Pelabuhan Terakhir Bagian 12



By Er Lin..... Jodha sangat menikmati air hangat yang merendam tubuhnya yang memberikan kehangatan pada seluruh tubuhnya. Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas di benaknya, membuat tubuh Jodha membeku. 'Apa yang akan dikenakannya saat keluar dari kamar mandi? Tidak mungkin ia hanya mengenakan handuk di depan Jalal. Rasanya juga tidak mungkin Jalal akan membangunkan mamanya di tengah malam seperti ini hanya untuk meminjamkan baju untuknya.' Rasa panik membanjirinya. Jodha memaki-maki kebodohannya dalam hati.

Jodha dengan cepat menyelesaikan rendamannya, lalu membersihkan dirinya dari sisa busa yang menempel di tubuhnya dengan air yang mengucur dari shower. Jodha menyambar sebuah handuk lebar yang tergantung lalu melilitkan handuk lebar itu di sekeliling tubuhnya. Jodha juga meraih satu handuk kering lagi dari lemari kecil yang ada disana untuk menutupi bahunya yang terbuka.

Dengan ragu Jodha membuka pintunya sedikit, mengintip dari dalam untuk melihat apakah Jalal masih berada disana. Setelah memastikan Jalal tidak ada, Jodha menghela nafas lega. Jodha segera keluar dari kamar mandi lalu menyapukan pandangannya keseluruh kamar Jalal. Pandangannya terhenti saat matanya melihat bingkisan di atas tempat tidur Jalal.

*****

Jalal sedang sibuk memasak, ia hanya akan membuat nasi goreng dengan bahan-bahan yang tersedia di lemari pendinginnya.

“Adakah yang bisa aku bantu?” tanya Jodha yang tiba-tiba muncul.

Jalal melihat Jodha sekilas, “Ada, duduklah yang manis disana.”

Jodha mengangkat bahunya, lalu duduk di salah satu kursi yang tersusun rapi melingkari meja makan yang besar. Mengamati Jalal memasak dari jauh sambil bertopang dagu. “Jalal, om dan tante mana? Apakah mereka sudah tau kalo aku ada disini?” tanya Jodha saat menyadari kondisi rumah terlihat sepi.

“Mereka sedang keluar kota,” jawab Jalal sambil menata nasi gorengnya diatas dua piring, “Menghadiri undangan dari relasi kerja papa.” Setelah selesai menata nasi gorengnya, lalu membawanya ke meja makan. Jalal memberikan satu piring untuk Jodha dan satu lagi untuk dirinya sendiri. “Aku juga tadi sudah menelpon kakak mu, untuk memberitahu mereka bahwa kau akan menginap disini malam ini,” ucapnya seraya duduk dihadapan Jodha.

“Sekarang makanlah,” ujar Jalal lagi, sedangkan dirinya sendiri pun mulai menyantap makanannya.

Untuk sesaat tidak ada diantara mereka yang mengeluarkan suaranya, mereka sama-sama menikmati makanan mereka.

“Kenapa tadi kau bisa sampai ke hujanan?” tanya Jalal sambil tetap menyantap makanannya.

“Aku berjalan kaki kesini,” jawab Jodha santai

Kening Jalal berkerut, “Mobilmu?”

“Aku tinggal.”

Jalal menghentikan makannya,”Dimana?”

Jodha tidak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya sambil tetap menikmati makanannya.

“Yaaaaaaaa,” teriak Jalal sembari membanting sendok ke piringnya. “Apa kau gila? Kau meninggal mobil mu entah dimana lalu berlari kesini disaat sedang hujann.”

Jodha ikut membanting sendoknya,”Kenapa kau selalu berteriak padaku? Baru kemarin kau meminta maaf padaku, tapi sekarang kau kembali membentak ku,” kata Jodha dengan nada yang tidak kalah tinggi.

“Bagaimana aku tidak berteriak, kau tau bagaimana khawatirnya aku saat kakak mu menelpon ku memberitahuku bahwa kau belum pulang ke rumah, jantung ku hampir berhenti berdetak. Apa kau mau aku mati karna jantungan akibat selalu mengkhawatirkan mu,hah?”

Jodha tiba-tiba menangis histeris.

