By Er Lin..... Jalal dan Abul Mali sudah berada di depan pintu Apartemen Suryabhan. Abul mali segera memencet bel, dan tak beberapa lama pintu itu terbuka. Baru saja Suryabhan menampakan wajahnya Jalal langsung memberikan bogem mentah ke wajah Surya hingga membuat tubuhnya terdorong mundur.
“Kau tunggu saja diluar,” perintah Jalal ke Abul Mali, “Aku akan memberi perhitungan kepada bajingan ini,” ucap Jalal dengan mengempalkan kedua tangannya.
Jalal membanting pintu hingga menimbulkan suara keras saat pintu itu tertutup. Dari luar Abul Mali dapat mendengar perkelahian dua pria itu. Terdengar beberapa benda berjatuhan dan pecah. Tanpa sadar Abul Mali menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyuman, ia menggeleng kan kepalanya karna merasa lucu. Dua pria dewasa yang sama-sama mencintai satu wanita tapi justru menyelesaikan masalah mereka seperti anak kecil.
Jalal dan Surya kini telah duduk berhadapan di sebuah sofa. Mereka berdua sama-sama sedang mengkompres wajah mereka yang babakbelur dengan es batu yang telah di bungkus dengan kain. Jalal mengompres bibir nya yang memar dan sedikit mengeluarkan darah, sedangkan Surya mengompres pelipis matanya yang berdarah karna terkena bogem mentah dari Jalal.
“Kenapa kau tertawa?” tanya Jalal dengan kesal karna melihat Surya yang tiba-tiba tertawa kecil.
Surya kembali tertawa, “Aku memang sudah menunggu mu dari tadi, tapi aku tidak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti ini darimu. Kalo aku tau, aku pastikan akan mempersiapkan diriku dan kau pasti akan kalah di tangan ku ini,” ujar Surya seraya memlihatkan gempalan tangannya.
Tanpa sadar Jalal tertawa melihat tingkah Surya seperti itu.
“Jalal,,,” panggil Surya yang membuat Jalal langsung menatap kearahnya. “Apakah kau benar-benar mencintai Jodha?”
“Sangat. Aku sangat mencintainya. Tapi kenapa kau bertanya seperti itu?” Jalal mengkerutkan keningnya yang tidak mengerti kenapa Surya bertanya seperti itu padanya.
“Aku juga sangat mencintainya,” jawab Surya dengan santai, dan itu membuat Jalal langsung mengempalkan tangannya dan wajahnya pun langsung mengeras karna tersulut emosi mendengar perkataan Surya itu.
Surya hanya terkekeh melihat reaksi Jalal seperti itu, “Tapi dia tidak mencintaiku lagi,” ucapnya pelan. Dari nada bicaranya terlihat kesedihan disana, hingga membuat kemarahan Jalal pergi entah kemana.
“Sebenarnya malam itu apa yang terjadi? Kenapa Jodha bisa ke apartemen mu malam-malam seperti itu?” Jalal mulai bertanya kepada Surya.
“Aku juga tidak mengerti Jalal kenapa Jodha bisa ke apartemen ku malam itu?”
“Apa maksud mu dengan tidak mengerti?”
Surya menarik nafasnya sebentar, “Malam itu aku pergi ke sebuah club, dan seingat ku malam itu aku baru minum dua gelas dan tiba-tiba saja aku sudah tidak sadarkan diri.”
“Jadi maksud mu, bukan kau menelpon Jodha malam itu? kau justru tidak tau kalo yang mengantarmu pulang ke apartemen mu itu adalah Jodha?” tanya Jalal lagi penuh selidik.
Surya mengangguk, “Aku bahkan tau nya setelah pagi, saat aku bangun dan mendapati meja makan ku sudah tersusun rapi makanan untuk sarapan ku.”
“Jadi kau sendiri tidak melihat Jodha dengan mata mu sendiri?” Jalal semakin merasa yang ada tidak beres dengan kejadian ini.
