By: Tyas Herawati Wardani
Bismilah, semoga part ini gak bikin bosen
Tidak pernah terlintas dalam pikiran Jalal, kalau Jodha punya hubungan dengan Tuan Rasheed Nayak –‘Ini benar-benar memalukan. Apa Jodha tidak bisa mencari pria lain untuk dirayu Kemarin dia sudah menyelamatkan bisnisku, tapi hari ini dia akan menghancurkannya... Apa Tuan Rasheed tidak tahu wanita seperti apa Jodha itu?’—
Jalal – “Jodha..! Katakan padaku sedang apa kau disini?!”
Jodha juga sama terkejutnya dengan Jalal. Dia tidak tahu Jalal akan menemukannya disini. Karena gugup, Jodha sampai berdiri dari kursinya.
Jodha – “Eh..Tuan Jalal..aku..”
Tuan Rasheed pun ikut berdiri, dia sepertinya mencium adanya ketegangan diantara kedua tamunya itu, maka dia mencoba untuk menengahi..
Tuan Rasheed –“Tuan Jalaluddin, apa kau kenal dengan Nona Jodha?”
Jalal – “Tentu, dia istriku!”
Untuk beberapa saat Tuan Rasheed terdiam, dia terkejut atas jawaban Jalal. Namun, setelah mulai memahami inti permasalahannya, dia tersenyum dan mempersilakan tamunya duduk.
Tuan Rasheed – “Ooh, aku mengerti... Duduklah dulu Tuan Jalal, sepertinya kau salah paham padaku... Jodha, jelaskan padaku, kenapa kau tidak memberitahu kami kalau kau sudah menikah?!”
Jalal –“Kami..?”
Tuan Rasheed—“Iya, aku dan istriku. Sebentar lagi dia datang. Jodha.. duduklah dulu. Sekarang kau harus menjelaskannya!”
Jodha tidak sadar kalau ternyata dia masih berdiri. Jodha pun kembali duduk dan Jalal menempatkan dirinya duduk di sebelahnya.
Tuan Rasheed –“Tuan Jalaluddin, ini benar-benar kebetulan yang sangat menyenangkan. Kau suaminya Jodha dan Jodha adalah teman terbaik kami. Tidak ada yang lebih kuinginkan selain menjalin relasi dengan orang-orang yang sangat kupercaya... Jadi Jodha, berapa lama kau sudah menikah?”
Jodha –“Baru seminggu yang lalu..”
Tuan Rasheed—“Benarkah?!! Kalian pengantin baru rupanya?! Tapi kenapa kalian terlihat canggung? Tidak tampak sedikitpun kebahagiaan orang yang baru menikah. Apa kalian dijodohkan?!”
Kata-kata Tuan Rasheed tepat sasaran dan membuat Jodha kelabakan.
Jodha –“Tidak!! Maksudku orang tua kami tidak ikut campur dalam pernikahan kami. Ini murni keputusan kami berdua. Tuan Rasheed, kumohon jangan bertanya apa-apa lagi, kau membuatku tidak nyaman.”
Jodha mengirimkan peringatan pada Tuan Rasheed melalui tatapan matanya. Jodha tahu Tuan Rasheed peduli padanya, tapi dia tidak ingin Tuan Rasheed mengorek terlalu dalam. Jodha berharap Tuan Rasheed menghormati keinginannya ini meski tak terucapkan.
Tuan Rasheed –“Tuan Jalaluddin.. jangan salah paham. Hubungan Jodha dan istriku sangat dekat. Apapun yang terjadi pada Jodha akan berpengaruh pada istriku. Karena itulah aku sangat peduli pada kebahagiaan Jodha. Ah.. itu istriku tercinta sudah datang. “
Seorang wanita cantik mendekat ke arah meja mereka. Dia jelas bukan wanita India. Rambutnya berwarna coklat terang dan kulitnya putih pucat, tipikal wanita Eropa. Kehadirannya sangat mencolok di restoran itu. Senyum lebar mengembang di wajahnya, kedua tangannya direntangkan lebar-lebar lalu memeluk Jodha. Dan Jodha balas memeluknya. Mereka berpelukan lama untuk melepaskan kerinduan dua teman lama selayaknya saudara.
