By: Viona Fitri
Di sebuah kamar, terlihat seorang gadis yang tengah meringkuk sambil menggenggam tangan seseorang yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Wajahnya terlihat sembab, matanya nanar dengan air mata. Manik matanya yang biasa bercahaya, kini tampak redup terhalangi sesuatu yang menggenangi matanya. Air matanya masih terus mengucur deras dari kedua sudut mata indahnya.
“Jodha, sudah lah. Ayah tidak apa-apa nak! Jangan menangisi ayah mu ini.” kata sang ayah sambil mengelus lembut rambut sang anak.
“Apa yang ayah katakan? Ayah sedang sakit saat ini. Bagaimana bisa ayah berkata bahwa ayah baik-baik saja? Aku pasti akan membalaskan rasa sakit ayah pada Jalal,“ kata Jodha sambik masih terisak pilu disamping sang ayah.
“Jodha, ayah mu pasti akan sembuh nak. Jangan terus menangisinya. Berdoalah pada dewa agar segera memberi kesehatan pada ayah mu.” ucap Mainawati pada putri pertamanya itu.
Kedua adik Jodha yang bernama Shivani dan Sukanya juga ikut menangis sedih di samping ranjang sang ayah. Karna seorang pengusaha Muda ternama di India, proyek ayahnya jatuh, dan bangkrut seketika itu. Semuanya habis untuk membayar hutang mereka pada Bank. Semenjak saat itu, Tuan Bharmal ayah Jodha jatuh sakit. Dalam hati Jodha bertekad akan membalaskan rasa sakitnya itu pada Tuan Jalalludin Muhammad Akbar, sang pengusaha ternama di India.
Jodha Bangkit dari duduknya lalu mengambil tasnya dari atas meja kamar orang tuanya. Meinawati seperti tau akan apa yang akan dilakukan oleh putrinya itu. Apalagi selain mencari seseorang yang bernama Jalalludin Muhammad Akbar untuk membalas rasa sakitnya yang bertumpuk di dada. Sampai - sampai membuat dadanya terasa sesak untuk bernapas menghirup segarnya udara di lingkungan sekitarnya.
“Jodha kamu mau pergi kemana nak?“ tanya Mainawati pada Jodha.
“Apalagi selain mencari seseorang yang bernama Jalalludin Muhammad Akbar yang telah membuat hidup kita hancur berantakan seperti ini.” kata Jodha sambil menghapus air mata di pipi halusnya.
“Jodha Jiji, tolong hentikan pencarian mu itu, lihatlah kondisi ayah saat ini. Dia sangat membutuhkan perawatan medis, kita harus segera membawa ayah ke rumah sakit. Lebih baik kita mencari biaya untuk berobat ayah,“ kata Sukanya memohon pada sang kakak sambil berlinang air mata.
Jodha memperhatikan Ayahnya yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Melihat kedua adik dan ibunya yang sangat berharap padanya.
“ Baiklah. Jiji akan berhenti mencarinya. Sekarang Jiji akan pergi dulu untuk mencari pekerjaan. Tapi Jiji, tidak akan pernah berhenti untuk mencari Lelaki penghancur itu.“ Jodha tersenyum lalu berlalu dari sana.
Entah sudah berapa jauh jarak yang ia tempuh untuk mencari pekerjaan, tapi belum ia temukan juga sampai terik matahari berada tepat diatas kepala.
Dret... Dret... Dret. Ponselnya berdering yang langsung mengangkat panggilan dari layar ponselnya. Jodha duduk dibawah pohon yang rindang sambil mengobrol dengan si penelepon yang ternyata adalah Moti, sahabat sejatinya semenjak Sekolah Menengah Pertama itu.
“ Halo Jodha? Bagaimana kabar mu? “ tanya Moti dari sebrang ponsel sana.
“Baik, kamu baik juga kan Moti? “ tanya Jodha riang sambil menyerutup minuman yang di bawanya dari rumah.
“Baik Jodha. Owh ya bagaimana kondisi ayah mu apa sudah mulai membaik “ tanya moti.
“Ya begitulah Moti, belum ada perubahan. Aku berharap, Ayah akan segera sehat kembali.”
