Written By Bhavini Shah
Translate By Tyas Herawati Wardani
Jodha sangat terkesan dan senang melihat pengaturan yang indah itu...Dia tahu pria itu penuh perhatian dan bijaksana, tapi untuk yang ini sungguh di luar bayangannya, dia melampaui semuanya. Penataan bagian pinggir sungai lebih menarik daripada kamar pribadi saat malam pertama mereka di Agra. Arus sungai yang dangkal mengalir dengan pelan dan tenang...Burung-burung berkicau melantunkan lagu cinta di malam hari seakan mereka menyadari perasaan Jalal dan Jodha...Kerlipan cahaya dari obor dan lilin bersinar seperti perhiasan indah...Angin dingin berhembus membuat tubuh mereka sedikit menggigil kedinginan....Semerbak harum dari bunga-bunga cantik menambah keindahan dan kesyahduan tempat itu....Dalam sekejap, Jodha tenggelam dalam anugerah yang diberikan oleh satu-satunya kekasih hatinya. Kerlip bintang dan sorot rembulan menebarkan harmoni ketenangan pada sekitarnya....Keseluruhan perpaduan itu membawanya dalam ketenangan surgawi....Dia pejamkan mata untuk menyelami keindahan alam itu.
Jalal mendekatinya dengan sinar matanya yang menawan....Daya tarik dan kepribadiannya makin terlihat seksi di balik redupnya cahaya lilin dan api...Senyum tak pernah lepas dari wajahnya sambil melangkah menuju batu besar itu...Pandangannya tertuju hanya pada Jodha...Ingin sekali dia melihat ekspresi puas dan senang di wajahnya namun sayang wajah Jodha tertuju ke arah lain....Bibirnya menyunggingkan senyum mengenang saat pertemuan pertama mereka...Dia ingat betapa putus asanya dia mengharap satu tatapan saja dari Jodha...dan saat berhasil menatapnya pertama kali, dia tenggelam dalam kecantikannya dan terpukau pada keanggunannya tanpa berkedip untuk waktu yang lama... Dia bergumam pelan, “Hari ini, meski sudah lewat satu tahun, namun aku masih merasakan kegembiraan yang sama untuk dapat menatapmu...JODHAA!!! Kau membuatku tergila-gila padamu....bahkan tak bisa kubayangkan tanpa dirimu sementi saja...Kepribadianmu yang pemurah dan baik hati serta pengorbananmu benar-benar memerangkapku....Pesonamu menyihirku...” Setelah beberapa saat, dia keluar dari lamunannya dan menyadari dia hanya memandangi Jodha sejak tadi....Lalu untuk mengalihkan pikirannya, dia berkata dengan suara rendahnya, “Jadi kau mengakui kekalahanmu...Tidak ada yang bisa mengalahkanku dalam adu pedang..”
Jodha langsung menoleh ke arahnya....Teringat kembali pada kata-kata yang sama...Dia terkejut karena mendengar kembali kata-kata yang sama setelah satu tahun...Dia senang karena Jalal masih ingat pertemuan pertama mereka...dia menjawab penuh cinta, “YA, aku mengakui kekalahanku setelah satu tahun berlalu....Sekarang kau adalah bagian hidupku, maka kekalahanmu adalah kekalahanku juga, jadi mana mungkin aku bisa melihatmu mengalah demi cintamu??? Tapi aku senang kau masih ingat pertemuan pertama kita...”
Jalal duduk di sebelah Jodha di atas sebuah batu besar dengan pandangan penuh cinta dan mengomentari jawabannya yang penuh arti, “Ohhh...Jodha...Bagaimana aku bisa lupa pertemuan pertama kita!!! Aku jatuh hati sejak saat pertama melihatmu...Hanya sekali pandang, kau mengambil tidurku, kedamaianku dan hatiku juga....Pertama kalinya seorang wanita berhasil mempesona Shenshah Jalalluddin Muhammad...Keberanianmu, kecantikan dan keluguanmu, keangkuhanmu dan lidahmu yang tajam membuatku terpana...”
Jodha menoleh dengan cepat lalu merangkul leher Jalal dan mencium pipinya....kemudian menjawab sambil tetap menatap mata Jalal yang indah, “Shenshah, aku juga terlena dengan pesonamu sejak pertemuan pertama kita....Aku belum pernah terpesona pada pria manapun seperti itu dalam hidupku sebelum aku bertemu denganmu... Aku tersesat pada kepribadianmu yang menawan dan kepercayaan dirimu yang angkuh...”Jalal tersenyum konyol mendengarnya....Setelah terdiam sejenak, Jodha bertanya penasaran, “Shahenshah, mengapa kau tidak menyerangku saat pertandingan adu pedang??? Kalau aku tidak salah, kau hanya melakukan jurus bertahan...mengapa???”
“Mengapa aku tidak menyerangmu...hmmm... Bahkan aku juga heran pada diriku sendiri...Mungkin jiwaku sudah mengenali jiwamu....Namun apapun itu, sesungguhnya aku sangat terkesan pada gerakanmu yang mantap dan lincah...Kulihat kau menumbangkan satu demi satu prajurit yang kuat...dan aku tidak bisa menahan diri...Aku benar-benar tak percaya aku sedang bertarung dengan seorang wanita...” Jalal mengatakannya dengan sungguh-sungguh sambil membelai wajah Jodha.
Jodha membalas dengan penuh perasaan, “Kau mungkin hanya merasa tak percaya, sedangkan aku merasakan getaran dalam tubuhku, saat aku menatap matamu pertama kalinya. Serasa kita sudah dekat sejak lama sebelumnya....itulah yang kurasakan saat pertama melihatmu.”
Jalal menunduk dan mengecup kening Jodha...lalu sambil menghela napas panjang dia menjawab, “Jodha...itulah saat-saat yang indah...Meski ada banyak kebencian, pertengkaran dan bentokan ego diantara kita, namun aku juga tertarik padamu pada saat yang sama....Hanya demi melihat wajahmu sekilas, biasanya aku berlatih pedang sampai kau keluar dari kamarmu untuk melakukan Tulsi pooja...Meski dalam kemarahanmu, kau mencuri pandang padaku dan lirikanmu yang sekilas itu selalu memuaskan diriku.... Aku masih ingat saat semuanya menjadi rutinitas diantara kita untuk saling mencuri pandang dengan sembunyi-sembunyi....Namun dua minggu kemudian, saat kau tiba-tiba menghentikan rutinitasmu melakukan Tulsi pooja selama berhari-hari dan Moti yang menggantikanmu, aku tidak bisa tidur dan menjadi tidak sabaran yang membuat pikiranku lama-kelamaan menjadi gila. Kemudian, aku menyadari mungkin kau mengalami siklus bulananmu yang menghalangimu melakukan rutinitasmu....tapi masih kuingat betapa putus asanya diriku untuk mencari tahu ada apa dengan dirimu, hingga aku mengutus Rahim untuk mencari tahu keadaanmu...”
Jodha berdiri dengan tiba-tiba dari sampingnya sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan menjawab sinis, “Ohhh!! Jadi kau pura-pura mengabaikan aku!! Kau tahu betapa liciknya dirimu?? Kau tahu seberapa dalamnya kau menyakiti perasaanku??? Mungkin bagimu itu adalah saat-saat yang indah tapi tidak untukku... Kau tidak melewatkan satupun kesempatan untuk menghina dan mempermalukanku di depan orang-orang, dan bodohnya aku, meski kau telah memperlakukanku dengan kasar dan menghinaku, aku masih berhasrat padamu.... Berkali-kali aku menangis dan mengutuk diriku sendiri karena sangat mencintaimu.... Berkali-kali pula, aku terpikir untuk bunuh diri namun hatiku tetap saja terikat padamu hingga aku mengurungkan niatku hanya demi bisa berada di dekatmu... Aku mulai membenci diriku sendiri karena tidak mampu mengendalikan perasaanku padamu... Betapa putus asanya diriku ingin bisa bicara denganmu meski aku sudah tahu kau selalu memanfaatkan kesempatan untuk mempermalukan aku.... Saat itu aku merasa jijik sekali karena bisa-bisanya mencintai seorang monster... Sulit bagiku menganggapnya sebagai saat-saat yang indah...”