Rarisa –“Maaf ya aku cukup lama di kamar kecil..”
Tuan Rasheed—“Sayang, kau tidak apa-apa?”
Rarisa –“Aku tidak apa-apa... sudah mulai terbiasa.... Morning sickness.....”
Jawabannya ditujukan pada Jodha yang membalas dengan menganggukkan kepala.
Jodha—“Selamat ya atas kehamilanmu. Tuan Rasheed sudah memberitahuku.”
Rarisa—“Dan siapa tuan tampan yang satu ini?”
Pertanyaan itu ditujukan langsung pada Jalal.
Jalal –“Perkenalkan nama saya Jalaluddin akbar.”
Jalal berdiri dan sedikit membungkukkan badannya untuk memperkenalkan diri.
Rarisa—“Senang bertemu dengan anda. Panggil saja aku Rarisa.”
Rarisa duduk berdekatan dengan suaminya berseberangan dengan Jodha dan Jalal.
Tuan Rasheed –“Sayang, kau pasti tidak akan percaya ini.. Jodha tersayang kita termyata sudah menikah. Dan pria tampan ini adalah suaminya.”
Mulut Rarisa membulat. Perasaannya campur aduk antara senang dan tak percaya.
Rarisa –“Jodhaaa...kau jahat sekali!! Kenapa kau tidak mengundang kami..?! Ya Tuhan... Oh ya, maafkan aku Tuan Jalaluddin, selamat atas pernikahanmu ya..?”
Jodha – “Maafkan aku karena tidak mengundang kalian. Kami hanya mengadakan pesta sederhana saja. Hanya untuk keluarga dan tetangga.”
Rarisa –“ Tetap saja kau harus mengundang kami. Meski kau hanya akan menikah di kantor sipil, aku tetap akan datang. Sekarang kau membuatku sedih. Persahabatan kita selama tiga tahun ini sia-sia saja. Kau sudah tidak menganggapku saudara lagi..”
Jodha tersenyum geli melihat ekspresi Rarisa yang dilebih-lebihkan. Jodha tahu Rarisa hanya bercanda. Temannya yang satu ini tidak akan pernah sungguh-sungguh marah padanya.
Jodha –“Maafkan aku ya..?! Jangan marah lagi.. Aku tidak pernah melupakanmu.”
Rarisa –“Kalau begitu ceritakan bagaimana kalian bisa bertemu dan menikah secepat ini?! Seingatku, terakhir kali kita bertemu 3 bulan yang lalu, kau belum punya pacar...”
DEG. Pertanyaan yang sangat ingin dihindari Jodha. Kali ini Jodha tidak berbohong, hanya tidak mengatakan alasan yang sebenarnya.
Jodha –“Tidak ada yang istimewa. Kami bertemu, merasa cocok, lalu kami menikah, begitu saja...”
Jodha berharap senyum yang ditampilkannya untuk Rarisa dan suaminya terlihat tulus, agar mereka tidak curiga dan percaya pada jawabannya.
Rarisa –“Kau tahu Tuan Jalal, sudah lama aku dan suamiku bertanya-tanya pria seperti apa yang bisa mencuri hati temanku yang cantik ini. Dia ini sangat pemilih. Ratusan pria menyukainya, karena dia ini seperti magnet bagi kaum pria. Tapi tidak satupun yang bisa menggerakkan hatinya. Aku sempat berpikir apa Jodha punya kelainan, tapi itu tidak mungkin, selama aku bersama dengan dia, Jodha tidak pernah bersikap macam-macam. Jodha dulu sering mengatakan kalau dia belum menemukan pria yang tepat, dan sekarang kau menemukannya.. Aku senaaaang sekali..”
