<--Sebelumnya
Woo Jin yang berada di rumahnya, mendapat panggilan dari Direktur yang memintanya bertemu disuatu tempat. Sebelum berangkat, Woo Jin melihat penyadap di jasnya.
Sesampainya ditempat, sudah ada Direktur dan assistennya yang menunggunya. Direktur membujuk Woo Jin untuk menyerahkan buku rekeningnya kepadanya. Awalnya Woo Jin tak mengaku bahwa ia yang membawa bukunya, namun karena desakan Direktur, ia akhirnya mengakuinya.
Direktur dan Assistennya tertawa senang. Mereka bertiga langsung bersulang karena itu. Direktur beralasan bahwa ia sedang cemas, sehingga ia terlihat tegang. Direktur mulai serius, “Oh ya, Cha Woo Jin. Sebagai Jaksa yang bermartabat, kau tidak mungkin meminjam uang dari rentenir, kan? Woo Jin, fikir sekali lagi. Ini bukan masalah pribadiku, tapi ini menyangkut nasib bangsa. Nasib bangsa.”
Pembicaraan mereka terpotong karena Penyidik Go yang datang tergesa-gesa. Direktur menebak apa ada orang yang menyerahkan diri lagi. Penyidik Go membenarkannya, kali ini adalah pembunuh Taek bersaudara. Direktur yang awalnya tidak serius, menjadi terkejut setelah mengetahui hal itu. Dan kali ini, Woo Jin lah orang terakhir yang ingin ditemui sebelum menyerahkan diri. Tanpa berfikir panjang, Woo Jin langsung menanyakan lokasinya.
Han Mi Seon berdiri di pinggir atap gedung, dan jika terpeleset, maka tubuhnya akan langsung terjatuh ke lantai dasar. Tentunya, sudah banyak aparat yang ada dibawah.
Penyidik Go mencoba menghentikan Woo Jin, karena bisa jadi semua ini adalah jebakan. Namun Woo Jin tak menghiraukannya, karena dengan menemuinya adalah satu-satunya cara untuk mengetahui siapa dalang dibalik semua peristiwa yang terjadi.
Woo Jin sudah sampai diatas. Han Mi Seon memakai kaca mata dan earphone ditelinganya yang tentu sudah ada orang yang memberinya komando, berbalik setelah mengetahui kedatangan Woo Jin. Woo Jin hanya mendengarkan semua penuturan Mi Seon, “Kalau kau tidak melihat kebawah, maka kau tidak akan takut. Pernah mendengarnya? Ketika berjalan diketinggian. Itu semua bohong. Bukan karena melihatnya kau jadi takut. Sekujur tubuhmu akan terasa gatal karena membayangkan rasa sakitnya. Benar, sampai saat ini aku masih harus menyusui bayiku. Terlalu dingin. Awalnya aku meminjam uang demi menyelamatkan anakku. Karena tidak bisa membayarnya, aku menjual sesuatu yang layak dijual. Ginjal, hati, mata. Tapi dengan tumbuhnya anakku, tiba-tiba suatu malam terjadi sesuatu. UGD bilang mereka harus segera melakukan operasi darurat. Tapi tidak ada dokter. Aku menunggu dengan cemas, lalu dokter yang mengoperasi muncul. Tapi saat itu, aku bisa mencium dengan jelas bau alkohol pada tubuh dokter itu. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
“Karena mereka adalah Tuhan yang menentukan hidup mati kita. Jangan karena Tuhan sedikit mabuk, kau menolak kasih karunia-Nya. Tapi sekalipun setelah menerima kasih karunia-Nya, anakku juga tidak menunjukka perkembangan. Jadi demi menyelamatkan anakku, aku menjual kornea mataku. Tapi... anakku tidak akan pernah bangun selamanya. Dan dokter yang mabuk itu tidak merasa bersalah.”
Woo Jin menanyakan motif membunuh Tak bersaudara apa karena ingin mengambil ginjalnya, apa ada orang yang membantu Mi Seon. Mi Seon pun membenarkannya.
Woo Jin dapat menebak bahwa orang yang membantu Mi Seon kini menyuruhnya untuk bunuh diri. Woo Jin membujuk Mi Seon supaya mau turun, “Kau sudah terlalu banyak membayar harganya. Tapi kau masih memiliki sisa hidupmu.” Namun Mi Seon menolaknya.
