Written by Samananika
Translate by ChusNiAnti
Akhir pekan telah berakhir dan hari Senin telah tiba. Jalal bangun dan tersenyum. Seluruh akhir pekannya berlalu dengan memikrikan tentang waktunya bersaman Jodha. Dia bangun dan mandi. Dia mengenakan setelan Armani favoritnya dan bertemu Ammijaan di meja sarapan.
Jalal: “Selamat pagi, Ammijaan.”
Ammijaan: “Selamat pagi, Jalal. Ada apa, kau terlihat bahagia sekali?”
Jalal: “Tidak ada apa-apa, hanya saja pagi ini semuanya terlihat indah.”
Ammijaan tahu ada sesuatu yang berbeda. Ia telah memperhatikan semuanya, Jalal terlihat bahagia akhir pekan ini. Dia adalah anaknya. Hamida dalam dengan jelas melihat perubahan sekecil apapun dalam perilakunya. Namun dia tidak menanyakan apapun, karena ia tahu bahwa Jalal tidak akan mengatakannya kepadanya. Jalal selesai sarapan dan siap untuk pergi ke kantor.
Jalal: “Ammijaan, saya pergi. Saya akan pulang malam.”
Ammijaan: “Oke, Jalal. Tetapi hubungi aku jika kau pulang terlambat. Tolong jangan lakukan apa yang telah kau lakukan pada hari Jumat.”
Jalal: “Oke, Anda jangan khawatir, bye.”
Ammijaan: “Bye, Jalal.” (untuk dirinya): “Ya Allah! Ku mohon lindungilah anakku, selalu. Aku tidak tahu apa yang terjadi dalam pikirannya, tetapi tolong bimbinglah dia ke jalan yang benar.”
Jalal duduk di mobilnya dengan supir pribadinya untuk pergi ke kantor. Sopir yang sedang mengemudi tiba-tiba berhenti. Mereka terjebak dalam kemacetan lalu lintas. **Eeaaa,, dan Mr. Dreamer akan terlambat untuk bertemu Hottienya,,, LOL**
Jodha, yang datang dengan kereta api, kini sampai di kantor. Dia memasukkan id cardnya sebagai kehadiran. Dia memasuki ruang resepsionis. Dia disambut Ruqaiyya dan menuju ruangan Jalal. Disana dia bertemu Salima.
Jodha: “Oh Salima! Selamat pagi! Bagaimana akhir pekanmu?”
Salima: “Baik! Bagaimana denganmu?
Jodha: “Baik juga. Apakah Pak Presdir ada diruangannya?”
Salima: “Dia belum tiba. Dia meneleponku dan mengatakan bahwa ia sedang terjebak macet. Dia mengatakan kepadaku supaya memberitahu semua karyawan yang melaporkan kepadanya untuk melaporkan kepada Vice President, Adham Khan hari ini.”
Jodha: “Oke, terima kasih banyak! Aku akan pergi dan melapor kepadanya segera.”
Jodha pergi dari sana dan menuju ruangan Adham. Dia mengetuk pintu dan Adham menyuruhnya masuk
Jodha: “Selamat pagi, Pak. Saya Jodha Singh, manajer departemen pemasaran. Saya harus melaporkan kepada Anda hari ini karena Pak Presiden belum tiba.”
Adham: “Oh ya, saya mendapat telepon dari Jalal. Silahkan Anda duduk.”
Jodha: “Sebenarnya Pak, saya hanya melaporkan kepada Anda. Jadi, saya akan segera pergi.”
Karena Adham memaksa, Jodha tidak membantah. Dia menarik kursi dan duduk diatasnya.
Adham: “Jadi, apa yang anda sukai, teh, kopi, atau saya?”
Jodha terkejut dengan apa yang dikatakan Adham. Ia tahu apa yang ingin dilakukan Adham padanya. Dia segera bangkit.
Jodha: “Pak, saya pikir saya harus pergi. Saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting.”
Adham bangkit dari kursinya dan berdiri di depannya. Dia menyeringai dan memandang wajah Jodha. Jodha, melihat ke bawah. Dia tidak mau melihatnya.
Adham: “Mengapa kau merasa begitu malu? Kau tidak menyukaiku?”
Jodha tidak menjawab. Dia ingin segera keluar dari ruangan itu.
Adham: “Oh Tuhan! Kau akan sangat malu! Tapi aku menemukan hal itu begitu menarik pada seorang wanita!”
Kemudian Adham mencoba untuk menyentuh wajahnya. Jodha menghindari tangannya dan segera berlari keluar dari ruangannya. Adham terus menyeringai.”
Adham: “Hmm... Jadi dia melarikan diri. Dia adalah wanita pertama yang menyerahkan dirinya padaku, menarik. Siapa tadi namanya? Haan, Jodha. Jodha! Aku akan membuatmu tergila-gila padaku!”
Jodha sampai di meja kerjanya. Dia masih terguncang dengan peristiwa yang terjadi di ruangan Adham. Jantungnya berdetak dengan cepat. Dia duduk dan minum air hinga akhirnya dia tenang.