Jalal menjawab kaku, “Jodha, kau tidak pernah menunjukkan sikap sekecil apapun kalau kau jatuh cinta padaku...malah kau selalu menunjukkan sikap benci dan melukai egoku berkali-kali.”
“Jalal, jangan marah tapi saat itu benar-benar saat yang sulit untukku. Kau punya segalanya, keluargamu, teman-temanmu, kerajaanmu tapi sebaliknya aku sangat kesepian...Aku tidak punya siapapun yang bisa menghapus air mataku...Setiap pagi aku bangun dalam ketakutan akan apa yang bakal terjadi hari ini? Dulu aku adalah bahan gosip di harem para begum...mereka menertawakan aku di belakangku....Satu-satunya penguatku adalah Ammi Jaan, tapi ketika dia harus pergi untuk kunjungan politik selama satu bulan, aku merasa tidak ada seorang pun yang peduli padaku. Hari demi hari berlalu, kekejaman dan kelicikanmu menghancurkan mimpi-mimpiku dan berhasil membunuh rasa percaya diriku.”
Jodha menatap Jalal dengan sedih lalu bertanya, “Jalal, pernahkah kau bayangkan sekali saja apa yang sudah kulalui??? Kau memaksa menikahiku dan karena dirimu, aku membenci keluargaku, Kanahku, dan bahkan diriku sendiri... Seringkali aku mempertanyakan pada Kanah (Tuhan) mengapa dia memilihku untuk pengorbanan ini. Bahkan hari ini, saat aku kembali mengingat hari-hari itu, tetap saja membuatku gemetar...Hari-hari itu adalah mimpi buruk dalam hidupku....Menahan rasa sakit yang tak terperih melihat kebencian di matamu...Aku tidak ingin kau membenciku lagi meski hanya sedetik, tidak pula dalam mimpiku...” air mata menggenang di balik bulu matanya saat dia mengakui ketakutan dalam dirinya.
Dengan sedih Jalal mengusap air mata itu lalu merengkuhnya dalam pelukannya dan dengan penuh penyesalan dia berkata, “Jodha, kumohon jangan menangis, aku tidak pernah berpikir dari sudut pandangmu...Aku ingat dengan jelas, untuk menyembunyikan perasaanku yang sesungguhnya darimu, aku menghinamu dan menghancurkan perasaanmu agar kau tahu rasanya sakit, namun aku selalu berakhir dengan rasa sakit yang lebih dalam lagi...Dan aku salah...Rasanya jauh lebih menyakitkan karena kau mencintaiku dan kau sudah tahu sejak awal kalau kau jatuh cinta padaku...Tapi aku gila, aku monster....Karena egoku, aku sudah sering menyakitimu, kau benar, saat itu bukanlah waktu yang terindah, tapi aku tetap menganggap rasa sakit itu indah, keputusasaan akan satu sama lain itu juga indah. Jodha, ingatkah kau pesta pernikahan kita di Agra dan pada malam harinya adalah hari keempat kau berpuasa lalu kau tak sadarkan diri???”
Perasaan Jodha langsung berubah dan dia menjawab dengan lebih ceria, “Mana mungkin aku lupa, saat itulah pertama kalinya aku menyadari bahwa dibalik kebencianmu kau masih peduli padaku...Pertama kalinya kita tertawa bersama dan tertidur di ranjang yang sama setelah pernikahan kita...Aku masih ingat kau menyuruh pelayan membawa makananmu pergi hanya karena aku sedang berpuasa...”
“Hmmm!!! Jadi ternyata kau tidak terlalu bodoh....Kupikir aku sudah berhasil menyembunyikan perasaanku...” Jalal menjawab sambil bergurau.
Jodha membalas sambil tersenyum kecil, “Jalal, aku sudah tahu sejak awal kalau kau punya sisi lembut di dalam hatimu hanya untukku....kau kejam tapi juga penuh kasih sayang pada saat bersamaan.”
Dengan nada menyesal, Jalal berkata, “Tapi apa kau tahu setiap kali aku coba mendekatimu, kau selalu mengusirku jauh-jauh...Sangat menyakitkan saat keesokan harinya aku hendak menyuapimu manisan dan kau menuduhku telah membubuhkan racun di dalamnya untuk membunuhmu, kau menghancurkan perasaanku dengan tuduhanmu...Bukan hanya aku yang kejam, kau juga kejam...Aku tidak bisa tidur malam harinya karena tuduhanmu itu...Aku datang mencoba berdamai dan menyuapimu manisan demi sebuah awal yang baru, namun kepahitanmu menyakiti egoku lagi.”
Jodha yang tersinggung menjawab, “Hmmm...Jadi sekarang kau menyalahkan aku atas semuanya!!! Hanya untuk memberiku pelajaran, kau berperang dengan Amer.... Kau memaksaku untuk menikah denganmu....Kau bahkan memaksaku untuk tidur denganmu... Dan sekarang kau menyalahkan aku atas semuanya...Setelah semua yang telah kau lakukan, apa yang kau harapkan?? Kau berharap aku lari padamu dan memelukmu hanya karena menyuapiku manisan??”
“YA dan Ya...kadang kupikir, karena kebencian dan kekasaran sikapmu, aku pun bersikap kejam padamu...Kau tidak menganggapku suamimu, kau juga tidak menganggapku sebagai Shenshah...kau memancing amarahku... Kau menentang egoku berkali-kali dengan lidah tajammu...Andai saja kau makan manisan itu tanpa memakai lidahmu yang tajam dan getir....Kau tahu, hanya untuk menyuapimu manisan itu, aku bersedia merendahkan diriku... Kuhancurkan ego dalam hatiku dan datang padamu untuk berdamai... Kau tidak akan menjadi pelampiasan dari luapan amarahku, namun karena sikap dan egomu, aku juga terbakar amarah hingga berminggu-minggu... Anehnya, meski aku masih dikuasai amarah, tapi aku juga rindu untuk bisa melihatmu.... Kau tahu kenapa setelah hari itu aku tidak lagi mengusikmu??? Kuputuskan untuk memberi kelonggaran padamu... kupikir amarah dan kebencianmu akan segera mereda dan kau akan datang padaku... Tapi sayangnya egomu lebih besar dari itu Jodha... Bukannya datang padaku, kau malah tidak keluar dari kamarmu sama sekali... Kau tidak lagi berpakaian selayaknya Begum... Kau siap menjalani hidup sebagai pelayan biasa tapi tetap tidak mampu menurunkan egomu dan menerimaku sebagai suamimu... Kupikir kau akan kalah dalam kesendirianmu dan menanggalkan keangkuhanmu lalu menerimaku sebagai suamimu... Pada minggu-minggu itu, tak seharipun aku tidak memikirkanmu... Kau bilang aku punya segalanya sedangkan kau tak punya apapun, bahwa kau hanya sendirian... Tapi kau tahu rasanya memiliki segalanya dan tetap merasa kesepian, perasaan itu lebih menyakitkan dari tidak memiliki apapun dan juga kesepian...” Jalal menjawab dengan nada pahit.
Dengan nada yang sama, Jodha menjawab, “Jika kau benar-benar peduli padaku, lalu mengapa kau menghinaku di depan orang-orang? Dan bagaimana aku bisa tahu kau datang untuk berdamai pada hari itu... Kau mengundangku ke pesta di harem untuk melecehkan harga diriku dan menghancurkan egoku dengan tidak menyediakan tempat duduk untukku... Apa kau pernah berpikir bagaimana semua begum di harem akan merendahkan dan menertawakan diriku???”