Woo Jin sadar, jika Mi Seon mati, maka sandera yang lain akan melakukan kejahatan yang serupa. Woo Jin pun juga sadar bahwa dokter yang mengoperasi anak Mi Seon masih hidup.
Penyidik Go bersama seorang petugas berusaha keras mencari saluran jaringan komunikasi di daerah itu. Setelah sekian lama, akhirnya Penyidik Go menemukannya dan langsung memotongnya.
Seketika itu juga, handphone sang Mi Seon mati. Woo Jin kemudian naik dan menghampiri Mi Seon. Sementara Penyidik Go dan yang lain yang ada dibawah langsung cemas melihatnya.
Woo Jin menanyakan siapa yang menyuruh Mi Seon. Mi Seon terus berjalan mundur. Sebelum Mi Seon lompat, Woo Jin mengatakan sesuatu, “Orang yang mengabulkan permintaanmu untuk balas dendam, adalah Iblis. Iblis itu telah merenggut cinta pertamaku dariku. Lalu bagaiana denganmu? Kau ingin balas dendam bersamanya? Tapi sebenarnya, Iblis itu ingin merenggut nyawamu. Sekarang ini kau harus mendengarkan aku. Kau tidak perlu mati. Aku akan menangkap Iblis itu. Hidup dengan baik juga termasuk balas dendam.”
Mi Seon tak mau mendengarkannya. Ia memilih bunuh diri. Mi Seon langsung menjatuhkan dirinya dan Woo Jin pun mengikutinya. Semua orang berteriak histeris.
Mi Seon masih tertolong dengan bantuan balon udara. Woo Jin sempat menyentuh balon udara itu, namun hanya sesaat. Tubuhnya terjatuh ke dasar yang membuatnya tak sadarkan diri. Kabang Han, Eun Bi dan Penyidik Go langsung menghambur ke arahnya.
Yoo Chang Seon baru keluar dari penjara. Seorang pria sudah menunggunya didalam taksi dengan topi dihadapannya. Chang Seon melepaskan topinya. Pria itu mengambil topi Chang Seon dan langsung pergi dari sana. Chang Seon masuk ke dalam taksi dan mengambil topi itu. Didalamnya sudah ada ponsel dan ada pesan masuk. Setelah tahu perintahnya, Chang Seon langsung melajukan taksinya.
Direktur dan Assistennya sangat bingung karena atasan mereka terus marah-marah karena sampai saat inibelu mendapatkan buku rekening itu dari tangan Woo Jin. Direktur memerintahkan untuk mengintrogasi Woo Jin dengan metode TF karena mereka tak mempunyai pilihan lain.
Dong Soo berjalan dengan gayanya bak model. Ia bersiap untuk masuk keruangan direktur. Sesampainya didalam, sudah ada direktur dan assistennya yang menyambutnya.
Woo Jin kembali bermimpi buruk. Saat ia terbangun, sudah ada Eun Bi dihadapannya. Eun Bi mengatakan bahwa Kabang Han melarangnya membangunkan Woo Jin. Ia juga menyampaikan bahwa Kabang Han sudah kembali ke kantor. Ia menanyakan kenapa Woo Jin selalu terluka setiap saat dan harus dirawat setiap hari. Woo Jin tersenyum mendengarnya, ia tahu bahwa Kabang Han yang mengatakan itu.
Ketua Choi datang keruang rawat Woo Jin. Eun Bi yang melihatnya tanpa membawa apapun, menyidirnya bahwa orang yang dirawat seharusnya dibawakan buah dan sejenisnya, apalagi Woo Jin bukanlah Jaksa biasa.
Woo Jin hanya tersenyum geli. Ketua Choi mengerti maksud sindiran Eun Bi. Ia pun memberikan uang kepada Eun Bi dan memintanya membeli buah. Eun Bi pun girang dan langsung keluar.
Ketua Choi memuji semua tindakan Woo Jin. Ia juga tahu bahwa Woo Jin sudah tahu bahwa ia menyadapnya, dan kini ia sudah tahu apa yang Woo Jin bicarakan. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak sampai Woo Jin merasakan kesakita. Ketua Choi meminta Woo Jin tidak bersandiwara, ia tahu bahwa hanya beberapa tulang rusuk Woo Jin yang patah. *Tulang rusuk patah dibilang bercanda. Haddechh..*
Woo Jin mulai serius saat mendengar ucapan Ketua Choi yang mengatakan bahwa kejaksaan bekerja sama dengan Ketua Kim, orang yang bengis dan tak punya hati. Ketua Choi menanyakan apa Woo Jin akan menggunakan dirinya sebagai umpan sampai akhir. Woo Jin membenarkannya bahkan meskipun ia harus mengorbankan nyawanya. Woo Jin meminta Devisi dari Ketua Choi untuk selalu mengawasi, karena jika penjahat sesungguhnya telah diawasi, maka penjahat itu akan semakin sulit ditemukan persembunyiannya.