Jodha (untuk dirinya): “Apa yang sedang ia lakukan? Aku tidak pernah mau ruangannya lagi! Bahkan jika Pak Presiden terlambat lagi, aku akan menunggu dia daripada melaporkan kepada pria itu!”
Jalal akhirnya tiba di kantor. Ia langsung pergi ke ruangannya. Dia mengatakan kepada Salima supaya memanggil Jodha. Jodha beranjak menuju ruangan Jalal. Dia berjalan, dia melihat Adham datang dari arah lain. Dia memandangnya dan memberikan senyum licik. Jodha bergegas ke ruangan Jalal.
Jodha: “Selamat pagi, Pak Presiden.”
Jalal: “Selamat pagi, Jodha.”
Jodha kemudian duduk. Ia sedikit bingung karena melihat Adham mengingatkan dia tentang apa yang terjadi di ruangannya. Jalal menyadari Jodha sedang gelisah.
Jalal: “Apa yang terjadi, Jodha? Apakah kau baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu?”
Jodha: “Tidak ada apa-apa, Pak Presiden, saya hanya merasa sedikit panas.”
Jalal: “Tetapi seluruh kantor ber-AC.”
Jodha: “Aku hanya sedikit gelisah di ruangan ber-AC.”
Jalal: “Baiklah, intinya aku memiliki beberapa pekerjaan untukmu hari ini.”
Jodha mendapatkan beberapa pekerjaan tambahan selain pekerjaan pokonya. Jodha sangat jengkel sedangkan Jalal sanagt senang dan tersenyum licik.
Jalal: “Oh ya, Jodha. Aku ingin tahu tempat yang bagus untuk makan siang. Aku ingin mengajak Beanzir makan siang bersama.”
Jodha (untuk dirinya): “Oh Ambe Maa! Dia telah memberiku begitu banyak pekerjaan disini! Dan ia masih menanyakan hal-hal seperti itu! Dia begitu menjengkelkan! Mengapa dia tidak bisa memutuskan sendiri?” (untuk Jalal): “Saya benar-benar tidak tahu Pak Presiden. Saya benar-benar terlalu tegang untuk menjawab hal-hal yang Anda tanyakan.”
Jalal: “Jodha, kau harus menjawab apapun yang aku tanyakan padamu! Dan itu termasuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan! Aku atasanmu!”
Jodha: “Pak Presiden, hanya membawanya ke kantin kantor. Masuk akal kan, makanan disana lezat dan ada diskon hari ini!”
Jalal: “Aku tidak bisa membawanya ke sana. Aku harus membawanya ke sebuah restoran bintang 5.”
Jodha: “Lalu silahkan putuskan sendiri, Pak Presiden. Saya benar-benar terburu-buru dan saya perlu untuk menyelesaikan pekerjaan ini.”
Jodha kemudian meninggalkan ruangan Jalal dan menuju ke meja kerjanya. Jalal terus tersenyum.
Jalal: “Jodha, aku tahu bahwa kau mengundangku dan memberiku teh. Tapi itu tidak berarti aku melupakan penghinaan itu, Hottieku!”
Jodha mengerjakan pekerjaan yang diberikan Jalal padanya. Dia sangat sibuk hingga dia tidak menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya. Tiba-tiba, dia merasa ada tekanan pada bahunya. Ia berbalik dan melihat Adham berdiri belakangnya.
Jodha: “Apa yang Anda inginkan sekarang, Pak?”
Adham: “Aku hanya ingin berkencan denganmu.”
Jodha: “Bagaimana jika saya mengatakan menolak?”
Adham: “Maka aku akan terus bertanya padamu sampai kau mengatakan ya.”
Jodha: “Lalu saya akan terus mengatakan tidak, saya tidak tertarik.”
Jodha kemudian berbalik untuk melanjutkan pekerjaannya. Adham berdiri di sana untuk sementara waktu, menunggu sampai ada percakapan yang lain dengan Jodha, tetapi semuanya sia-sia. Ia berbalik dan pergi ke ruangannya. Namun, Jalal telah melihat semuanya dari ruangannya.
Jalal: “Apa yang Adham coba lakukan? Mengapa ia berbicara dengan Jodha ketika dia sedang mendapatkan pekerjaan dariku?”
Jalal gagal untuk memahani apa yang terjadi karena tiba-tiba Benazir memasuki ruangannya dan langsung memeluknya.
Jalal: “Benazir, mengapa Anda datang terlambat ke kantor?”
Benazir: “Aku adalah atasan. Lalu mengapa harus aku datang tepat waktu?”
Jalal: “Ya baiklah. Kemana kau ingin pergi untuk makan siang hari ini?”
Benazir: “Lain waktu saja ya... Aku benar-benar tidak ingin pergi hari ini.”
Jalal: “Haan, oke. Mungkin lain waktu.” Benazir kemudian meninggalkan ruangannya. ....Bersambung ke Part 2