Jalal menjawab dengan tenang, “Jodha, kumohon jangan marah, jika kita mulai membicarakan masalah ini maka biarkan aku menjelaskan sesuatu, Aku tidak pernah mengundangmu ke Jashn di Harem. Terjadi kesalahpahaman, dan pada saat itu juga aku baru mengetahui kau tidak diperlakukan selayaknya Begum di Diwan E Khaas, Harem dan di istana-istana lainnya, meski pernikahan kita resmi. Sungguh menyakitkan untukku melihatmu duduk di lantai bersama para selir.... Setelah kau meninggalkan Jashn, aku juga pergi ke kamarku... dan sepanjang malam itu aku hanya berguling-guling di atas tempat tidurku tanpa mampu terpejam.... Air mata dan kesedihanmu menghantuiku selama berhari-hari....”
Jodha menjawab dengan suara pelan, “Jalal, entah bagaimana aku sudah merasa kau tidak bermaksud untuk sengaja menyakitiku tapi yang lebih menyakitkan justru kenyataan bahwa kau bahkan tidak mengundangku. Kau pasti akan terkejut, saat aku menerima undangan darimu, aku sangat bersemangat dan senang bahwa akhirnya untuk sekali saja kau memikirkan aku... Namun, apapun yang terjadi selama di Jashn, menghancurkan perasaanku sekali lagi... Aku menangis sepanjang malam, bukan karena hinaan itu tapi karena kau tidak mengundangku. Aku tidak tahan menghadapi kebencianmu.... Jalal, aku tahu sejak awal aku jatuh cinta padamu...Namun kebencianmu menggerogotiku sedikit demi sedikit... Rasanya seakan napasku sendiri pelan-pelan mulai meninggalkan tubuhku... Sungguh menyakitkan saat mengetahui orang yang kucintai, selalu mencari kesempatan untuk mempermalukan diriku... Jalal, itu adalah hari-hari yang buruk... Hanya mengingatnya saja membuatku takut...”
Jalal mengiyakan, “Aku setuju, kesalahpahaman itu sungguh menyakitkan, tapi kau memang kelewatan hari itu... Di depan para Begum kau menuduhku pembohong dan meninggalkan Jashn tanpa seijinku...”
“Kau tahu Jalal, kau sangat manipulatif dan pandai memutar-mutar kata.... Bahkan setelah melakukan semua itu, kau bisa membuatku tampak sebagai orang yang bersalah dan yang bertanggung jawab atas semuanya... Jalal, malam yang paling menyedihkan dan terlalu pedih untuk kukenang adalah saat aku memintamu untuk menyambut orang tuaku saat mereka datang ke Agra untuk ritual Pag Phere dan kau mengambil kesempatan itu untuk membalas dendam padaku.... Paginya kau memanggilku untuk datang ke kamarmu dan memperlakukanku lebih rendah dari seorang pelayan... Aku menangis tapi itu tidak menggoyahkanmu... Tanpa rasa malu, kau terus saja menikmati pijatan itu...Kau nyaris mencabut nyawaku dengan menyuruhku makan sebelum berdoa pada Kanah... Aku sangat yakin, kau pasti sudah punya alasan untuk menyalahkanku demi hal itu juga.... Tapi sebelum kau mengatakannya, Shahenshah, aku mengakuinya sebagai kesalahanku dan aku minta maaf...” Nada bicaranya mulai meninggi dan sinis.
“Jodha, aku tidak membela diriku sendiri, tapi jika kau bebas mengatakan isi pikiranmu, kenapa aku tidak??? Aku hanya mengatakannya dari sudut pandangku... Aku tidak menyalahkanmu untuk apapun... Jadi kau tidak perlu emosi...” Jalal berkata tegas. Lalu setelah diam sejenak, dia melanjutkan dengan lebih pelan, “Kuberitahu kenapa aku bisa sangat kejam hari itu. Ketika kubaca surat dari orang tuamu mengenai ritual Pag phere, itu membuatku frustasi... sudah lebih dari satu bulan sejak kita menikah... Sejak hari pertama kita menikah, aku tidak tenang dan kalut bahkan aku tidak sekalipun mengunjungi Haremku... Tidak ada yang bisa membuatku tenang dan kapanpun aku coba mendekatimu, kau selalu lakukan hal yang memancing amarahku... Kalau kau ingat, suatu hari kau memintaku melakukan Aarti dan karena ketidaktahuanku, aku mengisi sindoor di maang-mu bukannya mengambil Aarti, tapi reaksimu, seakan-akan aku telah melakukan dosa besar... Sangat menyakitkan untukku mengetahui kau tidak mau aku mengisi maang-mu... Kucoba untuk mengubur rasa sakitku dan terus maju... aku datang padamu untuk memberitahu kedatangan orang tuamu.... Senyummu memberiku rasa damai tapi saat kau memintaku—‘Bisakah aku meminta sesuatu padamu?’ dalam sedetik kupikir kau akan menerimaku sebagai suamimu, namun kau justru memintaku untuk berpura-pura kita adalah pasangan yang berbahagia demi kebahagiaan orang tuamu... Aku sekedar bertanya—‘Mengapa kita harus berpura-pura??’ Dan kau memberi alasan panjang lebar padaku... Aku masih ingat semua kata yang menyakitkan itu darimu, --Shahenshah, kau tidak akan paham...Hari saat kau mulai memahami kehidupan orang biasa , saat itu kau akan memenangkan hati banyak orang... Kami bisa tetap bahagia dengan keterbatasan, tapi tanpa cinta, kepedulian dan kasih sayang, tidak akan bisa bertahan hidup... Jika orang tuaku tahu aku hanyalah hiasan tak bernyawa di istana ini, trofi kemenanganmu yang terbaru dan tidak memperoleh cinta dan perhatian dari siapapun disini, bahkan tidak darimu, maka mereka akan sangat sedih... Aku paham mengapa kau mempertanyakanku... Tapi kau tidak akan mengerti semua ini karena kau tidak punya hati untuk bisa merasakan kesedihan orang tua...’ Kata-katamu menyayat-nyayat hatiku... Kau sama sekali tidak tahu, betapa dalamnya kau melukaiku...”
“Jodha, kata-kata itu masih menyakitkan untukku... Secara tidak langsung kau menganggapku tidak layak menjadi orang tua dan makin sakit rasanya karena aku juga tidak punya anak...Kau bilang aku tidak tahu soal cinta, kepedulian dan kasih sayang.... Orang awam membenciku... Jodha, mungkin apa yang kau katakan benar tapi caramu menyampaikannya sangat menyakitkan... Aku tidak pernah bilang aku tidak akan menghormati orang tuamu, tapi kau menyimpulkannya sendiri... Aku bereaksi hanya karena kegetiran dan egomu... Kau tidak berpikir sebelum mengeluarkan kata-kata kasarmu pada Shahenshah Hindustan... Aku setuju memainkan drama sebagai pasangan yang berbahagia bersamamu... Dan demi ketenanganmu, aku sama sekali tidak menikmati pijatanmu... Yang sesungguhnya, air matamu membuatku hancur... Aku membenci diriku sendiri karena menghukummu dengan cara seperti itu. Biasanya kau menyakitiku dengan kata-kata kasarmu tapi hari itu kebisuanmu jauh lebih buruk. Untuk memecah kebisuanmu, aku makin bersikap kejam... Aku sungguh tak percaya kau terus bertahan dengan kebisuanmu dan makan sebelum berdoa... Kukira kau akan mati begitu kau selesai makan... Jodha, kau dulu benar-benar keras kepala...” Jalal terdiam dan tersenyum lalu berbisik pelan, “Dan kau masih sangat keras kepala...”
Jodha bergumam sambil mencibir, “Lagi-lagi aku...”