Penyidik Go kini sidah menemukan dokter yang mengoperasi anak Mi Seon. Awalnya dokter itu terus mengelak hingga membuat Penyidik Go kesal. Penyidik Go akhirnya melangkah pergi dan berpesan supaya Dokter itu menyiapkan pengawalan untuk dirinya sebanyak 500 orang. Karena semua rekannya sudah mati dan kini tinggal dirinya.
Dokter itu merasa ketakutan dan akhirnya mengikuti Penyidik Go. Saat diparkiran, sudah ada Chang Seon yang mengawasi mereka. Penyidik Go sadar bahwa ada mobil yang mengikutinya. Setelah Chang Seon mendapatkan pesan, ia langsung melajukan mobilnya dan menghentikannya tepat didepan mobil Penyidik Go.
Chang Seon keluar dari mobil yang dikendarainya dan menuju ke sang Dokter. Ia terus memaksa membuka pintu mobil sementara Penyidik Go keluar dan berpesan supaya dokter tidak membukakan pintunya. Namun Penyidik Go kalah cepat, Chang Seon memecahkan kacanya dan langsung mengarahkan pisaunya ke arah Dokter. Dokter berhasil menghindar dan pisaunya hanya mengenai tempat duduk mobil.
Penyidik Go mencoba menghentikannya dan perkelahian sengit pun terjadi ditengah hujan yang deras. Dokter itu lari disaat mereka berdua saling menyerang. Penyidik Go kehabisan tenaga karena Chang Seon menusukkan pisaunya ke perut Penyidik Go. Dengan sisa-sisa tenanganya, Penyidik Go berusaha menghubungi seseorang.
Chang Seon mengirim pesan kepada Dokter menanyakan keberadaannya dan alhasil ponsel dokter berbunyi saat itu juga. Dengan cepat, Chang Seon menemukan keberadaan dokter. Ia menyeret dokter itu ke penyeberangan jalan yang sudah ada tanda X dan membunuhnya disana.
Woo Jin berjalan ke ruangan Mi Seon sambil menekan penanya dan dengan mudah ia masuk ke ruangan Mi Seon. Woo Jin duduk disamping Mi Seon yang terikat, “Aku minta maaf. Dunia ini akan terlihat seperti ini.”
Namun Mi Seon tidak tidur, ia dapat mendengar ucapan Woo Jin dan menimpalinya, “Hanya dengan balas dendam, dunia ini akan menjadi indah. Jadi, keadilan tidak akan pernah menjadi seperti sungai yang kering.” Woo Jin tak kuasa menahan kepedihannya mendengar ucapan Mi Seon.
Saat Woo Jin keluar ruangan, ia berpapasan dengan Chang Seon yang menuju ke ruangan Mi Seon.
Eun Bi menghampiri Woo Jin dengan cemas. Ia memberitahu Woo Jin bahwa ponselnya terus bergetar dan memberitahukan bahwa Penyidik Go tertusuk.
Saat Woo Jin akan menghubungi Penyidik Go, ia dan Woo Jin mendengar teriakan dari kamar inap Mi Seon. Petugas yang berjaga sudah tergeletak dan suster berlari keluar. Di dalam, Mi Seon sudah tak bernyawa lagi dengan darah mengalir dari tubuhnya.
Woo Jin melihat jendela yang terbuka. Namun sebenarnya Chang Seon masih bersembunyi disana. Eun Bi yang melihat Chang Seon hendak menusuk Woo Jin, langsung menusuk kaki Chang Seon dengan pisau yang dipegang Chang Seon.
Perkelahian sesaat terjadi disana. Sebelum Chang Seon melompat jendela, ia menyapa Woo Jin dan membuat Woo Jin kebingungan karena tak mengenali Chang Seon.
Chang Seon terus berlari dengan pincang dan Eun Bi dan Woo Jin terus mengejarnya. Eun Bi tak memperdulikan permintaan Woo Jin untuk kembali karena Woo Jin juga manusia. Chang Seon sempat menabrak sepasang kekasih yang baru keluar dari toko sepatu hingga sepatu yang mereka beli terjatuh.