“Jodha aku berdoa pada dewa agar segera memberikan kesehatan pada ayah mu. Owh ya, kebetulan di Cafe tempat ku bekerja, sedang membutuhkan seorang pelayan lagi. Kalau kau mau, aku akan memberi tahukan pada manager ku secepatnya. Aku tau kau sangat membutuhkan banyak biaya kan saat ini? “
“ Iya Moti. Aku mau bekerja di sana. Kapan aku akan mulai bekerja? “ tanya Jodha Gembira. Senyumnya mengembang indah membuat lengkungan indah di bibirnya yang merah bagaikan kelopak mawar yang sedang mekar.
“ Tapi Jodha, kau adalah anak dari Tuan Bharmal, apa kau tidak malu bekerja sebagai pelayan Cafe? “
“ Untuk apa malu? Aku bekerja demi ayah ku. Aku mencari pekerjaan dengan jalan yang Halal. Aku tidak peduli dengan apa kata orang nanti. Aku hanya ingin ayah ku segera sehat kembali. Dan setelah itu, aku akan mencari seseorang yang bernama Tuan Jalalludin Muhammad Akbar.” kata Jodha menggeram ketika menyebut nama Jalalludin Muhammad Akbar.
“Baiklah Jodha. Aku akan segera memberitahu pada Manager ku. Kalau udah ada keputusan aku akan segera menghubungi mu lagi.”
“Baiklah. Dah! “ Via telepon pun terputus. Jodha menghela nafas lega kemudian kembali ke rumah ke hati senang sekaligus semangat yang menggelora di dada.
Keesokan harinya, tambak mentari menyembul dari awan menerangi seluruh bumi dengan senyum khas kehangatannya. Burung pun berkicau dengan merdunya seperti menyanyikan melodi indah di pagi hari seperti itu.
Jodha terbangun dari tidur lelapnya sembari menyapa hari barunya. Jodha melihat ponselnya yang tergeletak diatas meja kamar. Ada 20 panggilan tak terjawab dari Moti dan 5 pesan.
Jodha membuka pesan singkat dari Moti dan melompat kegirangan setelah membaca isi pesan singkat itu. Tanpa buang banyak waktu lagi, Jodha bangkit dari tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke tempat kerja barunya.
Setelah terlihat rapi dan wangi, Jodha keluar dari kamarnya sambil meminta izin pada kedua orangtuanya untuk berangkat bekerja di sebuah Cafe di dekat sebrang jalan raya sana.
Meinawati dan Bharma merasa senang dengan kabar baik ini. Mereka mendoakan agar Jodha berhasil dan setiap pekerjaannya.
“Pergilah Jodha, kami selalu mendoakan yang terbaik untuk mu. Kau harus bertanggung jawab dan jujur dalam bekerja. Semoga Dewa memberkati mu, nak!“ ucap Meinawati penuh haru sambil mencium kening Jodha lembut. Bharmal hanya tersenyum memperhatikan istri dan Putrinya yang ceria seperti dulu lagi.
“Ayah aku akan bekerja sekarang, jagalah kesehatan ayah. Setelah menerima gaji pertama ku nanti, aku akan membelikan ayah obat. Aku tau ayah akan segera sembuh sebentar lagi. Aku pergi dulu,“ Jodha mencium tangan ayahnya dan berlalu dari sana. Wajahnya terlihat begitu berseri hari ini, pancaran cahaya yang pernah hilang dari matanya, kini kembali bersinar dan membawa kehidupan baru baginya.
Sudah hampir 30 menit Jodha berjalan menyusuri jalanan becek yang semalam baru saja di guyur hujan deras. Tapi semangat di hatinya serasa tidak pernah padam dan semakin berkobar. Ini adalah sebuah tantangan terbesar dalam hidupnya.
'Dus... Strt... Strt...' Sebuah mobil mewah melaju cepat dari samping Jodha. Air becek yang membanjiri jalan itu terciprat kearah Jodha dan membuat baju indahnya itu kotor dalam sekita.
“Hey kau... Bisakah menurunkan laju kendaraan mu itu. Apa kau tidak melihat ada orang disini? “ Jodha berteriak keras pada di pengendaran Mobil yang baru saja melintas di sampingnya.
Si pengendara langsung turun dari audinya dan menghampiri Jodha dengan satu assisten pribadinya.