Jalal mendengarkan setiap kata yang diucapkan Rarisa, meski wanita itu terkesan banyak bicara, tapi Jalal bisa mengenali kejujuran dari matanya –‘Berarti tadi aku sudah salah menuduh Jodha. Dari cerita Rarisa, berarti Tuan Rasheed bukanlah termasuk korban rayuan Jodha. Lalu siapa sebenarnya Jodha? Kenapa semua yang diceritakannya bertolak belakang dengan yang pernah diceritakan Bhaksi?—‘
Tuan Rasheed –“Tuan Jalal, kau pria yang sangat beruntung. Jodha adalah gadis yang sangat baik dan sangat hebat. Istriku ini sangat mengidolakan istrimu. Karena itulah jika anak pertama kami ini perempuan, kami akan memberinya nama Jodha, seperti nama istrimu.”
Jodha –“Benarkah Rarisa?! Kehormatan besar bagiku kau menamai anakmu seperti namaku..”
Rarisa—“Aku ingin anakku juga memiliki sifat-sifat terbaik dari dirimu. Cantik, anggun, pemberani dan tangguh.”
Rarisa terharu atas kata-katanya sendiri. Dia menghapus setetes air mata yang muncul di ujung kelopaknya. Tuan Rasheed merangkulkan sebelah tangannya di pundak istrinya.
Rarisa –“Maafkan aku, emosiku sering naik turun karena kehamilan ini...”
Jodha –“Aku mengerti..”
Tuan Rasheed –“Tuan Jalal, istriku ini memiliki ikatan emosional dengan Jodha. Aku bisa mengerti, karena Jodha adalah penyelamat hidupnya..”
Jalal –“Benarkah..?”
Jalal menjadi tertarik pada pernyataan terakhir Tuan Rasheed.
Tuan Rasheed –“Benar, itulah yang mengawali persahabatan mereka...”
Jodha –“Tuan Rasheed, sudahlah... tidak perlu membesar-besarkan masalah itu.”
Rarisa –“Tidak, Jodha. Bahkan sampai sekarangpun aku belum berhenti bersyukur bahwa Tuhan mengirimmu untuk menyelematkanku. Aku tidak bisa bayangkan jika seandainya kau tidak menolongku. Kau adalah Dewi Penyelamat hidupku.”
Jodha hanya diam dan tersenyum. Kemudian dia menoleh ke arah Jalal untuk melihat reaksinya. Secara bersamaan Jalal juga menoleh ke arahnya, tapi dia tidak tersenyum.
Jalal –“Apakah Jodha menyelamatkanmu dari seekor ular?”
Rarisa –“Ular?? Ular apa??”
Jalal –“Yah, apakah kau hampir digigit seekor ular dan Jodha yang menyelamatkanmu?”
Rarisa –“Bukan.. Jodha menyelamatkanku saat aku dirampok.”
Jalal –“Benarkah?? Kapan itu terjadi?”
Rarisa –“Kira-kira tiga tahun lalu, saat itu kami masih sama-sama tinggal di Jerman.”
Jalal –“Di Jerman??!”
Rarisa –“Benar, Jodha kan kuliah di Jerman, sedangkan aku masih tinggal disana sebelum aku menikah dengan suamiku ini.”
Sekali lagi Jalal salah perhitungan, Jodha ternyata pernah kuliah. Dia pikir Jodha hanyalah gadis manja yang hanya tertarik pada urusan belanja dan tidak tertarik pada pendidikan. Satu lagi hal baru yang berkaitan dengan Jodha yang membuatnya mulai menghargainya.
Jalal –“Lalu bagaimana ceritanya?”
Rarisa –“Saat itu aku baru pulang kerja, belum terlalu malam. Karena ada penutupan jalan utama yang biasa aku lewati, terpaksa aku melewati jalan yang asing bagiku, jalannya sepi dan agak kumuh. Saat itulah, tiba-tiba aku dihadang dua pria. Awalnya mereka melucuti tas yang kubawa, tapi kemudian aku juga diseret-seret. Aku tidak bisa melawan, cuma bisa berteriak berharap ada yang datang menolong. Saat aku sudah putus asa, datanglah Jodha menyelamatkanku. Bisa kau bayangkan, gadis seanggun ini ternyata punya kemampuan bela diri. Seorang diri dia menghajar dua orang itu.”