“Hei, kenapa kau menangis? Diam lah, nanti kau membangunkan semua orang.

Jodha bukannya diam justru menangis lebih histeris. “Kau selalu saja membentakku.”

“Ya khuda,” Jalal meremas rambutnya. Gadis ini kembali bertingkah seperti anak kecil yang menangis karna kehilangan permennya, dan lagi-lagi dia harus menjadi seorang paman yang menenangkannya.

“Baiklah-baiklah aku minta maaf, hah? Sekarang diamlah. Setelah ini kita makan es cream, ok”

Jodha menghentikan tangisannya. “Aku mau rasa strowberry,” ucapnya meski masih terdengar sisa isak tangisnya.

Jalal terkekeh, “Ya Tuhan, kenapa aku bisa sampai jatuh cinta dengan mu,” gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

***************

“Jalal baru saja menelpon, dia bilang Jodha saat ini sedang ada dirumahnya,” kata Sujamal kepada Meina.

Meina menghela nafas dan menganggukkan kepalanya sedikit. Raut wajahnya yang tadi tegang karna khawatir kini bisa kembali tersenyum. setidaknya ia sekarang tau keberadaan Jodha dan bagaimana kondisinya.

“Apa ibu akan melakukan apa yang diminta sama Jalal kepada ibu?” tanya Sujamal saat melihat ibunya hanya diam dari tadi.

*Flashback
Siang itu Jalal datang ke kantor Meina. Jalal langsung memberikan USB yang menjadi barang bukti kejahatan Meina.

“Aku tidak akan membawa masalah ini ke ranah hukum, tapi aku minta tante kembalikan semua yang seharusnya memang menjadi milik Jodha,”

“Tapi Jalal___” tangan Meina bergetar saat menggenggam USB, “Apakah Jodha sudah mengetahui ini semua?”

Jalal menggeleng.

Meina menghela nafasnya. Meina meraih kedua tangan Jalal lalu mengenggamnya dengan erat, “Tante mohon Jalal, biarkan tante yang memberitahu Jodha semua ini, tante mau minta maaf kepadanya Jalal.”
*Flashback End

Meina mengangguk pelan.

“Setelah masalah ini selesai aku akan pergi dari sini, dan aku minta ibu ikut dengan ku, bu,” pinta Sujamal. Suaranya terdengar serak karna berusaha menahan agar tangisnya tidak pecah. “Kita tidak pantas disini bu, aku juga malu jika nanti harus berhadapn dengan Jodha, apa yang harus aku katakan pada Jodha? Apa aku harus bilang bahwa Ibu ku yang selama ini menyayanginya adalah pembunuh ayahnya. Meski Jodha adalah adik tiri ku tapi aku sangat menyayanginya bu.”

Sujamal membersihkan air mata yang mulai mengganggu pandangannya, “Saat ini aku malu menjadi anak ibu,” ucapnya lalu bangkit dari duduk nya dan mulai berjalan kearah pintu tapi langkahnya terhenti saat mendengar Meina berkata “Maafkan ibu Sujamal, karna telah mengecewakan mu.”

Sujamal membalikkan tubuhnya, melihat kearah Meina yang duduk di kursi kerjanya. Sujamal melihat Meina yang ternyata juga sedang menangis.

**************

Jalal merebahkan Jodha diatas ranjangnya, menutup tubuh Jodha dengan selimut hingga sampai ke dadanya. “Tidurlah yang nyenyak, aku akan tidur di sofa,” ucapnya dan lalu mencium kening Jodha dengan lembut.

Ketika Jalal akan pergi dengan cepat Jodha menahan pergelangan tangan Jalal hingga membuat Jalal menghentikan langkahnya. Jalal membalik tubuhnya menghadap ke Jodha, “Ada apa?” tanya Jalal kemudian duduk di tepi ranjang. Jodha pun bangun dan duduk menghadap ke Jalal.

“Jalal,,,,” panggil Jodha dengan lembut.

“Hmmm,” jawab Jalal.

“Hhmmm, apakah kau akan melaporkan ibu ku ke kantor polisi?” tanya Jodha dengan hati-hati.

Jalal menundukkan kepalanya untuk melihat langsung ke mata Jodha. “Bagaimana kau bisa tau?” tanya Jalal yang terkejut mendengar pertanyaan Jodha.