Surya menggeleng, “Aku hanya tau dari sebuah memo yang Jodha tinggalkan di atas meja makan ku. Dan aku pun semakin yakin itu Jodha setelah melihat berita itu di TV.”
Jalal mengempalkan tangannya dengan erat, ada rasa marah dan juga rasa sesal dihatinya. Menyesalkan karna telah menuduh Jodha bahkan telah memperlakukannya dengan kasar. Marah karna ternyata ada seseorang yang sengaja melakukan ini semua agar hubungannya dengan Jodha berakhir. Tapi siapa yang menginginkan hubungannya dengan Jodha berakhir? Mantan-mantan pacarnya tidak mungkin melakukan hal sejauh ini. Ruqyah? Tiba-tiba nama itu terbesit di benaknya. Tapi Jalal masih tidak yakin jika Ruqyah bisa melakukan perbuatan sejahat ini.
“Apakah ada hal yang mencurigakan malam itu yang masih kau ingat? Maksud ku apakah ada seseorang di sekitar mu yang kau curigai malam itu?” Tanya Jalal berharap bahwa bukan Ruqyah yang melakukan semua ini.
Surya diam sejenak, dia berusaha untuk mengingat kembali kejadian malam itu. “Ya ada Jalal. Ada seorang wanita yang duduk disamping ku dan sepertinya dia yang menyuruh bartender itu untuk memasukan sesuatu ke minuman ku,” jelas Surya setelah berhasil mengingat kembali kejadian malam itu.
“Wanita? Apa kau mengenal wanita itu?” tanya Jalal kembali.
Surya menggeleng tapi kemudian dia menceritakan ciri-ciri wanita itu yang menjurus kepada Ruqyah.
“Ruqyah, awas kau....” gumam Jalal tapi masih terdengar jelas oleh Surya. “Apa kau mengenal wanita itu Jalal?”
“Hah, tidak,, tidak, aku tidak mengenalnya,” jawab Jalal bohong. Jalal langsung beranjak pergi dari apartemen Surya tanpa berkata apa-apapun kepada Surya.
*****
Jalal terus mondar mandi di dalam ruangannya. Dia masih tidak percaya dalang dibalik semua ini adalah Ruqyah. Sesampainya ia dikantor tadi, ia sudah menyuruh Abul mali untuk menyuruh Ruqyah datang ke ruangannya.
“Apa kau mencari ku, Jalal?” tanya Ruqyah yang langsung menghentikan langkah Jalal. Jalal langsung membalikkan tubuhnya menghadap Ruqyah. Dipandanginya Ruqyah dengan tajam, hingga membuat Ruqyah sedikit merasa takut. “A,,,ada,,apa Jalal?” tanyanya dengan gugup.
Dengan pelan Jalal melangkah kearah Ruqyah, dengan masih menatap dengan tajam kearah Ruqyah. Setelah jarak mereka hanya tinggal beberapa senti dengan cepat Jalal meraih pergelangan tangan ruqyah lalu menariknya dengan kasar hingga Ruqyah langsung terduduk di sofa yang berada pas di sebelah kiri Jalal..
“Aahhhh,” rintih Ruqyah kesakitan seraya menggoyangkan tangannya yang sakit akibat ditarik dengan kasar oleh Jalal. “Ada apa ini Jalal? Apa kau juga akan melampiaskan kemarahan mu kepada ku??”
Jalal berjalan mendekati Ruqyah dan kemudian jongkok di depannya. Masih dengan tatapan yang sama, tatapan yang membuat orang lain melihatnya bergetar ketakutan. “Apa kau harus berbuat sejauh ini Ruqyah? Apakah kau benar-benar tidak menganggap serius dengan peringatan ku tempo hari? Atau jangan-jangan kau memang sudah sangat merindukan orang tuamu di jerman?” Jalal bertanya dengan suara pelan namun mengerikan.
“A,,,a,,apa yang kau maksud Ja,,lal?” tanya Ruqyah dengan gugup.