Tuan Rasheed –“Meski aku hanya tahu dari cerita Rarisa, tapi tetap saja aku takut membayangkan seandainya Jodha tidak datang tepat waktu untuk menolong Rarisa. Jika terjadi sesuatu padanya...”
Tuan Rasheed menghela napas berat dan dia mempererat rangkulan di pundak istrinya. Cintanya yang sangat besar untuk istrinya membuatnya takut akan segala kemungkinan yang bisa menyakiti istrinya.
Beberapa saat lalu, Jalal sempat tidak memikirkan lagi kejadian semalam. Tapi dia merasa menemukan petunjuk baru. Jalal tersenyum penuh arti, dia mulai menghubung-hubungkan cerita Rarisa dengan sang penolongnya semalam. Pembicaraan mereka disela saat pelayan restoran datang untuk mencatat menu pesanan mereka.
Jalal –“Jadi Jodha, ternyata kau mempunyai kemampuan bela diri. Kau merahasiakannya dariku. Kalau begitu semalam...”
Jodha membalas perkataan Jalal dengan sebuah lirikan sebal.
Rarisa –“Semalam kenapa?”
Jalal –“Bukan apa-apa, tolong lanjutkan ceritanya.”
Rarisa –“Kejadian itu sempat membuatku takut keluar rumah. Tapi lama-lama aku sadar kalau aku tidak bisa dikalahkan oleh rasa takutku. Aku mengikuti saran Jodha untuk berlatih bela diri. Akhirnya ada yang bisa kusyukuri dari pengalaman buruk itu, aku bisa kenal dengan Jodha. Mulai saat itulah kami berteman. Dia menginspirasiku.”
Jodha –“Wanita kan tidak bisa selalu bergantung pada pria untuk melindunginya. Ironisnya, para prialah yang lebih sering ingin menyakiti wanita.”
Rarisa –“Benar, apalagi untuk wanita-wanita cantik seperti kami, justru kecantikan kami menjadi boomerang bagi diri kami sendiri. Aku senang saat banyak pria kagum melihatku, tapi saat kekaguman itu melewati batas, kita tidak pernah menduga kapan mereka mulai berbuat nekat.”
Jodha (mencibir) –“Huh, kau terlalu percaya diri menyebut dirimu sendiri cantik.”
Rarisa –“Memang begitu kenyataannya, kalau aku tidak cantik, suamiku tidak akan memperhitungkan aku sebagai calon istrinya dulu.”
Semuanya tertawa, bahkan Jalal juga tertawa karena lelucon itu. Pramusaji menyela obrolan mereka, menu pesanan mereka telah terhidang di meja.
Jalal –“Jodha, katakan padaku, apakah selain mampu beladiri, kalian juga membawa senjata di dalam tas kalian? Atau jangan-jangan ada pistol terselip di pinggang kalian..?!”
Jodha terkejut karena tiba-tiba Jalal melemparkan pertanyaan itu langsung padanya. Pertanyaan yang lucu bagi Tuan Rasheed, karena hanya dia yang tertawa terbahak. Sebelum Jodha sempat menjawab, Tuan Rasheed dan Rarisa sudah menimpalinya.
Tuan Rasheed –“Kalau terlalu banyak menonton film, Tuan Jalal.”
Rarisa –“Benar, fantasimu terlalu berlebihan. Jangan-jangan kau juga membayangkan kami memakai sabuk senapan di balik rok kami..?!”
Jalal tersenyum malu disindir seperti itu. Tapi dia tidak tersinggung. Baru pertama kali Jodha melihat Jalal bisa bersikap santai seperti ini, karena selama ini dia hanya melihat Jalal yang selalu bersikap formal, dan nada bicaranya selalu penuh perhitungan dan kehati-hatian.
Rarisa –“Dalam komunitas kami, tidak ada yang membawa senjata tajam, kami hanya membawa sebuah stik kayu dan Pepper spray.”