Jalal menangkup wajah Jodha dan berkata, “Jodha, tidak peduli gara-gara kau atau aku.... Tapi itu benar, semuanya terjadi demi kebaikan kita. Semua insiden memberi warna dalam hatiku yang beku...Setelah kau pergi dari kamarku, aku memperhatikanmu dari jendela, duduk di sudut ruangan dengan sedih... Kau mengira tidak ada yang melihatmu di sana, jadi kau tumpahkan semua perasaanmu dalam tangisanmu... Tapi aku melihatmu yang hancur dan mendengar tangisanmu yang menyayat perasaan... Aku tersadar betapa halus dan polosnya hatimu... Demi ketenangan orang tuamu, kau menyakiti dirimu sendiri dan merana setiap menitnya... Saat itu aku jadi sangat iri pada orang tuamu... Aku ingin kau mencintaiku seperti itu, tanpa syarat. Pertama kalinya dalam sejarah hidupku, Shahenshah yang kejam dan tak punya hati meneteskan air matanya untuk Jodha... Jodha, entah bagaimana caranya, tapi hari itu kau telah mengubah Jalaluddin Muhammad dari seorang monster menjadi manusia yang berhati... Pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa mendengar detak jantungku sendiri...”
Jodha mendesak, “Jadi kau mengaku kalau kau dulu seorang monster, Shahenshah yang kejam dan tak punya hati..”
Jalal tersenyum kecil melihat wajah cemberut Jodha, “Aku tidak pernah menyangkal...”
“Kau tahu, kau benar-benar licik, licik, licik dan licik...Aku butuh jawabanmu, Jalal.... Kapanpun kita bicara, kau menjawab dengan satu atau dua kalimat bahkan kadang hanya dengan satu kata saja, tapi hari ini untuk membeberkan kesalahanku, kau dengan suka hati menceramahiku dengan panjangggg.” Keluh Jodha.
“Aku sadar kalau aku sangat diplomatis... Untuk memerintah kerajaanku dengan baik, aku harus bisa menjadi orang yang lihai dan licik... Dan Ya, aku memang cerdas dan licik karena aku harus senantiasa membuka pikiran dan telingaku... Aku hidup sampai hari ini karena aku cerdas, licik, lihai, manipulatif... Jika tidak, aku pasti sudah mati saat berumur tiga belas tahun... Manipulasi adalah kunci untuk mempertahankan keamanan kerajaanku... Aku tahu aku bukan orang baik, jujur dan lurus sepertimu...” ujar Jalal kaku sambil memicingkan matanya.
Mendengar nada bicaranya yang dingin dan kaku, Jodha mencoba menenangkannya,”Jalal, aku mencintaimu seperti apapun dirimu, tapi kau belum menjawab pertanyaanku.... Katakan yang sejujurnya, apa aku orang bodoh menurutmu??”
Jalal tersenyum dan menjawab diplomatis, “Baiklah, JODHA!!! Aku tidak menjawab karena aku tidak mengerti maksud pertanyaanmu....Kau mengeluh karena bicaraku yang panjang atau yang singkat??? Tapi bodoh??? Tidak mungkin JODHA...kau terlalu pintar dan keras kepala.... Kau tahu caranya membuatku menuruti keinginanmu...tapi di saat yang sama kau juga sangat berterus terang...”
Jodha membalas dengan agak frustasi, “Lihat kan, itulah masalahmu...Kau suka berputar-putar dengan kata-katamu dan hanya menjawab semaumu...”
“Coba katakan, aku ingin tahu....Setelah malam pijatan yang mengerikan itu... Jantungku mulai berdetak untukmu, tapi apa yang tiba-tiba terjadi di bawah pohon itu??? Jodha, kau tahu, setiap kali aku memikirkan tentang kita yang tertidur dengan nyaman di bawah pohon dan ciuman pertama kita, semua kekhawatiran dan keteganganku mendadak hilang... Kau tidak memberiku petunjuk kalau kau mulai menyukaiku... Itu sungguh kejutan yang menyenangkan..” kata Jalal sambil meliriknya.
Jodha menatapnya jengkel dan berkata dalam hati –‘Ya Tuhan!! Dia licik sekali...Dengan pintar dia menyalahkanku atas semuanya dan sekarang bertanya padaku tanpa malu, meski dia tahu benar itu adalah kesalahan fatal dan semua karena pesonanya.’
Jodha, berusaha mengganti topik pembicaraan, berkata tiba-tiba, “Jalal, aku dingin sekali...” lalu berdiri mengabaikan pertanyaan itu dan berjalan ke tungku api dan duduk di sofa.
Jalal tersenyum menyadari keraguan Jodha dengan mengubah topik pembicaraan.... Dia berjalan mendekatinya sambil matanya tak lepas dari Jodha... Dia bisa membaca keengganan di wajahnya... Jalal duduk sangat dekat dengannya dan bicara dengan sangat mesra, “Ahmmm Jodha...aku bisa menghangatkanmu bahkan juga bisa memanaskan tubuhmu...”
“Tidak perlu, tungku api ini sudah cukup hangat untukku...”jawabnya sambil tak kentara menggeser tubuhnya menjauh.
Diam-diam Jalal tersenyum melihat Jodha yang marah dan terusik.
“Jodha begum, aku masih menunggu jawabanmu...” dia bicara sambil melepaskan jepit di rambut Jodha.
“Jalal...apa yang kau lakukan?? Jangan buat rambutku berantakan...” Jodha menjawab datar dan meliriknya gugup.
Pelan-pelan Jalal merapatkan tubuhnya ke dekat Jodha dan berbisik, “Ohhh Jodha!!! Rambutmu harum sekali...Aku tidak tahan lagi...” Wajahnya makin dekat dan berbisik sambil mendesah, “Jodhaaa, aku masih menunggu jawabanmu...aku ingin tahu bagaimana perasaanmu saat itu..”
Jodha melirik sekilas dan menjawab malu-malu, “Jalal, kau biasanya pintar membaca pikiranku...Tanpa perlu kukatakan kau sudah tahu bagaimana perasaanku, lalu kenapa sekarang kau butuh kata-kata??” tubuh Jodha menegang... Embusan napas Jalal di wajh Jodha membuatnya bergetar.
Jalal menaikkan alisnya dan memaksakan senyum di wajahnya, “Kau sudah belajar bermain dengan kata-kata... Aku tahu benar bagaimana perasaanmu tapi aku ingin mendengarnya dari mulutmu...”
Jodha tidak bisa lagi berpura-pura...Rayuannya bisa membuatnya gila... Rona di wajahnya tak bisa dielakkan, lalu menjawab dengan kesal, “Kumohon jangan memaksaku, Jalal... Aku tidak bisa memberitahumu... Terlalu pribadi...”
“Tidak ada yang terlalu pribadi diantara kita Jodha...” Jalal menjawab pelan sambil merebahkan kepalanya ke atas pangkuan Jodha...
Jodha tersenyum sambil memilin-milin rambut Jalal dan ganti menggoda, “Kalau begitu katakan, berapa banyak begum yang pernah tidur denganmu??? Aku ingin tahu saat pertama kalinya bagimu....Kalau kau mau cerita maka aku akan menjawab pertanyaanmu...” Jodha tersenyum sendiri...Dia yakin Jalal tidak akan mau menjawab.
Jalal menjawab dengan mesra, “Huhhh Jodha... Kau memang tantangan yang sulit...Hmmm... Jadi kau ingin tahu secara DETAIL bagaimana saat pertamaku??? Baiklah, sesuai keinginanmu, aku menceritakan selengkap-lengkapnya...” Jalal terdiam sejenak lalu melanjutkan dengan sedikit bercanda, “Kalau dihitung...aku tidak tahu persis berapa banyak wanita yang pernah tidur denganku sebelum dirimu. Hampir setiap minggu aku tidur dengan begum yang baru... Dan pertama kalinya adalah dengan Rukaiya...”
Ohhh... Satu begum baru setiap minggu...Jodha terkejut dan tak percaya Jalal mau menjawabnya...Dan keingintahuannya makin memuncak, sekarang dia ingin tahu tentang malam pertamanya...Jodha bertanya dengan lembut, “Jalal, aku ingin tahu detailnya...”