“Aku sudah tau kau lah yang telah menyebarkan berita itu. Kenapa kau lakukan itu Ruqyah? Bukan kah aku sudah memberikan peringatan padamu?”
“Bukan aku Jalal, siapa yang memberitahu mu kalo aku yang berbuat itu? Apakah gadis matrealistis itu yang rela menjual tubuhnya hanya untuk menyelamatkan perusahaan orang tuanya?”
PLAAAAAAKKKKKK
Jalal menampar wajah Ruqyah, “Sudah aku bilang jangan menyebut dia seperti itu,” teriak Jalal. “Apa kau tidak sadar siapa dia hingga kau berani menyebut dia seperti itu. Dia itu adalah calon istri bos mu, Nyonya Jalalludin Mohammad Akbar. Apa kau mengerti?”
Jalal membalikkan tubuhnya memunggungi Ruqyah, “ Sekarang kau pulang lah, persiapkan dirimu untuk besok berangkat ke Jerman, nanti malam aku akan menelpon orang tua mu.”
Setelah berkata seperti itu Jalal keluar dari Ruangannya meninggalkan Ruqyah sendirian di ruangannya. Tujuannya saat ini adalah untuk menemui putri kecilnya, dia ingin meminta maaf kepada Jodha dan berharap Jodha masih mau memaafkannya setelah apa yang telah dia lakukan kepada Jodha.
Jalal duduk di ruang tamu bersama Meina dan Sujamal. Sambil menunggu Jodha keluar dari kamarnya Jalal menjelaskan yang sebenarnya kepada Meina dan Sujamal tentang gosip yang beredar hari ini.
“Aku telah menemukan orang yang menyebarkan gosip itu, dia orang terdekat ku. Jadi tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, dan aku juga minta maaf jika masalah ini membuat kalian jadi merasa tidak nyaman.”
“Syukurlah kalo semuanya selesai dengan baik, Tante tadi sangat khawatir jika masalah ini akan membuat hubungan mu dangan Jodha berakhir,” ujar Meina dengan kelegaannya.
Jalal hanya tersenyum, dia pun merasa lega masalah ini akhirnya cepat terselesaikan. Tapi ada satu hal menganggu pikirannya. Apakah Jodha akan memaafkannya? Mengingat apa yang telah dia lakukan kepada Jodha, kata-kata kasar yang terlontar dari bibirnya. Semua itu pasti menyakiti perasaan Jodha. Tapi Jalal akan melakukan apapun agar Jodha mau memaafkannya, dia rela jika Jodha membalasnya dengan kata-kata kasar juga atau mungkin Jodha akan memukul atau menggigitnya seperti biasanya. Asalkan gadis itu tidak meminta hubungan ini berakhir.
“Jodha,,, Jalal sudah lama menunggu mu sayaang,” ucap Meina saat melihat Jodha yang telah keluar dari kamarnya.
Kata-kata Meina menyadarkan Jalal dari lamunannya. Jalal langsung menolehkan wajahnya melihat kearah Jodha. Mata gadis itu terlihat merah dan sembab seperti habis menangis. Dia pasti sudah sangat menyakiti hati gadis ini.
Jodha menatap kearah Jalal sebentar lalu dia berjalan keluar menuju halaman. Melihat itu Jalal pun berdiri dari duduknya dan mengikuti Jodha keluar menuju halaman dan sebelumnya dia lebih dulu pamit kepada Meina dan Sujamal.
Kini hanya ada mereka berdua dihalaman itu. Hati Jalal seperti tersayat melihat kondisi Jodha saat ini. Gadis yang ada di hadapannya itu terlihat sangat rapuh dengan baju tidur terusan sepanjang lutut tidak berlengan yang di tutup dengan jaket yang berbahan woll yang terlihat kebesaran di tubuhnya. Jalal melangkah maju mendekati Jodha, tangannya telah terbentang seperti ingin memeluk gadis itu.
Melihat Jalal yang melangkah maju mendekatinya dengan refleks Jodha justru melangkah mundur. Jalal terkejut melihat reaksi Jodha yang seperti ingin menghindarinya.