Jalal –“Stik dan Pepper spray? Untuk apa itu?”
Jodha sudah berharap Rarisa tidak akan terpancing menjawab pertanyaan Jalal tadi. Tapi kini semuanya sudah terbongkar. Jalal pria yang cerdas, dia pasti bisa menyatukan potongan-potongan cerita ini dan menghubungkannya dengan kejadian semalam. Jodha menunduk semakin dalam, dia tidak mau menatap Jalal, tapi dia merasa Jalal sedang menatapnya. Rarisa masih terus saja berceloteh.
Rarisa –“Stik digunakan untuk memukul, tapi tidak sampai membunuh. Misalnya untuk memukul tengkuk di bagian yang tepat, penjahat akan roboh pingsan. Kami tidak ingin menjadi kriminal gara-gara membunuh.”
Jalal –“Lalu Pepper spray?”
Rarisa –“Pepper spray untuk melemahkan lawan. Saat disemprotkan ke mata, akan menyebabkan rasa terbakar, menyebabkan lawan lengah karena umumnya mereka sibuk memegangi mata mereka, saat itulah kita bisa menendang tulang kering mereka, lalu kesempatan kami untuk lari.”
Jalal – “Mmmhh...sangat kreatif.”
Rarisa sangat bersemangat menjelaskannya, bahkan tangannya ikut bergerak-gerak memperagakan gerakan memukul.
Rarisa –“Jadi kau jangan berani macam-macam dengan kami ya..”
Jalal –“Jangan khawatir, aku percaya karena aku sudah menyaksikan langsung..”
Jodha tahu jawaban itu merujuk pada dirinya.
Rarisa –“Oh ya Jodha, sebelum aku lupa lagi... ini cek untuk donasi Sisterhood Shelter.”
Rarisa menyerahkan selembar cek pada Jodha.
Jodha –“Terima kasih.”
Jalal –“Untuk siapa?”
Jodha –“Sisterhood Shelter, kami sukarelawan disana.”
Jalal –“Sejak kapan?”
Jodha –“Sudah cukup lama.”
Hidangan mereka telah habis, dan mejapun sudah dibersihkan. Rupanya Rarisa mulai terlihat kelelahan.
Rarisa –“Jodha, aku minta maaf ya, aku tidak bisa menemanimu mengobrol lebih lama, kehamilan ini membuatku jadi pemalas, sekarang aku sangat mengantuk. Sayang, aku mau ke kamar dulu ya..”
Jodha –“Tidak apa-apa, aku juga harus pergi, aku akan mengantar cek ini.”
Tuan Rasheed –“Aku antar ya, sayang. Tuan Jalal tolong tunggu sebentar, kita belum membicarakan detail kesepakatan kita. Aku akan ke atas mengantar istriku ke kamar. Jodha, terima kasih ya.”
Rarisa –“Jodha, besok kau kesini lagi ya, masih banyak yang ingin kuceritakan.”
Jodha –“Akan kuusahakan.”
Tuan Rasheed mengantar Rarisa ke atas, sedangkan Jalal tetap duduk di tempatnya. Jodha berpamitan tanpa suara pada Jalal. Dan Jalal pun hanya membalas dengan anggukan kepalanya.
Jodha berjalan menuju motornya yang diparkir di basement. Saat dia sudah bersiap naik ke atas motornya, seseorang memanggilnya...”Jodha”...
Jodha menoleh, ternyata Jalal sedang berjalan menghampirinya. Jalal berdiri tepat di depan motornya, kakinya mengapit roda depannya, menghalanginya untuk bergerak maju. Jodha mengangkat alisnya bertanya...
Jodha –“Ada apa?”
Jalal –“Kenapa kau menolongku semalam?”
Jodha –“Aku tidak menolongmu, aku menolong wanita yang bersamamu..”
Jalal –“Mengenai wanita itu....”
Jodha –“Stop! Kau tidak perlu menceritakan apa-apa padaku. Ingat perjanjiannya, kita tidak saling mencampuri urusan masing-masing.”