Jodha mengangguk, “Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mu dengan Abul mali di kantor tadi siang.”

Jalal menghela nafasnya sebentar,”Awalnya aku memang ingin membawa masalah ini ke ranah hukum, tapi aku tau, kau pasti tidak ingin aku melakukan itu, karan kau begitu menyayangi mereka,” jelas Jalal sambil membelai pipi jodha.

Jodha mengangguk, matanya sudah mulai berkaca-kaca. “Makasih,” ucap Jodha dengan pelan.

“Terimakasih untuk apa?”

“Terimakasih karna sudah mau menjadi calon suami ku.”

Jalal menghapus air mata Jodha yang mulai membasahi pipinya, “Aku juga terimakasih padamu karna sudah mau menjadi calon istriku,” lalu kembali mencium kening Jodha dengan lembut.

“Tapi, ada apa kau ke kantor ku tadi siang?” tanya Jalal

“Oh itu, aku habis ketemu sama Ruqyah. Dia memberitahu ku sesuatu yang membuat ku harus secepatnya menemui mu.”

Wajah Jalal langsung berubah tegang saat mendengar nama Ruqyah. Dia takut Ruqyah akan melakukan sesuatu yang bisa menyakiti Jodha lagi.

Melihat perubahan wajah Jalal membuat Jodha langsung tertawa. “Tidak perlu tegang seperti itu, dia tidak menyakiti ku kok, dia cuma memberitahukan sebuah rahasia besar tentang mu.”

“Apa? Rahasia?” tanya Jalal yang semakin terkejut. 'Apa Ruqyah memberitahu Jodha bahwa aku dulu sering gonta ganti pacar?'

Jodha mengangguk sambil berusaha menahan tawanya. “Dia memberitahu ku bahwa kau_____” Jodha sengaja menghentikan kata-katanya, ia ingin menggoda Jalal, “Bahwa kau____” kembali Jodha menghentikan kata-katanya. Ingin rasanya Jodha tertawa sekencang-kencangnya karna melihat reaksi Jalal yang sangat ketakutan. “Bahwa kau sangat mencintai ku.”

Jalal menghela nafas panjang, “Kau menakutkan ku,” ucapnya karna merasa lega Ruqyah tidak mengatakan sesuatu yang aneh-aneh. “Syukurlah akhirnya kau tau bagaimana perasaan ku padamu. Sebenarnya aku sudah mulai menyukai mu saat pertama kali melihatmu dari foto yang mama kasih ke aku. Dan aku juga tau kalo kau sekarang juga sudah mulai mencintaiku.”

Jodha langsung menundukkan wajahnya yang merona merah karna merasa malu dengan Jalal yang mengetahui perasaanya dengan tepat.

Jalal menunduk melihat langsung kemata gadis itu. “Apakah itu artinya kalo sekarang kita pacaran?”

Jodha langsung mengangkat wajahnya, menatap wajah Jalal dengan intens. Jodha tidak menjawab pertanyaan Jalal, tapi dia melingkarkan tangannya di leher Jalal, mencium bibir Jalal sebagai jawaban dari pertanyaan Jalal.

Ciumannya begitu kaku, tanpa teknik sama sekali. Namun, ulah gadis ini tetap dapat mengetuk keras saraf ransangan Jalal dengan kuat, membuat seluruh badan Jalal terasa panas.

Jalal mendorong tubuh Jodha dengan lembut, “Aku yakin jika caramu mencium pria seperti itu, tidak akan ada pria akan tergoda oleh mu,” ucap Jalal yang sengaja mengejek teknik ciuman Jodha.

Jodha lalu memukul dada Jalal seolah merasa kesal dengan ucapan Jalal. Dia lalu langsung merebahkan kepalanya di dada bidang pria itu yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Jalal terkekeh dengan ulah Jodha barusan, “Sekarang tidurlah, sudah malam,” ujar Jalal lalu mencium kepala Jodha dengan lembut.

Bersambung

FanFiction Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik Disini


0 comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan Anda. Setelah baca jangan pelit comment ya...

Mohon tidak melakukan Copy Paste isi Blog ini dalam bentuk maupun alasan apapun. Tolong hargai kerja keras penulis.

Terima Kasih.