Eun Bi yang terburu-buru langsung melompati pria yang mengambil sepatunya. Namun ia tersenyum senang melihat sepatu itu dan berbalik mengambilnya. Awalnya pria itu mengira bahwa Eun Bi akan mengembalikan sepatunya namun tidak, Eun Bi justru mengambil sepatu yang sebelahnya. Sepasang kekasih itu hanya saling menatap bingung melihat tindakan Eun Bi. Ternyata sepatu itu Eun Bi berikan kepada Woo Jin yang tidak memakai sepatu.
Lagi-lagi Chang Seon menabrak seseorang. Kini ia menabrak seseorang yang membawa banyak barang dagangan. Ia sadar bahwa ponselnya terjatuh. Ia berusaha mencari ponselnya namun tak menemukannya karena Eun Bi sudah dekat dengannya.
Eun Bi yang melihat banyak posel didepannya langsung tergiur. Ia hendak memilih ponsel dihadapannya. Ia langsung mengambil ponsel yang saat itu berbunyi yang dapat dipastikan itu adalah ponsel Chang Seon. *Good Job Eun Bi.*
Woo Jin yang dapat mengejar Eun Bi dengan menahan sakitnya, memintanya menghubungi Kabang Han dan tak lupa berterima kasih karena Eun Bi sudah banyak membantunya.
Dengan sekejap Kabang Han dapat menemukan lokasi mereka di Stasiun Mado dengan bantuan alat pelacak. Eun Bi sendiri sampai bingung karena Kabang Han sudah tahu sebelum ia memberitahunya. Eun Bi langsung tersadar saat Kabang Han menanyakan keadaan Woo Jin. Ia langsung menutup ponselnya sehingga membuat Kabang Han cemas.
Woo Jin terus mengejar Stasiun Mado. Eun Bi dengan sekencangnya mengejar mereka berdua. Namun saat diterowongan, ia tertabrak sepedayang dikendarai seseorang. Ia tak memperdulikan rasa sakitnya dan terus mengejar Woo Jin.
Kini Stasiun Mado sudah sampai di penyebrangan layang. Tentu sudah ada aparat disana dan Stasiun Mado sudah tersudut. Stasiun Mado tersenyum senang karena sempat menyapa Woo Jin. Woo Jin bingung dengan maksud ucapannya karena ia tak dapat mengingat apapun.
Stasiun Mado melompat namun Woo Jin masih dapat memeganginya. Stasiun Mado meminta Woo Jin melepaskannya, karena Woo Jin bisa saja terjatuh bersamanya.
Stasiun Mado melihat truk yang sedang melaju ke bawahnya. Sebelum ia melepaskan pegangannya pada Woo Jin ia mengucapkan kalimat terakhirnya, “Jaksa Cha, aku mencintaimu.” Woo Jin tak mengerti ucapannya, ia terlalu terkejut saat melihat Stasiun Mado yang tertabrak dan tewas seketika itu.
Bersambung ke Episode 4-->
Komentar:
Komentar:
Tindakan Mi Seon mungkin dapat dibenarkan bagi mereka yang tidak mendapatkan keadilan. Keadilan tidak dirasakan manusia secara merata. Karena dengan uang, hukum dengan mudah dikendalikan. Dan mungkin karena itulah, orang tak mampu yang tak memiliki harapan hidup, memilih balas dendam untuk mendapatkan keadilan untuk dirinya.
Namun apapun alasan itu, sebaiknya kita jangan sampai mengotori tangan kita dengan balas dendam. Karena balas dendam, hanya akan membuat kita sama dengan orang itu. Kita pun tak ada bedanya dengan orang tersebut, sama-sama jahat dan tak memiliki perikemanusiaan. Benar yang dikatakan Woo Jin, hidup dengan baik juga termasuk balas dendam. Balas dendam yang tidak akan menodai jiwa kita dan tangan kita.
Dan lagi-lagi, barang bukti ada ditangan Eun Bi. Selain buku rekening itu, kini ponsel yang terhubung kepada dalang dari semua kasusu yang terjadi.
Dan yg bikin geregt plus penasaran, apakah eun bi bakal kasih hp itu ke woo jin?
ReplyDeleteKurang tahu juga itu. Saya belum nonton eps selanjutnya.
Delete