Jodha mengacungkan telapak tangannya yang terbuka ke depan Jalal untuk menghentikan penjelasan Jalal selanjutnya.
Jalal –“Berarti kau tidak membenciku lagi sekarang?”
Jodha –“Aku masih membencimu, tapi aku akan lebih menyesal jika tidak menolong kalian.”
Jalal –“Kalau begitu terima kasih.”
Jalal menawarkan tangannya untuk dijabat, tanda berdamai. Awalnya Jodha ragu menjabat tangan Jalal, beberapa detik dia hanya menatap tangan yang terulur ke arahnya. Jalal masih menunggu, dia tidak berniat menarik tangannya, akhirnya dengan terpaksa Jodha membalas jabatan tangannya.
Jalal mengambil masker debu yang ada di genggaman Jodha, lalu memasangkannya menutup hidung dan mulut Jodha. Wajah Jalal berada sangat dekat dengan wajah Jodha, karena Jalal harus mengikatnya di belakang kepala Jodha, tangannya menyeberangi pundak Jodha. Spontan Jodha sedikit menarik tubuhnya. Lalu Jalal juga meraih helm yang digantungkan di kemudi motor dan memasangkannya menutup kepala Jodha. Bahkan dia mengikatkan tali helmnya di bawah dagu Jodha. Jodha tertegun dan terpaku. Hanya bola matanya yang bergerak-gerak mengikuti semua gerakan tangan Jalal.
Jalal –“Hati-hati di jalan. Dan jangan pulang terlalu malam..”
Jodha –“Iya...”
Jalal menepuk-nepuk tas bahu yang dibawa Jodha.
Jalal –“Apa kau tidak lupa membawa stik dan Pepper spray-nya?”
Jodha –“Tidak.”
Jalal –“Sampai bertemu di rumah.”
Lalu Jalal meninggalkan Jodha yang masih terdiam, kembali masuk ke restoran. Jodha menghembuskan napas yang dari tadi ditahannya. Dia menggigit bibir bawahnya dan berpikir keras atas tingkah Jalal barusan—‘Apa maksudnya?’—
**************
–NEXT--
Selalu salh paham aja nih si Abang
ReplyDeletenext mba arum chusnianti by mamah afi
ReplyDeleteAmin...akhirnya jalal mulai sadar kalo jodha bukan cewek sembarangan n gampangan...lanjoot mbak..
ReplyDeleteMba...jgn lm2 dunk lanjuatnny..ceritany bagus bgt..lbh rasional dan g lebay..ditunggu y mba...;-)
ReplyDeleteAku aja aMpek terteguN...past part trakhir...
ReplyDeletetrus barruu tahu to jalal sMa ke adaaN jodha sbeNarNya...
Hmmm.....sedikit demi sedikit hati jalal mulai terbuka dan terbuka, pelaaan tapi pasti......kira2 kapan hati jodha terbuka buat jalal ya....lanjouuuttt nanda chus....mba tyas.....
ReplyDeleteWah kayaknya ada yang mulainperhatian nech n mulai lupa ma peraturan yang dibuat sendiri, untung aja Jodha ngingetin, Hmmm makanya jangan langsung mengjudge seaeorang tuch kalau kamu baru tau sedikit tentang kisah mereka, tanpa berniat mencari tau apakah itu benar atau tidak, because kalau orang dah terlanjur sakit hati ma kita kan jadi runyam masalahnya.
ReplyDeletePadahal Jalal kan baru tau dikit tentang hal positif dari Jodha, eh dia dah milai menghargai istrinya, gimana entar kalau dia dah tau kalau trrnyata Istrinya tuch juga punya usaha sendiri sog ngerepotin orang tua dari segi finansial.
for non Chus "thanks a lot dah posting" n for Tyas "part ini g ngebosenin koq n I like it so I always waiting for the next part yang bisa membuat Jalal tuch tahu siapa sebenarnya Jodhanso pasti belum tentang masa lalunya".
"Komentaraku kepanjangan ya.."