Just Love Part 6



By: Tyas Herawati Wardani

Andai mereka tahu pernikahan seperti apa yang dijalani Jodha dan Jalal....

Menghadapi ketulusan yang ditunjukkan Ny. Martha, membuat Jodha merasa jadi pembohong besar. Ini kali pertama Jodha menyesali keputusannya menikah dengan Jalal. Tuan Rudolf dan Nyonya Martha terus memuji Jodha dan Jalal sebagai pasangan serasi membuat Jodha semakin merasa bersalah. Niat Jodha menolong Ny.Martha saat itu murni hanya ingin melindungi keselamatannya bukan untuk menyelamatkan bisnis Jalal. Semoga Jalal tidak menyalahgunakan kepercayaan mereka, itu harapan Jodha.

Pembicaraan terus berlanjut hingga makan siang. Keramahan Tuan Rudolf dan istrinya membuat Jodha merasa nyaman mengobrol bersama mereka. Bertolak belakang jika dia bicara dengan Jalal, selalu diwarnai dengan perdebatan dan kemarahan. Meski Jalal duduk tepat berdampingan dengannya, namun mereka tidak saling bertukar pandang apalagi saling menimpali obrolan.

Untung saja pasangan di depan mereka tidak menyadarinya. Jika pun mereka menyadarinya, mereka tidak menunjukkannya. Bahkan saat pulang, Jodha dan Jalal memilih jalan pulang masing-masing.

Dua hari pertamanya di New Delhi telah dilalui Jodha. Meski sempat ada ketegangan dan masalah, namun semua sudah terselesaikan.—‘ Semoga tidak ada lagi masalah pada hari-hari berikutnya’--  itu doa Jodha malam ini.

Keesokan paginya, Jodha memulai aktivitasnya lebih awal. Setelah jogging dan memasak sarapan, Jodha bergegas untuk bersiap-siap karena dia akan keluar. Bahkan sebelum Jalal keluar dari kamarnya, Jodha sudah meninggalkan apartemen.

Kemarin sore motor kesayangan Jodha tiba dari rumah keluarganya, dikirim melalui jasa kurir sesuai permintaannya pada ayahnya. Dan sekarang motor itu sudah terparkir di basement apartemen. Dengan ceria, Jodha menghampiri motornya. –‘Motor ini akan menjadi teman setiaku setiap hari’—pikir Jodha. Mengenakan helm, masker debu dan sarung tangan untuk melindunginya dari paparan matahari, Jodha mulai tancap gas. Dia sudah tidak sabar untuk segera bekerja.

Ya, Jodha akan bekerja, dia lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang berguna. Menempuh 30 menit berkendara, Jodha sudah tiba di tempat kerjanya. Sebuah bangunan dua lantai di daerah pusat perdagangan Palika Bazaar. Di plakat nama yang menggantung di depan pintunya tertulis Sisterhood Cafe and Bakery.

Hanya orang tua dan kakaknya yang tahu bahwa sebenarnya usaha itu adalah milik pribadi Jodha dan temannya, Amrita. Mereka berdua merintis usaha bersama itu sejak sama-sama kuliah di Jerman. Amrita adalah kakak kelas Jodha. Saat studinya sudah selesai, dia memutuskan pulang ke New Delhi dan meneruskan bisnis mereka disana. Jodha menanamkan dua pertiga modal untuk bisnis itu, sedangkan Amrita bertanggungjawab pada operasionalnya. Dari sanalah Jodha memperoleh penghasilan untuk biaya kuliahnya hingga dari labanya pun bisa membuat Jodha mandiri secara finansial. Saat libur kuliah pada musim panas, Jodha biasa meluangkan satu bulan dari seluruh hari liburnya untuk mengurus usahanya ini. Sekarang karena Jodha sudah tinggal di New Delhi, dia bisa setiap hari terlibat dalam operasional cafe.
Selama tiga tahun Sisterhood Cafe and Bakery buka, omzet penghasilannya cukup memuaskan. Menjajakan aneka roti dan kue serta menu sarapan dan makan siang sederhana, cafe itu mampu menarik banyak pelanggan. Sebagian besar pelanggannya adalah karyawan dan ibu rumah tangga di sekitar cafe. Asalkan Jalal tidak membutuhkannya untuk menemui koleganya, Jodha akan bekerja di cafe mulai pagi sampai jam 2 siang, setelah itu dia bisa melakukan hal lain yang menjadi tujuan hidupnya.

