Written by Bhavini Shah
Translate by Dewi Setyo
Abdul, Jalal dan Jodha yang pingsan akhirnya tiba di ashram (pertapaan) Pandit Raghavendra. Jalal menggendong Jodha dalam pelukannya, dia terengah-engah nyaris kehabisan nafas sampai terhuyung-huyung. Dia berjuang mengatur nafasnya dalam mengatasi rasa paniknya dan rasa ketidaksabaranya. Dia menjadi takut dan lebih takut lagi dalam setiap detiknya melihat kondisi Jodha yang semakin mengkhawatirkan.
Jalal yang tidak sabar berteriak dengan sangat keras "Buka pintu” setelah mencoba menunggu beberapa detik tapi tak ada jawaban akhirnya dengan segera menedang pintu. Dia tahu bahwa tindakanya ini tidak sopan sama sekali tapi tak ada kebijaksanaan lain yang tersisa.
Jalal berteriak lantang “tolong... Dapatkah seseorang membantu saya.”
Karena kegaduhan yang ditimbulkan Jalal, hampir semua orang di ashram terbangun dengan tiba-tiba dan mendapatkan shock ringan. kepala Pandit dari pertapaan hampir berlari dengan wajah shock ngeri menuju pintu dan menatap Jalal dengan sedikit kemarahan, tapi segera ia menyadari situasinya dan melihat Jodha dalam pelukannya, Pandit langsung mengerti dengan sikap paniknya. Untungnya, Jodha adalah salah satu shishya-nya (mahasiswa) dan ia mengenalinya dengan segera.
Jalal dengan Nada Khawatir dan memohon mengatakan "Saya tidak punya waktu untuk menjelaskan Panditji, tapi saya butuh bantuan Anda. Apakah Anda memiliki hakim (dokter) di Ashram anda? Istri saya terkena racun dan dia tidak memiliki banyak waktu lagi." Dia mengambil jeda singkat untuk melihat reaksi pandit itu. Namun ketika dia tidak mendapat tanggapan dari dia, usaha terakhirpun dilakukanya, ia terus berbicara dengan nada memohon "Tolong bantu saya, saya akan memberikan apaun yang Anda inginkan, Anda dapat mengambil hidup saya tapi tolong sembuhkanlah istri saya." Pandit menatap Jalal dengan tatapan bingung, air mata dan ketidakberdayaanya sangat menyakitkan untuk dilihat.
Pandit dengan sabar meminta Jalal untuk menenangkan diri, dengan suara lembut dia berkata "tenangkanlah dirimu anakku, sekarang tempatkanlah Jodha di tempat tidur, aku akan mencoba yang terbaik untuk menyelamatkannya."
Jalal sempat kaget mendengar Pandit Ashram memanggil nama Jodha, tapi pada saat itu ia tidak tertarik untuk mencari tahu bagaimana dia tahu nama Jodha, bahkan dia tak tertarik untuk berbicara apapun. Perhatianya sepenuhnya hanya pada keselamatan istri tercintanya saja.
Pandit: "Apakah kau tahu berapa lama dia terkena racun dan ketika ia kehilangan kesadaranya?" tanya pandit tersebut.
Jalal: "Sudah 3 jam", dia menjawab dengan nada cemas luar biasa, seluruh tubuhnya menggigil karena takut. Ia lupa untuk sementara waktu bahwa ia adalah seorang raja, dia bertindak seperti layaknya pria biasa yang sedang mencoba untuk menyelamatkan nyawa istrinya.
Pandit memeriksa denyut nadi dan matanya untuk melihat dampak racun, ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan setelah memeriksa tanda-tanda vitalnya.
Jalal bisa melihat dengan jelas.... Jodha sedang berjuang, napasnya pendek, dia tampak sangat kesakitan yang memberikan tampilan mengerikan.
Jalal tidak pernah merasa takut sebelum ini dalam hidupnya, ia merasa seperti semuanya telah lenyap, denyut jantungnya sangat cepat sehingga telinganya mulai berdering keras. Tangannya gemetar dan air mata mengalir dengan derasnya. Dia tak peduli ketika tahu bahwa dia menangis di depan umum. Dia tidak peduli tampak lemah didepan banyak orang. Seperti sebelum-sebelumnya Ketika menyangkut tentang Jodha ia melupakan akalnya, kehilangan akal sehatnya. Jalal tidak pernah membayangkan, bahkan dalam mimpi sekalipun bahwa Jodha bisa mengambil suatu langkah drastis seperti ini.