“Jodha, kenapa kau bermain api??? Suatu hari kau bisa terbakar dengan nyalanya...” Jalal menjawab sambil menatap lurus matanya...Dengan keras kepala Jodha tetap diam dan menunggunya menjawab.
Jalal menyerah dan berkata, “Terserah kau...JODHAA.. Itu adalah pengalaman yang menakjubkan dan tak terlupakan, aku dan Rukaiya sama-sama masih sangat muda dan tak punya pengalaman... Malam pertama kami adalah saat dia berusia tiga belas dan aku empat belas tahun... Pertama kalinya aku menyentuh seorang wanita dengan sensual... Aku benar-benar kehilangan kendali.... dan menjadi liar... Sangat memuaskan...Setelah malam pertama kami itu, kami tidak tidur beberapa malam... Aku akan mengaku dengan jujur, aku sangat menikmatinya hingga aku ketagihan melakukannya dengan wanita berbeda tiap malamnya. Tapi, apa kau tahu perbedaan malam pertamaku dengan Rukaiya dan malam pertamanku denganmu? Sepanjang malam Rukaiya sibuk memuaskan diriku sementara saat kita berdua melakukannya, akulah yang sibuk memuaskanmu... Rukaiya selalu berusaha memuaskanku di atas tempat tidur dengan bermacam-macam cara. Tidak peduli bagaimana suasana hatiku saat itu, dia selalu berhasil menyalakan api hasrat dalam tubuhku... Aku adalah dunianya saat itu namun seiring tahun berlalu, prioritasnya mulai berubah, begitu juga ego, kekejaman dan amarahnya... Prioritasnya adalah kekuasaan, bukan lagi diriku... Kadang kupikir dia bersedia tidur denganku hanya demi memenuhi ambisinya demi kekuasaan yang lebih besar... Setelah bertahun-tahun, hubungan kami menjadi jenis hubungan yang saling menguntungkan... Tapi kau sangat berbeda dari dirinya... Kau tahu aku sanggup memberimu seluruh dunia hanya dengan satu kata darimu...Tapi kau tidak meminta apapun selain diriku... Kau tinggal di ashram selama enam bulan meninggalkan segala kemewahan hanya demi janjiku... Tidak ada begum ku yang lain yang sanggup menjalani semua yang sudah kau lakukan untukku...”
Jodha merasakan sengatan kecil di hatinya saat mengetahui Rukaiya memberinya malam-malam penuh kepuasan... Dia tak bisa menyembunyikan kesedihan dan kecemburuannya... Lalu dia berkata pelan, “Shahenshah... jika kau tidak keberatan, boleh aku bertanya??”
Jalal bisa membaca emosinya...dia menjawab, “hmmm...”
“Menurutmu aku tidak cocok denganmu di tempat tidur??? Kedengarannya seperti kau tidak puas denganku karena kau punya pengalaman yang lebih memuaskan dengan Rukaiya Begum...” Jodha bertanya dengan risih dan sedih.
“Ohhh tidak JODHA...” Jalal tiba-tiba bangkit dari pangkuan Jodha saat menjawabnya...Dia tangkup wajahnya dengan penuh cinta dan kelembutan lalu menambahkan, “JODHAAA, tidak seorang pun yang lebih baik di atas tempat tidurku selain dirimu...Tapi...” dia berhenti sejenak...kemudian melanjutkan..”Meski setahun sudah berlalu, aku merasa kau tidak mudah kudapatkan...dan aku masih merasa seperti pengantin baru... Kadang kau mengusikku hingga memancing amarahku... Kau membuatku mendambakan dirimu. Setiap kali aku menyentuhmu, bagiku itu adalah saat-saat yang berharga, tidur dengan wanita lain seperti nafsu tanpa cinta, seperti manisan tanpa gula... Bulan tanpa sinarnya. Tidak satupun begumku mampu memberiku kepuasan dan kedamaian seperti yang kau berikan JODHA. Kau tahu Jodha, setelah malam pertamaku dengan Rukaiya, aku menjadi seperti pemuja wanita... hampir setiap minggu aku menginginkan wanita baru... Mungkin itu karena ketidak puasanku atau karena ketidaktahuanku tentang cinta. Lambat laun aku memperlakukan wanita sebagai barang pribadiku dan alatku untuk bersenang-senang.... Aku tidak bisa dekat dengan siapapun secara emosional.... perlahan-lahan aku mengisi haremku dengan ribuan wanita cantik...siapapun wanita yang kuimpikan bertekuk lutut padaku dan menganggap dirinya sebagai wanita yang terpilih...tapi segalanya berubah setelah kau masuk dalam kehidupanku dan setelah malam pertama kita, aku hanya memimpikan satu wanita dan wanita itu adalah kau, Jodha... Ingatlah selalu, tanpa Jodha, Jalal tidaklah sempurna.. Kaulah yang melengkapi hidupku...”
Air mata Jodha mulai menggenang, “Hatiku sangat bahagia dengan bermacam-macam perasaan...Tak bisa kujelaskan betapa beruntungnya diriku... Aku selalu melihat cintamu yang tulus di dalam matamu tapi hari ini aku merasakannya dalam setiap kata yang terucap darimu...” Air matanya mulai menetes...dia melanjutkan dengan suara pelan, “Jalal, aku benar-benar menyesal membuatmu menunggu dan mendamba begitu lama... Tapi aku berjanji, setelah pernikahan kita aku tidak akan biarkan kau mengeluh lagi. Bukan karena aku tidak mendambakan dirimu, tapi sejak kita menikah, kita sudah melalui begitu banyak masalah naik turun... bukan hanya karena keadaan tapi juga karena kebencian dan ego kita yang membuat kita terpisah..”
Jalal mengusap air mata Jodha lalu mengecup keningnya dan berkata, “Jodha, janganlah menangis...aku juga menyesal...tidak seharusnya aku mengungkapkan semuanya...aku tidak bermaksud menyakitimu...Entah kenapa aku banyak bicara hari ini dan mengungkapkan semua isi hatiku padamu. Enam bulan perpisahan kita telah menghancurkanku dan mengingat kembali saat-saat manis kita bersama lagi dan lagi membuatku bertanya-tanya pada diriku sendiri, benarkah aku dulu seperti itu?? Dan akhirnya, aku menemukan jawabannya Jodha, bukan kau...akulah yang terus menyakitimu demi menyembunyikan perasaan dan cintaku padamu...”
Jalal terdiam sejenak sambil menatap Jodha dengan penuh cinta lalu dia tangkup wajahnya dan berkata, “Jodha, terima kasih sudah mencintaiku dengan tulus...Aku sudah sering bertindak kejam dan menyakitkan meski setelah pengakuan cinta kita...Aku tidak berpengalaman soal cinta... Aku masih sangat egois dan hanya memikirkan diriku sendiri... Masih teringat jelas pada malam setelah penobatanmu sebagai Malika E hindustan, ketika kau berkeras untuk kembali ke kamarmu sendiri dan itu sangat mengusik egoku... Dan aku bersikap sangat kejam padamu... Tapi sekarang aku sadar aku salah...Aku bersikap seperti itu karena aku terbiasa bersikap seperti pada semua begumku. Aku merasa aku sudah sepenuhnya memilikimu begitu aku menobatkanmu sebagai Malika E hindustan... Aku mengumumkan di depan banyak orang bahwa kau sudah menguasai hatiku tapi kau tetap tidak mau menyenangkan diriku seperti begumku yang lain... Tapi kemudian aku paham, bagimu semua itu tidak penting... Kau tidak haus kekuasaan maupun berhasrat menjadi istri spesialku... Kau bersikap biasa saja, tidak berpura-pura seperti yang lain. Yang kau harapkan hanyalah waktuku dan cinta yang tulus. Jodha, aku belajar semuanya dari kesalahanku... Namun kau tetap berada di sampingku...Cintamu tersembunyi di balik kesederhanaanmu... Kau tidak pernah mengumbar kekuasaan... Meski aku menyerahkan kekuasaan seluruh Harem padamu, kau tetap menghormati Rukaiya.... Meski kau berbakat dalam semua bidang, kau tetap sederhana dan rendah hati... Kau mengajariku cara menjadi orang yang baik...Rakyatku mencintaiku karena kau menuntunku di jalan yang benar... Dalam enam bulan terakhir, setiap kali aku menghadapi masalah yang rumit, sebelum aku mengambil keputusan, aku selalu membayangkan bagaimana Jodha mengatasi masalah ini... Jodha, kau telah melebur dalam pikiranku...darah dan nafasku...Kesederhanaanmu telah menyentuh jiwaku...Tidak peduli seberapa sering kita bertengkar dan berdebat, cintaku tumbuh makin besar tiap detiknya...”