Tujuan hidupnya adalah membantu orang lain terutama wanita dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Karena itulah dia aktif menjadi sukarelawan di Sisterhood Shelter, sebuah yayasan nirlaba untuk membantu dan mengurus wanita dan anak-anak korban kekerasan dan pelecehan seksual. Sebenarnya nama cafe-nya terinspirasi dari nama shelter ini. Jodha terlibat aktif di shelter ini sejak lima tahun lalu atas ajakan seorang teman yang dianggapnya sebagai Dewa Penyelamatnya. Jodha bekerja bersama sukarelawan-sukarelawan lain yang terdiri dari berbagai bidang profesi mulai dari dokter, psikiater, pengacara, bahkan ibu rumah tangga biasa. Sebagian besar korban pemerkosaan takut atau bahkan lebih parahnya lagi ditolak oleh keluarga mereka sendiri, untuk tujuan itulah shelter ini didirikan. Selain menampung, mereka juga memberikan konsultasi kejiwaan dan pelatihan kewirausahaan agar para korban mampu bangkit dari masalahnya. Selama lima tahun, Sisterhood Shelter telah menampung dan membantu para korban, hal yang belum mampu dilakukan pihak pemerintah.

Ini adalah hari ketiga Jodha bekerja. Masalah datang dan pergi di cafe maupun di shelter. Seperti malam ini, ada masalah yang cukup berat di shelter. Seorang wanita hamil korban pemerkosaan akan melahirkan. Masalah timbul karena proses persalinan yang sulit, wanita itu mengeluarkan banyak darah. Para sukarelawan yang menemaninya di rumah sakit kesulitan mencari donor darah. Setelah beberapa jam, semua masalah bisa teratasi. Namun imbasnya, Jodha pulang saat sudah agak larut. Dia tadi sempat menelpon Bibi Meeta memberitahukan keterlambatannya.

Jodha jarang pulang selarut ini. Meski agak sedikit takut, Jodha melarikan motornya sedikit lebih kencang karena jalanan yang dilaluinya juga mulai sepi. Dilengkapi helm, masker dan sarung tangan, Jodha berkendara membelah dinginnya malam.

Saat melewati sebuah jalan kecil yang diapit toko-toko yang sudah tutup di kanan kirinya, Jodha menangkap bayangan sebuah mobil yang dikenalnya. Disana, di antara bayangan gelap gedung di dekatnya, terparkir mobil yang mirip dengan mobil Jalal. Jodha pun berhenti. Bukan karena curiga apa yang dilakukan Jalal pada malam seperti ini, tapi dia hanya memastikan bahwa itu benar mobil milik Jalal, begitulah dia mencoba meyakinkan pikirannya sendiri.

Masih dengan motor yang menyala, Jodha berputar mendekat untuk bisa melihat lebih jelas. Dari jarak lima meter, Jodha bisa membaca nomor plat mobilnya. Cocok, itu adalah mobil Jalal. Jodha memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulangnya. Saat akan menekan gas lagi, Jodha mendengar teriakan seorang wanita. Jodha menjadi waspada. Pelan-pelan dia mematikan motornya dan menuntunnya untuk mencari sumber asal suara.

Jodha memarkir motornya di sebuah cerukan gelap antar gedung agar tidak ada yang melihat. Mengendap-endap dia celingukan mencoba mencari wanita yang berteriak tadi. Saat itulah terdengar teriakan yang kedua. Langkah Jodha menjadi yakin menuju asal suara. Di sebuah gang buntu dan gelap terdengar suara beberapa orang.