Jalal melihat sebuah kuil krishna kecil di sudut ruangan. Ia memerintahkan Abdul untuk melepas sepatunya diluar dan ia sendiri juga melakukan hal yang sama.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Jalal duduk di depan kuil, dia melipat tangannya dan membungkuk dengan air mata yang menyayat hati, ia menyalakan diya (lilin pooja) dengan penuh keimanan dan meminta kepada Tuhan dalam nada memohon Jalal berkata "Khana (Tuhan), selamatkanlah Jodha, dia memiliki keimanan besar kepadamu. tolong beri saya semua karma masa lalunya yang buruk (dosa) dan mengambil hidup saya bukan dia, sayalah yang bersalah, Selamatkanlah Jodha saya."
Pandit berhenti untuk sementara melihat permohonan Jalal yang intens di depan Tuhan. Abdul sangat terkejut melihat perilaku Jalal yang berdoa kepada dewa Hindu.
Setelah doa pikiranya sekali lagi dialihkan pada Jodha. Kondisinya semakin buruk dan lebih buruk lagi disetiap hitungan detiknya. Jalal diam-diam dengan nada sangat lirih bergumam "Ohh .. Jodha Aku tidak akan pernah memaafkanmu untuk kebodohan gila dan menakutkan ini."
Jalal mondar-mandir dengan hati gelisah, sesekali mengusapkan tanganya ke rambutnya. Ia terus mengoceh dan selang beberapa menit selalu melontarkan pertanyaan yang sama pada Pandit dengan nada panik "Apakah dia baik-baik saja?"
Abdul ngeri melihat kondisi Jalal. Dia terkejut dan tidak percaya bahwa ini adalah Jalal yang sama yang ia kenal sejak dulu. Yang selalu berpikir sebelum berbicara, yang selalu bertindak sesuai rencana dan selalu berada dalam kontrol. tapi ketika berurusan dengan Jodha Begum dia begitu ganjil dan sangat berbeda. Dia berdoa kepada Kana, Wajah ketakutanya, kecemasan berjalanya, nada bicaranya. semuanya menunjukkan ketidaksabaran besar dan gugup, ia terlihat sangat panik.
Jalal mulai bergumam pada dirinya sendiri, sambil menatap Jodha ia berkata lirih “Kenapa kau tidak membunuhku saja, bukannya menghukumku dengan cara seperti ini. Aku lebih baik mati daripada pergi melalui rasa sakit ini. rasanya hatiku seperti akan meledak kapan saja. Jodha, aku tidak bisa melihatmu mati, aku akan sangat kesepian bila harus hidup tanpa dirimu, hidupku akan kosong lagi. Aku tidak tahu mengapa tapi aku punya begitu banyak harapan darimu dan aku begitu mudah marah padamu, mungkin karena kau adalah satu-satunya orang yang bisa menyentuh jiwaku, yang telah menjadi bagian dari hatiku."
Tiga jam telah berlalu tapi tidak ada tanda-tanda kesembuhan Jodha. Panditji telah membuat Jodha memuntahkan racun dengan bantuan obat-obatan tapi masih tidak ada perubahan.
Jalal bertanya pada Panditji terus-menerus dengan nada tak sabar mengenai kondisinya. Dia bisa membaca dengan jelas bahwa Panditji kehilangan harapannya secara bertahap. Tiga puluh menit berlalu, Jalal mulai berkeringat akibat stres yang ekstrim. Ia merasa sangat tercekik dan ketakutan. Kata-katanya sendiri secara terus menerus menghantui telinganya "Talaq (Perceraian)" Dia merasa seperti telah membunuh dirinya sendiri karena kekejamannya.
Jalal mulai kehilangan kesabarannya di setiap hitungan detik. Beberapa kali ia bahkan kehilangan sopan santun dan berteriak pada Pandit. Dengan nada menakutkan dia berkata "Jika sesuatu terjadi pada Hamari Jodha, saya tidak akan mengampuni anda". Namun kemudian dalam beberapa detik ia sendiri akan meminta maaf atas perbuatannya. Panditji berhenti memperhatikan Jalal, Dia bisa melihat dengan jelas bahwa dia gugup dan sangat khawatir akan keselamatan istrinya. Panditji, tanpa merespon tindakan Jalal dengan diam terus berusaha mengobati Jodha.