Mata Jodha lembab karena berbagai emosi dan dia begitu bahagia dengan cintanya... Dia rebahkan kepalanya ke dada Jalal dan melingkarkan tangan memeluk tubuhnya, lalu membalas, “Jalal, hari ini tidak ada keluhan dariku...Kau selalu bicara dengan kalimat-kalimat singkat padaku...Butuh satu tahun kau bisa membuka dirimu padaku dan aku sangat bersyukur kau mencintaiku dengan begitu besar... Aku bisa merasakan kesungguhan dari setiap katamu hari ini... Aku sangat puas dan senang bisa mengobrol seperti ini denganmu...”
“Jodha...aku sudah berbagi semua rahasia pribadiku denganmu seperti permintaanmu....Sekarang aku ingin tahu mengapa kau tiba-tiba melenyapkan semua batasanmu pada hari itu di bawah pohon dan menyerahkan dirimu padamu. Saat itu benar-benar tak terduga dan tak pernah kubayangkan... Mungkin itulah kenapa kenangan itu begitu terpatri dalam hatiku...” Jalal bertanya ingin tahu.
Jodha melepaskan diri dan menjawab malu-malu, “Jalal, kau harus berjanji tidak akan menggodaku nanti..”
Jalal tersenyum dan menjawab, “Jodha begum, Tidak ada janji-janji lagi...Sebaiknya kau jawab segera atau Shenshah E Hindustan akan memerintahkan Malika E Hindustan untuk menjawab..”
Jodha menjawab dengan suara pelan, “Jalal...bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang tiba-tiba terjadi padaku hari itu... Tapi kupikir itu dimulai saat kau datang untuk meminta maaf, aku melihat penyesalan di matamu dan caramu mengatakan bahwa posisiku sejajar denganmu bukannya pelayan, jantungku berdetak cepat. Sikapmu padaku yang tiba-tiba berubah memberiku kebahagiaan tak terkira yang tak bisa kujelaskan....lalu kau menyelamatkanku saat hampir jatuh dari kuda... Aku tersentuh dengan tindakanmu karena seorang Raja yang selalu meraih kemenangan telah memilih untuk mengalah demi menyelamatkanku dan masih kuingat dengan jelas caramu menggenggam tanganku seakan aku ini milikmu yang paling berharga dan menatapaku dengan matamu yang menawan dan penuh cinta, aku bisa merasakan dengan jelas kekhawatiran dan perhatianmu padaku dari mata itu...Saat aku meneriakkan kemenangan dan kau jawab ‘Tuhan tahu siapa yang menang dan kalah!!!’.... Menyentuhku dengan sangat dalam... Seperti mimpi yang tidak pernah kubayangkan bisa menjadi nyata... Lalu kau mengundangku duduk di sampingmu, kulihat kau memejamkan mata dengan sangat rileks. Kau terlihat sangat polos dan tak berdosa... Lalu saat kau berkata (dengan mata tertutup) ‘Tidak seorang pun boleh datang kesini, bahkan tidak Rukaiya begum...’ Perasaanku sangat bahagia...saat itulah aku sadar kau telah jatuh cinta padaku dan saat mata kita bertatapan seakan kau ingin aku mengerti kata yang tak terucap darimu, pertama kalinya aku merasa menjadi bagian penting dalam hidupmu...dan d..an..” Jodha menunduk tak mampu meneruskan kalimatnya, lalu memalingkan tubuhnya ke arah lain untuk menyembunyikan rona di wajahnya.
Jalal menatapnya dengan penuh gairah dan bertanya, “Dan...apa JODHA????” Dia putar kembali wajah Jodha ke arah dirinya, mengangkat dagunya dengan ujung jarinya dan mendesak sekali lagi, “Dan..”
Jodha merasa tidak nyaman ditatap sedalam itu...dia halangi mata Jalal dengan tangannya dan menjawab pelan, “Dan...kau sangat menawan dan mempesona hingga semua gadis akan meleleh dalam pelukanmu dan...” sebelum Jodha berkata lebih jauh...
Jalal sudah tidak mampu menahan dirinya... dengan lembut ditepisnya tangan Jodha yang menghalangi matanya dan bertanya ingin tahu, “Dan”
Jodha menambahkan dengan malu-malu, “Dan aku juga begitu, aku merasakan hal yang sama...tapi hari itu kau menghancurkan perasaanku dan melenyapkan semua harapanku saat kau memperlakukanku lebih buruk dari seorang pelayan....lalu kau meminta maaf dengan sungguh-sungguh...begitu kau mulai menganggap diriku penting, hatiku melupakan semua pahitan yang pernah kau lakukan padaku... Sesungguhnya, yang kuinginkan hanyalah sedikit cinta dan kepedulianmu... Aku menginginkan perhatianmu...Aku sangat mengharapkan cintamu... aku ingin merasakan sentuhanmu... Aku berusaha keras menekan dan menahan hasratku dan jatuh tertidur di sampingmu di bawah pohon itu dan bermimpi... Dalam lelapku aku tidak tahu bagaimana dan kapan aku tersesat dalam pelukanmu... Sikapmu yang posesif membuatku lupa diri dan kehilangan kendali...Hatiku menguasai pikiranku meski pikiranku tahu aku sudah bertindak bodoh tapi aku tak berdaya akan cintaku...”
Tatapan Jalal mengandung percikan gairah saat dia menjawab dengan sedikit merayu, “Jodha...Saat itu adalah momen yang sangat indah ketika kau berada dalam pelukanku... Seperti mimpi yang jadi kenyataan... Tidak pernah terbayangkan suatu hari kau akan luluh dalam pelukanku seperti itu. Hatiku tahu aku tidaklah pantas untukmu... Hatimu sangat suci dan murni sedangkan aku sangat kejam dan licik... tidak ada persamaan diantara kita, tak pernah terpikir kau akan menyerahkan dirimu padaku dengan sukarela... Jodha, saat itu adalah momen yang indah, ketika cinta berpadu dengan gairah maka hasilnya akan sangat menakjubkan... Jodha, aku tahu kau selalu menganggap aku adalah seorang yang sok kuasa tapi pada kenyataannya cintamu lah yang menguasai aku. Kau sepenuhnya mengendalikan hati dan pikiranku...Jodha, tidak ada hal yang lebih penting selain dirimu.”
“Jalal, aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama karena kau satu-satunya pria yang mampu menguasai diriku dengan akalmu dan kau pria yang sesungguhnya... Kekuatanmu, kepandaianmu, kepribadianmu yang menonjol, kemampuanmu mengambil keputusan dengan cepat membuatku tergila-gila padamu...Kau selalu percaya diri dan aku mencintaimu karena semua hal yang ada pada dirimu...”
“Jodha, katakan dengan jujur, apa kau masih merasakan hal yang sama seperti sebelumnya...Apakah keberadaanku masih memberikan efek yang sama???” Jalal bertanya dengan senyum tertahan di bibirnya.