Menempelkan tubuhnya di tembok, Jodha mencoba mengintip ke balik tembok untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi... hanya mengandalkan penerangan dari sinar bulan, Jodha bisa melihat siluet beberapa orang. Tiga orang pria berbadan cukup besar mengepung seorang pria dan wanita yang tubuhnya bersembunyi di balik sang pria...

--‘Berarti wanita itu yang tadi menjerit’--...Jodha beringsut semakin mendekat.....suara-suara mereka makin jelas terdengar...

“Serahkan semua barang kalian!”

“Jangan mengancamku..!”

“Turuti saja mereka...aku takut..”

“CEPAT..!!”

“TIDAK..!!”

Jodha masih bersembunyi....semakin tegang...telinganya waspada mendengarkan suara sekecil apapun...pandangannya diedarkan ke sekelilingnya...berharap ada orang lain yang bisa menolong...Tangannya merogoh ke dalam tasnya. Digenggamnya sebuah botol spray dan stik berukuran 15cm di depan dadanya...

Lalu....BUGH...

Wanita itu menjerit histeris....

BUGH...BUGH....

Suara pukulan...terjadi perkelahian...tiga lawan satu...sekelebat, Jodha melihat kilatan belati...wanita itu terus menjerit....Jodha yakin harus menolong mereka...Dia maju, mengangkat stik di tangan kanannya sekuat tenaga dan mengayunkannya ke tengkuk salah satu penjahatnya, dan orang itu jatuh tersungkur...pingsan...lainnya terkejut karena serangan mendadak ini...menoleh bersamaan ke arah Jodha...satu orang mencoba menyerangnya....Jodha mengangkat tangan kirinya yang menggenggam botol spray dan menyemprot matanya...orang itu mengerang sambil menutupi matanya....kesempatan...Jodha menendang perutnya sekuat tenaga...hingga orang itu terjerembab ke belakang.....
Tersisa satu lagi, tapi sepertinya sudah dihajar habis-habisan oleh Jalal...
Kesempatan untuk segera lari...

Jodha mendesak pria itu – “Tuan, cepat bawa temanmu pergi dari sini!”—

Pria itu berusaha bertanya pada Jodha –“Siapa kau?!”—

Jodha bersikeras –“CEPAT LARI!”—

Tanpa menunggu lagi, Jodha segera lari ke arah tempat motornya diparkir..... Terdengar suara kaki berlari di belakangnya –‘Akhirnya dia ikut lari.—‘ ....—“Hei, Tunggu..!”—pria itu masih memanggil Jodha.... Jodha menoleh sebentar ke belakang  tapi mempercepat larinya... Sesampainya di tempat motornya disembunyikan, Jodha langsung menaikinya dan tancap gas meninggalkan tempat itu .....

—‘Syukurlah..Jalal tidak mengenaliku...Semoga dia tidak akan pernah tahu..’

Jodha memacu motornya secepat mungkin. Dia ingin segera sampai di apartemen. Kalau bisa, dia harus sampai sebelum Jalal, agar Jalal tidak curiga. Sepuluh menit kemudian Jodha sudah sampai di basement apartemen. Celingukan dia mencari keberadaan mobil Jalal, tidak ada. Berarti Jalal belum datang. Memarkir motornya, Jodha mempercepat langkahnya menuju lift naik ke lantai apartemennya. Pelan-pelan Jodha memutar kunci, lalu bergegas masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.
Jodha mulai mengatur napas, dia sudah aman disini. Dia ingin membersihkan tubuhnya yang penuh keringat karena berlari-lari tadi. Saat membuka cardigan yang dipakainya, Jodha baru sadar kalau lengan bawahnya tergores. Beruntung lengannya terlindung. –‘Mungkin saat orang itu menyerang... aku sempat melihat dia memegang belati’—Jodha mencoba mengingat perkelahian tadi yang membuatnya terluka. Karena lukanya ringan, Jodha hanya membersihkannya dan membalutnya dengan band-aid.

Setelah berganti pakaian, Jodha duduk bersandarkan bantal di tempat tidurnya. Saat itulah dia mendengar pintu apartemen dibuka. – ‘Jalal pulang’— pikirnya. Terdengar langkah kaki Jalal. Anehnya, langkah kakinya menuju depan kamar Jodha, dan berhenti...Jodha menahan napasnya, mematikan lampu kamar. Beberapa saat dalam keheningan, lalu langkah kaki Jalal bergerak menjauh dan terdengar pintu lain dibuka dan ditutup.