Kondisi Jodha semakin buruk dan lebih buruk setiap menitnya. Napasnya menjadi sangat lambat, denyut nadinya hampir tak terdeteksi.
Panditji dengan ekspresi ketakutan berkata dengan nada rendah "aku tidak berpikir aku akan bisa melakukan apapun lagi yang bisa menyelamatkanya. Aku telah memberinya obat anti racun untuk membalikkan efek dari racun itu tapi aku tidak melihat efek apapun sejauh ini. Sepertinya dia telah menyerah, keinginan batinnya untuk melawan sudah tak ada, dia tidak punya banyak waktu lagi. Sayangnya, itu diluar kekuasaanku untuk menyelamatkannya sekarang.”
Jalal tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan yang dia dengar, hatinya kembali berdetak menjadi lebih kencang, darahnya mendidih dengan rasa khawatir, kecemasanya sudah mencapai pada tingkat yang sangat ekstrim. Dia mulai merasa kekurangan napas, ia mengatakan dalam nada gagap “Nehhi Jodha..Nehhi..Nehhi.. kau tidak bisa meninggalkan aku dengan cara seperti ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi." Tiba-tiba, ia kehilangan keseimbangan, kakinya tak bisa lagi menopang berat badanya, kesadaranya mulai memudar, tidak bisa melihat Jodha dengan jelas, dalam hitungan detik akhirnya ia pingsan.
Abdul dan Panditji keduanya menjadi panik melihat kondisi Jalal seperti itu. Pandit dengan nada keras mengatakan "ia mendapat serangan panik." Ia lalu memerintahkan Abdul mulai menggosok kakinya dan melonggarkan pakaiannya.
Jalal melihat dalam mimpinya, ia berlari-lari kecil di sebuah gua yang sangat gelap. Tak ada satu pun orang di sekitar situ, dia berteriak liar "Jodha ... Jodha" matanya meneteskan air mata tak terbendung. Dikejauhan ia melihat sinar kecil dengan kilauanya memudarkan penglihatanya. Jalal melihat Jodha berdiri dekat dengan cahaya menunggunya. Untuk mengejar ketinggalan, ia berlari secepat ia bisa menuju cahaya terang. Dia bisa melihat, Jodha tidak menyeberang menuju cahaya sebagai gantinya ia menunggunya di antara gelap dan terang. Jalal tahu bahwa Jodha akan pergi darinya, pergi kedunia abadi. Dia berteriak keras "Jodha tunggu aku.”
dilihatnya Jodha sedang berjuang menunggunya. Seperti ada beberapa kekuatan yang tidak diketahui itu mencoba menariknya pergi. Jodha mendengar suara nyaring, ia berbalik dengan mata berkaca-kaca dan mencoba menghentikan langkahnya. Untuk kali kedua ia berteriak keras sehingga Jalal bisa mendengarnya "Jalal, aku tidak ingin pergi."
Jalal telah mencapainya, ia mencoba unuk meraih tanganya tapi itu diluar jangkauanya. mereka bisa melihat satu sama lain dengan jelas, dengan nada memelas Jalal mengatakan "Jodha, Tolong jangan tinggalkan aku sendirian di sini, jangan pergi."
Jodha dengan air mata berlinang mengatakan dalam nada yang menyakitkan "Jalal, saya telah mencoba tapi saya tidak bisa kembali dari sini, saya tidak mempunyai kekuatan untuk kembali, tapi saya akan tetap disini menunggu anda, sampai anda datang. Anda harus kembali, anda memiliki begitu banyak tanggung jawab untuk dipenuhi. Tapi sebelum Anda kembali saya ingin mengatakan sesuatu.
setelah jeda singkat ia melanjutkan. " Jalal, Hum Aapse Mohabbat Karti Hai, saya mencintaimu lebih dari hidup saya. Hati dan jiwa saya hanya milik Anda dan saya akan menunggu untuk anda sampai selamanya."