Seorang pria berambut gondrong berkacamata hitam keluar dari dari mobil mewahnya. Sesaat pria berambut gondrong itu terpana dengan kecantikan gadis yang tengah ada di hadapannya.
Ia seperti menemukan Bidadari di pagi hari ini. Matanya yang bersinar, rambutnya yang indah tergerai panjang dan kulitnya yang putih bak pualam sangat-sangat sempurna melekat dalam dirinya. Segera si pria gondrong berkacamata hitam itu tersadar dari seluruh imajinasinya.
“Ada apa nona? Kenapa kau berteriak sangat keras seperti tadi?“ tanya Pemuda yang bernama Jalal itu.
“Ada apa ada apa. Kau lihat tidak, pakaian ku kotor seperti ini! Kau sombong sekali, hah? Aku tau kau pemuda kaya, tapi tak bisakah berlalu lintas di jalan raya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan di Undang-undang? “ Jodha memaki si pengendara dengan kesal. Ia belum tau bahwa yang ada di hadapannya saat itu adalah Jalalludin Muhammad Akbar, seseorang yang sedang ia cari.
Jalal hanya ternganga memperhatikan gadis yang tengah memarahinya saat itu. Ia ternganga bukan karna omelan sang gadis, melainkan memperhatikan bibir ranum merahnya yang sangat menggoda bagaikan kelopak bunga mawar yang sedang mekar.
“Kau ini dengar atau tidak perkataan ku? Apa kau tau? Ini adalah hari pertama ku bekerja, aku sangat berharap banyak dengan pekerjaan ku ini. Dan karna ulah mu, semuanya menjadi hancur berantakan. Aku rasa kau sama dengan Jalalludin Muhammad Akbar, sang pengusaha muda tersombong di India. Dia telah menghancurkan hidup kami dalam seketika. Ku kira, kau sangat cocok untuk menjadi penerus sang pengusaha sombong sekaligus penghancur itu!“ Jodha berkata dengan begitu emosi. Unek-unek yang ia tahan, akhirnya terucap kan didepan seseorang yang tepat, namun sayangnya dia masih belum menyadari kalau pemuda itu adalah Jalal.
Jalal tersentak kaget begitu mendengar penuturan dari gadis cantik yang ada di hadapannya. Sepertinya, ia tidak mengenal siapa gadis ini, lalu kenapa gadis cantik ini mempunyai dendam tersendiri di hatinya mengenai pribadinya.
“Apa kau mengenal tuan Jalal? “ tanya Jalal penasaran. Kedua matanya membulat besar saat itu. Jalal benar-benar tidak sabar menunggu jawaban dari gadis itu.
“Kau jangan tanyakan dia padaku. Semua orang sudah mengenalnya. Bahkan aku sampai tidak bisa melupakan apa yang telah terjadi pada keluarga kami karna perbuatannya.”
Jodha mencoba menahan segala emosi yang ada di dalam dadanya. Entah kenapa dirinya menyesal menyebutkan nama Jalal tadi! Setiap nama itu disebut rasanya emosi semakin menjadi dan ingin rasanya membalaskan dendam secepatnya pada Jalal.
Jalal membuka kaca mata hitamnya dan menatap lekat pada Jodha. Yang ditatap malah balik menatap dengan tak kalah sengitnya. Ia benar-benar tidak pernah gentar dengan siapa pun itu dalam hidupnya. Ia hanya berprinsip pada ajarannya untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran.
“Maksud ku, ada hubungan apa antara nona dengan tuan Jalal? Sepertinya nona sangat membencinya. Apakah ada masalah diantara kalian?” tanya Jalal semakin merasa penasaran.
“Hubungan ku dengannya adalah musuh. Kalau kau bertemu dengannya tolong katakan bahwa aku JODHA BAI sedang mencarinya dan akan segera membalaskan dendam ku padanya.” jawab Jodha panjang lebar.
Jalal hanya mengangguk mengerti. Dari perselisihan ini ada dua hal yang ia dapat kan. Pertama, gadis cantik yang ada di hadapannya saat ini adalah orang yang sangat membencinya. Dan yang kedua, gadis tidak mengenal siapa sebenarnya orang yang sedang berdiri tegak dihadapannya.