Dengan polosnya Jodha masuk perangkap pada permainan kata-katanya dan menjawab polos, “Shahenshah, yang kurasakan sekarang lebih dari sebelumnya...”
Jalal menunduk ke arah Jodha dan menjawab dengan hangat dan ceria, “Benarkah Jodha begum, kalau begitu buktikan kalau kau tergila-gila padaku... bahkan hari ini kau masih bergairah karena sentuhanku... caramu membuatku mendambakan dirimu... karena sepertinya perasaanmu tidak sama lagi.” Matanya menggelap dan seulas senyum terukir di sudut bibirnya.
Kupu-kupu mulai terasa menari-nari di perutnya karena ditatap sedalam itu...’Ya Tuhan, dia tetap mampu mempengaruhi gejolak tubuhku dengan cara yang sama... hangatnya embusan napasnya menggelitikku dan membuatku lupa diri... Rasanya aku ingin menghamburkan tubuhku ke dalam dekapan lengannya yang berotot.’ Jodha bergerak mendekat dan berbisik dengan mesra di telinganya sambil menggesekkan pipinya pada pipi Jalal..”Hmmm...Aku bisa membuktikannya, Shahenshah, tapi aku harus memperingatkanmu karena kau sudah menggangguku sepanjang hari dan membuktikan bahwa aku juga bersalah, aku masih sangat marah padamu...jangan salahkan aku nanti...”
Jalal menyeringai nakal dengan tatapannya yang mampu membakar gairah Jodha, dia berkata dengan suara berat, “hmmm..Ahh..Aku tidak sabar melihat seberapa marahnya dirimu??? Aku suka kucing liar yang marah..” matanya bersinar penuh gairah... Mereka berdua sangat dekat, napas mereka saling beradu...Keduanya sama-sama merasakan desiran dalam tubuh mereka...
Jodha menggigit mesra cuping telinganya dengan giginya yang tajam dan bergumam, “Hukuman karena menggangguku di depan Masa.” Jalal mendesis nikmat sambil memejamkan matanya...senyum kecil terbayang di bibirnya... Jodha menenggelamkan jarinya ke dalam kelebatan rambut Jalal dan menariknya mendekat lalu mengecup lehernya dengan beberapa gigitan manis dan bergumam, “Yang ini karena kau menyelinap ke upacara Sangeet...” Jalal menyeringai dan merebahkan tubuhnya ke sofa membawa serta Jodha di atasnya lalu balas berbisik, “Jodha begum, jangan lupakan gaun yang kupaksa untuk kau kenakan...”
Jodha memberinya tatapan galak dan mengingat kembali cara Jalal mempermainkan dirinya, dia menjawab, “Mana mungkin aku lupa?” dan kembali menggigitnya kali ini dengan lebih kuat.
Jalal mengerang kesakitan, “Ouchhh...Jodha...aku tidak akan melepaskanmu sekarang...Junglee Billi.” Tiba-tiba dia mempererat pelukannya dan memutar tubuh mereka hingga sekarang ganti Jodha yang berada di bawah tubuhnya. Jalal menahan tubuh Jodha dengan membiarkan bobot tubuhnya menjadi penghalang sambil merespon ciumannya dengan liar dan gairah yang sama dan berbisik, “Aku tahu caranya menjinakkan macan yang liar...”
(Jodha)
Saansein ye teri hai, dhadkan bhi teri hai
(Nafasku milikmu; detak jantungku juga milikmu.)
Jeevan yeh tera huwa, tere hi chunne se
(Hidupku milikmu sejak kau menyentuhku dengan dalamnya cintamu)
Tan man sajaa mera
(Tubuh dan hatiku berdesir dengan sentuhan mesramu)
Huyi main parineeta
(Sentuhan mesramu membuat seorang wanita menikah hari ini)
Jiya dole haule haule...kyon yeh dole jaanu na
(Hatiku menari, pelan, pelan...Mengapa bisa menari, aku tak tahu)
Jiya dole...kyon yeh dole...jaanu na
(Hatiku menari...Mengapa menari...aku tak tahu)
Aroma wanginya bunga di atas sofa membuat mereka terlena, angin dingin menciptakan gelombang gairah dalam tubuh hangat mereka... Jalal menghentikan ciumannya dan mengatur napasnya yang terengah-engah dan menunggu Jodha membuka matanya... perlahan Jodha membuka matanya dan langsung menatap ke dalam matanya yang dalam...dan berkata, “Jalal...aku sangat mencintaimu. Hanya satu orang yang bisa menaklukkan diriku dan itu adalah kau.”
Jalal membalas dengan berbisik mesra, “Jodha, kau tahu benar, caranya menyulut api dalam tubuhku...kau tahu cara membuatku tergila-gila padamu.” Dengan lembut dia menyentuh bibir Jodha... dan Jodha bisa merasakannya...dia tarik tubuh Jalal mendekat dan mengaitkan jemarinya di rambut lembut Jalal. Kemudian Jalal melanjutkan aksinya mengulum bibir Jodha, dan saat Jodha mengerang, Jalal meluncurkan lidahnya masuk ke dalam mulut Jodha...keduanya sama-sama memejamkan untuk meresapi gairah dalam ciuman mereka... ciuman penuh cinta...jiwa mereka saling berpaut dengan erat...Perlahan api gairah mulai memercik...Yang terdengar hanya desah napas mereka yang memburu...
Tak sengaja pandangan Jalal tertuju pada bulan di atas langit dan memperkirakan waktu mereka saat ini, dia teringat janjinya pada Raja Bharmal untuk kembali sebelum Mehndi... Dia pandangi bulan itu sekali lagi dan menentukan perkiraan waktunya... Dia berkata dengan menyesal, “Jodha...kita harus segera kembali, kalau tidak kau akan terlambat untuk upacara Mehndimu...”
Jodha balik merayu, “Jalal, bahkan hari ini aku masih merasakan gairah yang sama...aku ingin kau rengkuh diriku dan menjadikan diriku milikmu sekali lagi...Aku tidak bisa menunggu lagi...Aku tidak peduli jika kita terlambat...”
“Jodha, aku sudah menantikan kesempatan ini sejak lama dan kerinduanmu juga membuatku gila...tapi aku sudah berjanji pada Raja Saheb kita akan kembali ke istana sebelum Mehndi dan kau sudah menghabiskan banyak waktu kita yang berharga hanya untuk bertengkar, dan kegemaran favoritmu untuk mengeluh dan mengomeliku...jadi semuanya salahmu, kita harus pergi sekarang untuk Mehndi atau aku akan memenuhi keinginanmu saat ini juga, tapi sekali kita memulainya maka aku tidak akan melepaskanmu selama berjam-jam...sekali saja tidak akan cukup untukku...kau yang putuskan!!”
Tiba-tiba Jodha tersadar dari mantra rayuannya dan menyadari betapa terlenanya dirinya...dan apa yang baru saja dia minta...Dia teringat seandainya dia terlambat maka Masa akan marah besar padanya.
“Ohhh jadi lagi-lagi itu salahku... Kau tahu Jalal, otakmu seperti otak seekor rubah...ayo kita kembali ke istana sekarang.” Kata Jodha memberengut kesal.
Jalal menghela napas dengan berat dan berkata dengan kecewa, “Ahhh ummm...Jodha...sejak aku sampai di Amer...berulang kali kita mengalami situasi seperti ini...sesuatu terjadi dan kita urung melanjutkan lebih jauh lagi...aku sama sekali tidak mengerti takdir kita ini akan seperti apa. Aku sudah tidak sabar kembali ke Agra dimana tak seorang pun akan mengganggu kita dan aku sudah lelah dengan semua ritual yang harus kujalani..”
Jodha bertanya, “Jalal, aku tidak tahu bagaimana caramu mengendalikan hasratmu saat ini...dan omong-omong... ini hanya masalah satu malam saja.”