Jalal meraung dalam kemarahan "Jodha, aku lelah dengan sikapmu. Mengapa semuanya kau yang memutuskan? Jika kau meninggalkanku maka aku akan ikut denganmu. Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini, kembalilah untukku. Apa yang kita bagi dengan satu sama lain adalah cinta, sebuah cinta yang mendalam. apa yang aku rasakan untukmu, kasih yang kurasakan untukmu tak ada yang bisa lebih dalam dari itu. aku tidak bisa hidup tanpamu. Jika hal ini disebut cinta maka yaa aku mencintaimu. Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Cinta murni dan kuatmu telah mengubahku, aku akan meninggalkan segalanya hanya untuk bersama denganmu, tidak ada masalah yang lebih penting dibandingkan dengan cintamu. Aku sekarang punya hati dan itu hanya milikmu, Jodha kumohon kembalilah kesini, kembalilah demi Jalalmu atau aku akan ikut denganmu. Cobalah lebih keras lagi untuk datang kembali padaku.”
Lalu Jalal mengulurkan tangannya dan berkata “Jodha, ulurkan tanganmu padaku. Aku akan menarikmu kembali dan jika aku tidak bisa maka kau harus membawaku ikut bersamamu.”
Kata-kata Jalal tiba-tiba memberikan energi yang luar biasa untuk Jodha, dengan segala kekuatan dia mencoba mengulurkan tangannya kearah Jalal. Dengan cepat Jalal meraih dan menggenggam tangan Jodha dan menariknya kedalam pelukanya.
Jalal merasakan ada percikan air mengenai wajahnya dan mendengar Abdul berteriak kencang "Shahenshah"
Jalal perlahan tersadar dan melihat wajah khawatir abdul. Dia sadar bahwa tadi dia sempat pingsan dan kemudian ia teringat apa yang terjadi dalam mimpinya, segera Jalal dengan ekspresi cemas dan dengan sekuat tenaga bangun untuk melihat Jodha.
Panditji dengan tenang bertanya "Shahenshah, Bagaimana perasaanmu?"
Jalal tidak tertarik menanggapi pertanyaan ini, ia balik bertanya dengan tidak sabar "Bagaimana Jodha?"
Panditji dengan nada ceria dan mengejutkan menjawab "Shahenshah, ini adalah sebuah keajaiban. Jodha kembali dari dunia lain. Untuk sesaat sepertinya dia telah berhenti bernapas dan denyut nadinya tidak ada selama lebih dari dua menit. Namun tiba-tiba ia mulai bernapas lagi dan obat-obatan yang kita gunakan juga mulai bekerja pada dirinya, detak jantungnya juga benar-benar normal sekarang. dengan berkat Tuhan dia telah selamat dan dalam beberapa jam saya yakin dia akan siuman."
Mendengar itu stress Jalal tiba-tiba lenyap dan dengan perasaan lega dia melipat tangannya dengan mata berkaca-kaca dan berkata "Panditji, Anda telah menyelamatkan hidup saya hari ini, selamanya saya akan berhutang budi kepada anda. Tolong ceritakan apa yang bisa saya lakukan untuk Anda? Anda akan mendapatkan apa pun yang Anda minta."
Panditji dengan nada riang menjawab "Shahenshah, terima kasih atas kehormatan ini, tapi aku benar-benar tidak ingin apa-apa. Aku memiliki kebutuhan yang sangat terbatas dan mereka sudah terpenuhi. lagipula, aku tidak bisa mengambil apa pun darimu karena Jodha adalah muridku. Ini adalah tugasku untuk menyelamatkan hidupnya." maka Panditji menepukkan tangannya di bahu Jalal dengan senyum dan berjalan keluar dari ruangan bersama Abdul untuk mengatur obat-obatan dan mengatur persiapan bermalam mereka, karena mereka akan bermalam di Ashram ini.
Jalal duduk di samping Jodha, menunggunya sadar. Jalal masih terkejut dengan Jodha yang mencoba bunuh diri. Dia masih bingung dengan kekhawatiran ekstrimnya sendiri untuk Jodha, ia merasa benar-benar marah pada Jodha atas keputusan gila drastis ini. Bagaimana dia bisa berpikir tentang meninggalkan aku seperti ini?
Bersambung ke Part 2-->
lanjut mba...seru bacax :)
ReplyDeleteMbak sinopsis slnjtx ya
ReplyDeleteakhirnya Jodha selamat juga... Makanya jgn sembarangan ucap Talaq yaa shahensyah...
ReplyDelete