“Nona sebaiknya anda jangan berkata seperti itu tentang tuan Jalal. Dia adalah orang yang kaya raya, dia bisa membeli apa saja dengan uangnya. Mungkin kau juga akan di beli olehnya suatu saat nanti.” Ucap Jalal menyeringai.
PLAK... Sebuah tamparan keras mendarat telak di pipi Jalal. Seketika itu juga emosi Jalal memuncak. Hampir saja ia membalas tamparan panas tangan Jodha, namun Maansing, assisten Jalal menghentikan tangan jalal dan berbisik lembut ditelingan tuannya itu.
“Tuan dia adalah wanita. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini. Lihatlah, semua orang mulai berkerumun memperhatikan kalian berdua,“ Kata Maansing tepat ditelinga Jalal.
Jalal menurunkan tangannya dan melihat kesekeliling mereka. Dan benar saja, saat itu orang-orang tengah mengerumuni mereka dengan tatapan penasaran bercampur heran.
“Kenapa tidak jadi menampar ku? Ayo tampar!” kata Jodha sambil menunjukkan sebelah pipinya pada Jalal.
“Aku ingatkan pada mu tuan, jangan pernah kau menyebut nama laki-laki penghancur itu di hadapan ku lagi. Aku benar- benar sangat membencinya. Dan ternyata anda berpikir bahwa Jalal akan bisa membeli ku dengan uangnya, itu adalah pemikiran yang salah. Ternyata semua orang kaya sama saja, mereka selalu berpikir dengan uang mereka bisa membeli segalanya “ Jodha berkata sedikit pelan karna pandangan semua orang yang sedang memperhatikannya membuatnya tersadar kalau saat ini ia tengah berselisih di depan umum.
“Aku sudah harus pergi. Jadi aku minta maaf karena ketidak sengajaan ku tadi.” Jalal mengambil beberapa lembar uang dari dalam sakunya.
“Ini untuk membeli baju baru buat mu!” Jalal membuka tangan Jodha dan memberikan beberapa lembar uang disana. Sementara Jodha merasa muak dengan sikap pria ini yang menganggap semua hal dapat di beli dengan uang termasuk juga dirinya.
Jodha membuang uang itu dihadapan Jalal. Semua orang membulatkan mata mereka melihat lembaran uang berjatuhan dijalanan.
“Kau pikir aku ini apa? Apa kau mengira bahwa aku ini barang yang bisa dibeli dengan uang mu? Aku tidak membutuhkan uang - uang mu itu. Kau bisa mengambilnya kalau kau mau.”
Emosi Jalal sudah bagaikan naik keatas ubun-ubunnya. Dia berkata dengan nada membentak “Aku sudah meminta maaf pada mu dengan sangat baik. Aku memberi mu uang, bukan untuk membeli diri mu melainkan karna pakaian mu yang kotor itu. Kalau kau merasa terhina itu bukan kesalahan ku. Dan aku rasa kau perlu banyak belajar untuk menghadapi Jalal saat kau bertemu dengannya nanti.” Jalal langsung berjalan menuju mobilnya.
Tapi sebelum Jalal masuk kedalam, sebuah lemparan sesuatu mendarat tepat di kepalanya. Jalal berbalik dan mengambil sepatu yang baru saja mengenai kepalanya.
“Kau melemparnya?” tanya jalal dengan suara bergetar menahan amarah. Jodha hanya terdiam sambik masih mengatur ritme nafasnya.
Namun tidak ada jawaban dari Jodha. Jalal semakin geram dan bertanya dengan nada berteriak kali ini.
“Aku bertanya pada mu. Apa kau yang melemparnya?” tanya Jalal sambik mencampakkan sepatu yang di pegangnya sedari tadi.
“ Kau pantas mendapatkan itu Pria sombong. Suatu saat nanti kau akan tunduk di bawah kaki seseorang yang membenci mu dan kau juga akan mendapatkan seorang istri dari seseorang yang kau benci.” Jodha mengambil sepatunya yang tergelak lalu pergi dari sana.
Begitu Jodha pergi Jalal pun memasuki mobil mewahnya dengan gaya berwibawanya. Di dalam mobil, Jalal terus saja mengoceh panjang pendek tentang Jodha yang telah berani menghinanya di depan umum. Tidak ada yang pernah mempermalukannya dengan benar-benar sekasar itu sebelumnya.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
--NEXT—