“Jodha,” ucapnya lirih karna suaranya seakan tertahan di tenggorokannya.
“Jangan mendekati ku,” pinta Jodha sambil menatap Jalal dengan matanya yang kini kembali lagi berkaca-kaca.
“Aku minta maaf Jodha,” kini mata Jalal pun seperti mulai berkaca-kaca. Penolakan gadis itu sangat menyakiti hatinya, tapi dia harus bisa menerima itu semua.
“Pagi tadi kau sungguh menakutkan bagi ku, aku mungkin bisa memaafkan mu, tapi untuk bisa melupakan itu semua, aku butuh waktu, jadi aku minta untuk saat ini jangan mendekati ku.”
Gadis ini memintanya untuk tidak mendekatinya, gadis ini juga mengatakan bahwa dirinya sangat menakut baginya. Kata-kata itu seperti silet yang menyayat hati dengan berlahan. Sungguh sakit!.
Jalal lebih memilih Jodha mencaci maki dirinya atau perlu memukulnya dengan benda apapun asalkan tidak mendengarkan Jodha mengatakan hal itu. Tapi dia tidak bisa memaksa Jodha untuk bisa menerimanya lagi, dia harus bisa sabar sampai Jodha tidak menganggapnya manusia yang menakutkan lagi.
Jalal menarik nafasnya, “Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan sabar menunggu sampai kau mau memaafkan aku lagi.”
Setelah mendengar perkataan Jalal, Jodha langsung berlalu dari hadapannya dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Jalal hanya bisa melihat kepergian Jodha dengan perasaan sedih. Dengan berat hati Jalal masuk ke dalam mobilnya dan melaju mobilnya berlahan meninggalkan rumah Jodha. Rumah putri kecil yang sangat ia cintai yang saat ini sangat takut berdekatkan dengannya.
***************
Pagi ini Jodha bangun dengan kondisi tubuh yang lemah dan mata yang masih merah dan sembab. Dari kamarin tidak satupun makanan yang masuk ke dalam perutnya, ia hanya sibuk menangis hingga pagi. Dengan lemah Jodha berjalan ke ruang makan, pagi inipun perutnya masih belum ingin di isi oleh makanan apapun. Jadi pagi ini Jodha hanya meminta segelas susu coklat hangat kepada pembantunya. Suasana rumahnya terlihat sepi, sepertinya ibu dan kakak nya telah berangkat ke kantor.
Setelah menghabisi susunya Jodha kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak punya rencana apa-apa hari ini, dia hanya ingin menghabiskan waktunya di kamar saja. Tapi saat dia telah kembali ke kamarnya dia melihat ponselnya seperti ada sebuah pesan yang masuk. “Mau apa wanita ini menemui ku?” gumamnya saat melihat bahwa itu pesan dari Ruqyah yang mengajaknya untuk bertemu. Meski tubuhnya masih terasa lemas Jodha tetap ingin menemui Ruqyah. Dia penasaran apalagi yang di inginkan wanita ini darinya.
******
Sedangkan Jalal di rumahnya pun tengah bersiap untuk berangkat ke kantor. Sebelum berangkat Jalal melihat ponselnya sejenak, semenjak pulang dari rumah Jodha kemarin, dia memang tidak pernah berusaha untuk menghubungi gadis itu. Jalal berusaha untuk menepati janjinya dengan memberikan waktu kepada Jodha untuk sendiri, tapi tetap saja dia merasa sangat khawatir jika tidak mendapat kabar tentang gadis itu seharian.
Jalal menarik nafasnya sebentar, “Dia juga bahkan tidak menghubungi ku, aku merindukan mu Jodha” gumamnya
Jalal melangkah keluar, disana Abul mali telah menunggunya untuk mengantarnya ke kantor. Setelah duduk di belakang kemudi, mobil Jalal yang di kendarai oleh Abul Mali berlahan melaju meninggalkan rumahnya menuju kantornya.