Jodha menghembuskan napas lega, tidak berani menduga-duga. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan tak berapa lama kemudian, Jodha pun terlelap.

Jika Jodha bisa terlelap, tidak bagi Jalal....

Jarum jam di mejanya sudah menunjukkan pukul 3 pagi, tapi matanya masih nyalang menatap langit-langit kamarnya. Jalal sudah mencoba berulang kali memejamkan matanya, tapi otaknya tidak mau berkompromi, bayangan gadis yang menolongnya tadi muncul dan muncul lagi. Ya, Jalal yakin penolongnya adalah seorang gadis atau wanita. Ditambah lagi suaranya, meski teredam oleh masker yang dipakainya, Jalal merasa mengenal pemilik suara itu.

Suara gadis itu terdengar lagi, membuat Jalal terjaga. Jalal tidak yakin dia sedang bermimpi atau ini nyata, karena dia merasa tidak tertidur sama sekali. Ternyata matahari sudah bersinar cukup tinggi, menerangi seluruh kamarnya. Setengah sadar, Jalal turun dari tempat tidurnya dan beranjak ke dapur. Disana sudah ada Bibi Meeta dan gadis itu...maksudnya Jodha. Sepertinya mereka baru selesai sarapan.

Jalal duduk di meja makan dan meminta secangkir kopi pada Bibi Meeta. Jodha sepertinya sudah selesai urusannya di dapur dan dia kembali masuk ke kamarnya. Mata Jalal tidak putus mengikuti semua gerak-gerik Jodha. Selembar band-aid yang tertempel di lengan Jodha tak luput dari pengamatannya –‘Dia terluka...mungkin semalam’

Jalal –“Bibi Meeta, apa Jodha semalam pulang larut?”

Bibi Meeta –“Sepertinya begitu, Tuan. Saat saya masuk kamar pukul 10, Nyonya Jodha belum pulang..”

Jalal –“Apa Jodha setiap hari sarapan disini?”

Bibi Meeta –“Iya, Tuan. Apa Tuan ingin sarapan juga?”

Jalal—“Iya, tapi aku harus mandi dulu..”

Saat Jalal selesai mandi, ternyata Jodha sudah akan pergi. Dia mendengar Jodha berpamitan pada Bibi Meeta. –‘Siapa sebenarnya Jodha?... Dan bagaimana bisa gadis seperti itu bisa mengusik pikiranku?’

Selesai mandi, Jalal menikmati sarapannya, tapi pikirannya melayang kembali pada peristiwa semalam.

Kemarin sore, salah satu mantan pacarnya, Monica, mendatanginya di kantornya. Terakhir mereka berhubungan adalah tiga bulan yang lalu. Keputusan Jalal mengakhiri hubungan mereka rupanya tidak bisa diterima dengan baik oleh Monica. Tapi Jalal tidak peduli. Beberapa kali Monica menghubunginya atau langsung mendatanginya ke kantor, Jalal tidak pernah menanggapinya. Sikap Monica yang tidak mau menyerah, sangat mengganggu Jalal.

Kedatangan Monica untuk kesekian kalinya itu tidak lain untuk merayu Jalal. Demi mendapat ketenangan dan bisa lepas dari gangguan Monica, Jalal menyetujui ajakan keluar Monica untuk terakhir kalinya. Dalam hati Jalal berjanji –‘Aku bersumpah ini terakhir kalinya aku berurusan dengan wanita ini. Dia harus tahu kalau aku tidak akan pernah tunduk pada siapapun, terutama wanita.’— Mereka keluar berkendara dengan mobil Jalal. Di dalam mobil, Monica terus-menerus merengek pada Jalal, membuat Jalal semakin sebal karenanya.