Jalal tersenyum kecut dan berbisik sambil memeluknya, “Jodha, kau sudah melatihku cukup baik tentang bagaimana caraku mengontrol hasratku saat ini... dan ini bukan sekedar masalah satu malam saja....kita tidak perlu menunggu selama itu, setelah Mehndi, kau datang ke kamarku untuk menghabiskan waktu sepanjang malam denganku sesuai janjimu...Aku akan menjadikanmu milikku sepanjang malam...dan aku juga tidak akan membiarkanmu tidur sepanjang malam... Aku akan memenuhi keinginan Malika E Hindusta untuk merengkuhnya ke dalam diriku...”
“Malam ini...Jangan...Ja..ngan...Setelah Mehndi...Apa kau sudah gila Shahenshah...Mana mungkin aku datang ke kamarmu di depan banyak orang dan lagipula malam ini Masa akan tidur denganku. Tidak mungkin aku datang.” Jodha menolak dengan tegas.
“Kalau kau tidak datang, aku yang akan pergi ke kamarmu dan di depan Masa-mu, aku akan membawamu ke kemarku.”ujar Jalal dengan serius dan ekspresi bersungguh-sungguh.
Jodha merespon dengan agak memohon, “Jalal, ini hanya masalah satu malam saja...Kau sudah menunggu lama jadi tunggulah satu malam lagi...kumohon...lagipula tanganku akan penuh dengan Mehndi jadi aku tidak akan bisa menyentuhmu sama sekali malam ini.”
Senyum misterius tersungging di wajah Jalal, “Ohh...aku bahkan tidak berpikir ke arah sana...wow...menakjubkan...Tanganmu akan penuh dengan Mehndi...artinya Jungle billi yang liar akan sepenuhnya di bawah kendaliku dan aku bisa melakukan apapun yang kuinginkan...hmm...Mana mungkin aku melewatkan kesempatan ini...Ummm... Aku sudah tidak sabar menunggu Mehndi mu selesai...Dan ditambah lagi, ini adalah hukuman yang tepat untukmu atas semua kerinduanku dan kau akan membayarnya malam ini juga...” Jalal menjawab penuh semangat.
Jodha memicingkan matanya dan berteriak frustasi, “J..ala..l, kau tahu sendiri bobotmu lebih berat dari seekor gajah, lepaskan aku...buka telingamu dan dengarkan aku, aku tidak gentar padamu...dan aku tidak akan datang ke kamarmu malam ini. Kau bisa melakukan apapun dan aku tidak cukup bodoh untuk berpikir kalau kau akan benar-benar datang ke kamarku dan membawaku tanpa tahu malu ke kamarmu...”
Memperhatikan wajah Jodha yang kesal dan marah, Jalal menyeringai geli sambil berdiri lalu menjawab, “Jodha, ingat saat kau mengira aku tidak akan menyanyi dan menciummu di depan banyak orang.”
Jodha berpikir, ‘Oh Kanha, mana mungkin aku lupa, dia sanggup melakukan apapun dimanapun...Pastinya dia juga akan datang ke kamarku dan membawaku ke kamarnya sendiri di depan semua orang. Sebaiknya kututup mulutku dan tidak menantangnya lagi...dan bodohnya aku, aku sendirilah yang menantangnya dan menjanjikan jika dia menang maka aku akan menghabiskan malamku bersamanya. Oh Kanha...apa yang harus kulakukan sekarang...Dadisa, Masa, Sukanya, Shivani...semuanya ingin tidur di kamarku malam ini.’
Jodha bangkit mengikuti Jalal lalu melingkarkan tangannya ke sekeliling lehernya dan berkata dengan nada manis dan merayu, “Shahenshah, kumo..hon..demi Jodha-mu...dan ini hanya satu malam saja...Sebenarnya kau tahu Dadisa...Masa...Sukanya dan Shivani akan tidur di kamarku...dan juga, ini adalah hari terakhirku bersama mereka karena besok setelah pernikahan, kita akan pergi jadi kumohon mengertilah, suamiku yang tampan dan menawan...”
“Oh jadi sekarang aku tampan dan menawan...lalu mengapa tadi kau bilang aku lebih berat dari seekor gajah...Maaf, kau harusnya berpikir sebelum bertaruh...” Jalal menyembunyikan senyumnya dibalik suaranya yang serius.
Dengan kesal Jodha menatapnya dan berbisik keras, “Jallad.” (kejam)
Jalal pura-pura marah saat bertanya, “Apa yang baru saja kau katakan Jodha??”
“Ohhh tidak ada Shahenshah...Aku bilang ‘Kau adalah dewaku’...Bisa kita pergi sekarang kalau tidak kita akan terlambat untuk upacara heena.” Jodha menjawab dengan senyum dipaksakan dan menekan emosinya.
Jalal dan Jodha pergi kembali ke istana...Jalal bicara dalam hati...’Oh Jodha!! Aku tahu ini adalah hari terakhirmu bersama keluargamu di Amer dan di depan begitu banyak orang kau tidak akan datang ke kamarku....dan lagipula aku ingin kau menghabiskan waktu dengan keluargamu tapi aku mana mungkin aku melewatkan kesempatan untuk menggodamu...wajah kesalmu selalu membuatku gemas.’
Jodha bertanya bingung, “Shahenshah, ketika kau menantangku apakah aku masih memiliki hasrat yang sama seperti sebelumnya...kau sudah tahu kita tidak punya cukup waktu...kau tahu..”
Jalal menyeringai geli dan menjawab datar, “Cukup waktu untuk apa Jodha?”
Jodha berteriak kesal, “Ja..laal..”
Jalal tergelak keras dan menjawab, “Ya..aku tahu..”
“Oh, jadi kau tadi hanya merayuku...”kata Jodha kecewa.
“Tidak Jodha...kapanpun aku bisa merayumu...dimanapun, tapi kupikir daripada tidak sama sekali... anggap saja itu sajian pencuci mulut yang manis untukku...Aku akan bertahan sambil menikmatinya hingga kau datang padaku.” Jalal berbisik mesra di telinga Jodha.
Jodha berkata kesal, “Ingatkan aku saat kita sudah di Agra...kita harus menemui hakim untuk membicarakan masalah pencuci mulutmu...”
Tawa Jalal terlepas, dia terbahak-bahak dengan keras.
Jodha berkata dengan galak, “Berhenti menertawakanku, Shahenshah, aku merasa kedinginan..”
Jalal melepaskan syalnya dan melilitkannya pada tubuh Jodha lalu menarik tubuhnya mendekat dan melingkarkan tangannya dengan erat ke sekeliling pinggang Jodha.
“Shahenshah, aku sudah pakai syal dan kau akan terkena flu tanpa syalmu...ambil kembali punyamu.”
“Jodha, aku baik-baik saja tanpa syal dan jika aku memang terkena flu, tidak masalah karena malam ini kau akan datang ke kamarku untuk mengusir flu-ku jauh-jauh..” kata Jalal menggoda.
Jodha memilih diam dan merebahkan kepalanya ke dada Jalal lalu memejamkan matanya dan pura-pura mengeluh, “Shahenshah, kau suka sekali menggodaku.”
Jalal menjawab dengan seringai geli di wajahnya, “Dan kau selalu membuatku mendambakan dirimu.”
“Shahenshah, aku tidak mau bicara lagi, setiap kali kau selalu membalik kata-kataku.”
Jalal membalas, “Sejujurnya, aku menikmatinya setiap kali menggodamu, tidak ada hal lain yang bisa membuatku senang.”
Jodha berbisik, “Jallad.” Jalal tertawa...selama perjalanan, mereka terus saja saling melempar kata dalam kehangatan pelukan masing-masing.
*********
--NEXT--
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan Anda. Setelah baca jangan pelit comment ya...
Mohon tidak melakukan Copy Paste isi Blog ini dalam bentuk maupun alasan apapun. Tolong hargai kerja keras penulis.
Terima Kasih.