salah? Apa kau sedang sakit?”
Jodha masih memalingkan wajahnya, “Umm.. tidak ada apa-apa, Saya hanya memandang ke luar jendela. Oh, Pak Presiden, kapan Anda tiba?”
Jalal bingung dan berkata pada dirinya sendiri, “Apakah dia baik-baik saja? Bukankah dia melihatku waktu aku kembali beberapa saat yang lalu?” Kemudian dia berkata pada Jodha, “Jodha, aku datang beberapa menit sebelumnya, dan kau bahkan melihatku masuk.”
“Oh achcha, benar! Saya hanya sedang pusing tadi sehingga saya tidak memperhatikan,” ucap Jodha mencoba mencari alasan.
Jalal semakin khawatir. Ia memegang bahunya dan membuat Jodha menghadap ke arahnya. Jodha masih menolak untuk menghadap ke arahnya dan tidak mau menatap matanya. “Jodha, apakah ada yang salah? Mengapa kau tidak menatapku? Apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah?”
“Umm ... uhh.” Jawab Jodha bingung.
“Apa yang terjadi? Bisa kau jelaskan padaku?” tanya Jalal lagi.
Jodha memalingkan wajahnya, “Bapak Presiden, saya ingin menggunakan kamar kecil. Bisakah saya pergi sekarang?”
“Umm.. okay.”
Jodha lalu cepat-cepat bangkit dan berlari ke kamarnya, senang bahwa Jalal tidak menyadari apa-apa. Dia membanting pintu kamarnya sampai tertutup. Jalal, di sisi lain mulai sangat khawatir. Dia belum pernah melihatnya bersikap seperti itu sebelumnya. Seolah-olah dia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya. “Apa yang salah dengan dia? Apakah seseorang melakukan sesuatu padanya? Ya Khuda, aku harus mencari tahu!”
Jalal pergi ke kamar Jodha dan mengetuk pintu. Setelah tidak mendengar jawaban dari Jodha, ia mengetuk lagi. “Jodha! Jodha! Apakah kau baik-baik saja?”
“Umm ... uhh ... ya Pak Presiden! Saya hanya mengantuk!” jawab Jodha dari dalam.
“Oh baik. Aku hanya ingin memberitahu bahwa kita akan pergi untuk makan malam di jam 8, jadi bersiap-siaplah.” kata Jalal.
“Oh uh oke! Terima kasih sudah memberitahu saya!”
Jalal kemudian pergi ke kamarnya untuk menyegarkan diri. Hari sudah sangat panjang dan melelahkan baginya dan dia ingin beristirahat sebentar. Dia melepas jasnya dan sepatu, lalu berbaring di tempat tidurnya sambil memikirkan apa yang telah terjadi sebelumnya. ”Jodha, apakah kau baik-baik saja? Karena kau bukan hanya mengantuk tapi ada sesuatu yang lain. Apakah aku melakukan sesuatu? Atau apakah terjadi sesuatu selama aku pergi?”
Jodha berdiri di balkon, memandang ke arah langit, dengan ribuan pikiran melintas di benaknya. Dia sangat bingung dan malu; dia pasti tidak bisa menghindarinya lagi saat makan malam malam nanti! “Hey Kanha! Mengapa hal ini terjadi padaku? Aku hanya perlu untuk bersantai! Aku bahkan tidak menyadari kepulangannya. Dia pasti merasa sangat buruk! Aku tidak bisa melakukan hal yang sama saat makan malam. Jodha, kau harus melupakan tentang semua ini!”
Keduanya tinggal di kamar mereka masing-masing sampai malam, berpikir tentang satu sama lain. Jalal khawatir padanya sementara Jodha malu karena ketertarikannya pada Jalal.
Dia mondar-mandir di sekitar kamarnya, sampai tiba waktunya bersiap-siap untuk makan malam. Dia membuka laci mengeluarkan gaun musim panas berupa halter putih selutut dan sepasang sepatu flat berwarna perak. Dia cepat-cepat mengenakan gaunnya dan mengenakan sepatunya. Dia membiarkan rambut sepinggangnya tergerai dan menyisirnya, mengikat semua simpul gaunnya. Setelah mengenakan lip gloss favoritnya, ia menuju ke ruang tamu dan menunggu Jalal.
Jalal mandi dengan cepat dan melilitkan handuk di pinggangnya. Dia membuka laci dan memilih kemeja linen putih dengan lengan pendek dan sepasang celana berwarna biru tua. Dia mengenakan sandal dan mengenakan cologne favoritnya. Dia melangkah keluar dari kamarnya ke ruang tamu, dan melihat wanita yang paling cantik sedang menunggunya. Dia tidak bisa berhenti memandangnya. “Wow! Dia tampak cantik! Rambutnya yang tergerai dan gaun putihnya benar-benar membuatnya tampak seperti malaikat!” ucapnya dalam hati.
Jodha meliriknya. Jalal tampak benar-benar menarik dan tampan dalam kemeja putih. Dia terus melirik dan menilai penampilannya dan memastikan Jalal tidak menyadari apa yang dia lakukan. Tapi ternyata Jalal tetap menyadarinya.
Jalal (dengan suara menggoda), “Jadi, seseorang tidak bisa berhenti menatapku.”
Jodha merasa malu karena dirinya ketahuan, “Ap.. Apa! Tidak, saya tidak melihat!”
Jalal semakin gencar menggodanya, “Oh oke! Lalu mengapa Anda terlihat gugup?”
Jodha terkejut mengetahui bahwa Jalal telah mengetahuinya! Dia belum pulih sepenuhnya dari shock yang telah diterimanya pagi itu. Seakan-akan keadaan tidak pernah membiarkan dia merasa baik-baik saja. Dia kemudian menatap langsung tepat ke mata Jalal. “Bapak Presiden, bukankah kita harus pergi sekarang?”
Jalal berjalan ke arahnya dan memegang tangannya saat dia berdiri. Jalal menyeringai, “Oh benar, Jodha. (kemudian berbisik di telinganya) Ngomong-ngomong, kau kelihatan seperti bidadari hari ini. Aku tidak bisa berhenti mengagumimu.”
Jodha tersipu, “Oh, terima kasih banyak, Pak Presiden.”
Keduanya kemudian keluar dari ruangan dan Jalal mengunci pintu. Dia telah memilih sebuah restoran yang unik dan indah di tepi pantai untuk makan malam mereka. Restoran itu dihiasi dengan anggrek dan ditata dengan tema pedesaan. Mereka berdua masuk dan duduk di kursi dekat jendela kaca besar. Jalal memesan makanan mereka, Jodha memandang ke arah pantai dan bulan. Suasananya sangat romantis dan menyenangkan. Jalal terus menatap ke arahnya dengan kagum. Jodha adalah satu-satunya orang yang bisa berhasil terlihat begitu cantik dan lugu pada waktu yang sama. Dan gaunnya sedikit terbuka di bagian atasnya sehingga dia bisa sedikit mengintip belahan dadanya dan bahunya seakan-akan mengundangnya untuk memeluk. Helai halus rambutnya jatuh di sekitar leher dan bahu, sehingga sangat sulit bagi Jalal untuk mengendalikan diri.
To Be Continued
FanFiction His First Love Chapter yang lain Klik Disini
Hmmmm. . . mksih y chusni, , , hyooooo laaannnjjjjuuuttttt!!!!
ReplyDeleteMksh y....dtnggu part slnjut'a...
ReplyDeleteMksh y....dtnggu part slnjut'a...
ReplyDeleteWah chusni bikin penasaran ni,,,
ReplyDelete