***
Pukul 10 pagi Jodha telah sampai di sebuah cafe dimana Ruqyah memintanya untuk bertemu. Dengan mengenakan longdress sebatas lutut yang bermotif bunga-bunga yang tidak berlengan. Jodha memadukannya dengan jaket levis berlengan panjang, tidak lupa juga Jodha menggenakan sapatu kats kesayangannya. Jodha langsung masuk ke dalam cafe, dari jauh dia sudah melihat Ruqyah yang telah duduk di salah satu meja yang berada di sudut ruangan itu.
“Ada apa kau menyuruh ku kesini?” tanya Jodha saat telah ada di hadapan Ruqyah.
“Duduk lah dulu, aku juga telah memesankan orange jus dingin untuk mu,” tawar Ruqyah
“Katamu ada yang ingin dibicarakan dengan ku, apa itu?” tanya Jodha lagi saat setelah duduk di salah satu kursi yang ada di depan Ruqyah.
Ruqyah tidak menjawab pertanyaan Jodha, dia justru hanya menatap Jodha dengan intens dan itu membuat Jodha merasa risih.
“Kenapa kau terus melihat ku?”
Ruqyah mendesah, “Ah,,,, sebenarnya apa sih yang dilihat Jalal darimu hingga dia bisa tergila-gila seperti itu padamu?”
“Apa maksud perkataan mu?” tanya Jodha dengan mengkerut kan keningnya seakan tidak mengerti dengan arah pembicaraan Ruqyah.
“Aku pikir dia akan langsung memutuskan perjodohannya denganmu setelah mendengar berita itu, tapi ternyata aku salah.”
Kali ini Jodha tidak berkomentar, dia hanya diam sambil terus mendengar apa yang akan Ruqyah katakan selanjutnya.
“Jalal yang aku kenal sekarang bukan Jalal yang aku kenal dulu. Dulu kalo dia mendengar gosip tentang wanita-wanitanya dia pasti akan langsung memutuskan hubungannya dengan wanita itu lalu esoknya dengan mudah mengandeng wanita lain. Tapi tidak saat dengan mu.” Ruqyah berhenti sejenak, dia lalu menyeruput minumannya. “Saat mendengar gosip tentang mu, dia terlihat syok dan marah seperti dia mendapat berita bahwa harga sahamnya anjlok. Kau tau Jodha, saat itu dia melampiaskan kemarahannya kepada semua karyawannya bahkan dia sampai memecat beberapa oranga hanya karna kesalahan kecil.”
Jodha masih tetap diam, dia terus mendengarkan cerita Ruqyah dengan seksama.
“Dia tidak langsung memutuskan perjodohannya dengan mu tapi dia justru sibuk mencari bukti bahwa kau tidak bersalah, bahwa kau tidak melakukan apa yang di beritakan. Meski dia telah mendengar gosip tentang mu, dia masih tetap mempercayai mu Jodha.”
“Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanya Jodha yang semakin tidak mengerti dengan apa dikatakan Ruqyah
“Dia mencintai mu Jodha, Jalal mencintaimu.”
Jodha terkejut, bahkan mulut sedikit terbuka. Seakan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya dari Ruqyah. 'Jalal mencintaiku?' ucapnya dalam hati.
“Aku bisa melihat itu semua saat untuk pertama kalinya dia menampar ku. Dia bahkan langsung mengusir ku ke jerman saat tau akulah dalang di balik semua ini.”
Ruqyah menarik nafasnya sebentar, matanya mulai berkaca-kaca saat mengenang itu semua, “Tujuan ku mengajakmu bertemu disini untuk meminta maaf kepada mu Jodha. Siang ini aku berangkat ke jerman, sebelum aku pergi aku ingin kau memaafkan ku, Jodha.”
Jodha masih dengan diamnya, dia menatap Ruqyah langsung kematanya untuk mencari kebohongan disana tapi sayangnya Jodha hanya melihat kejujuran disana. Jodha lalu meraih kedua tangan Ruqyah dan mengenggamnya erat. “Aku sudah memaafkan mu Ruqyah,” ucapnya sambil menganggukkan kepalanya.