Setelah berputar-putar tak tentu arah, akhirnya Jalal menepikan mobilnya di pinggir jalan. Jalal tidak memperhatikan kalau jalan yang dipilihnya sangat sepi dan gelap. Merasa sesak di dalam mobil hanya mendengar ocehan Monica, Jalal keluar menghirup udara malam. Ternyata Monica mengikutinya, menggelayuti lengan Jalal, gadis itu terus mencari kesempatan merayunya. Jalal tetap berjalan, lalu tiba-tiba tiga orang pria menghadang jalannya. Jalal tahu apa tujuan mereka bertiga, untuk merampoknya, tapi Jalal tidak gentar. Sayangnya wanita di sebelahnya mencicit, berteriak  dan menempel di balik punggungnya karena ketakutan,membuat Jalal tidak bebas bergerak.

Karena Jalal tidak mau menuruti kemauan mereka, ketiga orang itu mulai menyerang bersamaan. Dan datanglah bantuan yang tidak diduga....

Awalnya Jalal mengira penolongnya adalah seorang pria. Wajahnya tertutup helm dan masker. Tapi setelah memperhatikan baju yang dikenakannya apalagi suaranya, ternyata dia wanita. Dua penjahat itu roboh dikalahkan seorang wanita. Jalal geleng-geleng kepala –“Tuan tidak apa-apa?”—Jalal tersentak dari lamunannya, rupanya tingkah lakunya membuat heran Bibi Meeta.

Jalal – “Tidak apa Bibi Mehta...Ehm, masakannya lezat. Terima kasih.”

Selesai sarapan, Jalal segera berangkat ke kantornya. Jalal berharap semoga hari ini dia bisa konsentrasi bekerja setelah semalam terjaga, karena ada satu janji temu dengan seorang klien yang harus dihadirinya.

Mendekati waktu makan siang, Jalal meluncur ke tempat pertemuan yang telah mereka sepakati di The Crowne Plaza Hotel’s Restaurant. Calon klien Jalal kali ini adalah seorang pengusaha muda yang cukup berpengaruh dalam bisnis real estate. Visi misinya menyandingkan keindahan natural dan modern yang eco-friendly pada setiap proyeknya telah diakui dunia. Dan Jalal ingin terlibat dalam salah satu proyeknya.
Saat tiba di restoran, Jalal memberitahu pada pramutamu tentang janjinya dengan Tuan Rasheed Nayak. Kemudian Jalal dipandu ke arah meja Tuan Rasheed. Berjalan mendekat, Jalal melihat kalau Tuan Shaheed duduk berhadapan bersama seorang wanita, dan dari arahnya hanya terlihat punggung wanita itu. Tapi saat Jalal sudah di depan meja mereka, dia sangat terkejut.
Ternyata wanita itu adalah Jodha....

Jalal – “Jodha.. apa yang kau lakukan disini?!”....... 

********************
–NEXT--


4 comments:

  1. Untuk bekerja lah lalu apa lagi mungkin sih kata jodha
    Lanjutin ceritanya ga sabar nih nunggu

    ReplyDelete
  2. Irawati Andjajani25 April 2015 at 07:47

    Wow.....jodha dgn kepedulian terhadap lingkungannys sdh menjadi bagian dr proyek besar yg di inginkan jalal, lanjouuuttt nanda chus....mba tyas......

    ReplyDelete
  3. Linda Santoni25 April 2015 at 09:23

    Lanjuuuit... apa mereka ketemuan di cafe jodha??? Kok bisa jodha ada disitu?

    ReplyDelete
  4. Wah ternyata Jodha mandiri bangeet ya...pintar masak lagi.... wah g nyangka.
    Ada apa ya, koq Jodha bisa bareng ma calon Kliennya Jalal.... apakah Jodha juga terlibat dalam proyek itu???... Penasaran nech...
    for Chusnianti, thanks a lot dah posting "Just love". N waiting for the next.... mbak Tyas. "Jangan lama-lama ya...!".

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungan Anda. Setelah baca jangan pelit comment ya...

Mohon tidak melakukan Copy Paste isi Blog ini dalam bentuk maupun alasan apapun. Tolong hargai kerja keras penulis.

Terima Kasih.