Ruqyah tersenyum bahagia, “Akhirnya aku tahu kenapa Jalal bisa jatuh cinta dengan mu, kau wanita yang baik Jodha.”
“Kau juga wanita yang baik Ruqyah,” balas Jodha sambil memberikan senyumanannya yang tulus kepada Ruqyah.
Ruqyah berdiri, “Baiklah, sudah waktunya aku untuk ke bandara, aku harap kalian selalu bahagia, dan aku tunggu undangan kalian, tapi ah,,,,,,, aku lupa Jalal pasti tidak akan mengundang ku,” ucapnya sambil terkekeh
“Aku yang akan mengundang mu,” sahut Jodha.
Akhirnya mereka tertawa bersama, sebelum pergi Ruqyah memeluk Jodha dengan erat, Jodha pun membalas memeluk Ruqyah dengan sama eratnya.
Setelah mendengar semuanya dari Ruqyah, perasaan Jodha menjadi lebih baik. Bukan? justru menjadi lebih bahagia. Dari Ruqyah akhirnya Jodha tau bahwa Jalal begitu mencintainya. Kemarahan serta ketakutannya untuk berdekatan dengan Jalal kini hilang pergi entah kemana. Saat ini Jodha bahkan ingin secepatnya menemui Jalal, calon suaminya. Dia melajukan mobilnya menuju ke kantor Jalal. Selama dalam perjalanan, senyum selalu terukir di wajahnya.
Tidak butuh waktu yang cukup lama, akhirnya Jodha telah sampai di tempat Jalal bekerja. Jodha langsung melangkah kan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke ruangan Jalal. Saat keluar dari lift Jodha melihat Abul Mali yang seperti akan masuk ke ruangan Jalal. Jodha berusaha memanggilnya tapi sayaang Abul Mali tidak mendengar teriakan Jodha dan berlalu begitu saja masuk ke dalam ruangan Jalal.
Jodha sudah berada di depan pintu ruangan Jalal, tapi ketika tangannya telah berada di handle pintu Jodha seperti mendengar Jalal menyebut nama ibunya.
“Apa kau yakin Meina yang menyebabkan ayahnya Jodha meninggal?” tanya Jalal seakan terkejut denga laporan yang di berikan Abul Mali padanya.
“Ya, sir, dan USB ini adalah buktinya.” Abul Mali menyerahkan amplop kecil yang berisi USB yang merekam semua kejadian saat itu.
Jalal menerima USB itu, sejenak dia terdiam memikir sesuatu. “Menurut mu apa yang harus aku lakukan Abul? Aku takut jika nanti Jodha mengetahui kenyataan ini, dia akan terluka. Kau tau kan aku melakukan semua ini hanya karna ingin mengembalikan semua yang telah menjadi haknya Jodha. Tapi aku bingung bagaimana caranya agar Meina mau mengembalikan semuanya kepada Jodha tanpa harus Jodha mengetahui semua ini?” Jalal menghela nafas panjang, seperti ada beban yang menghimpitnya.
Jodha yang mendengar semua itu dari luar tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Meina yang telah dianggap nya seperti ibu kandung nya sendiri adalah orang yang menyebabkan dirinya kehilangan orang yang sangat berarti bagi hidupnya. Karna tidak sanggup lagi untuk mendengar pembicaraan Jalal dan Abul Mali lebih jauh, Jodha memutuskan untuk pergi dari sana.
Jodha melajukan mobilnya sekencang yang ia bisa. Dia ingin pergi dari sini, entah itu dimana, asalkan itu bisa membawanya ke tempat yang lebih jauh. Akhirnya Jodha memberhentikan mobilnya di sebuah tempat yang sepi. Jodha keluar dari mobilnya lalu berteriak sekencang mungkin untuk meluapkan semua sakit yang ia rasakan.
****
Pukul 11 malam Jalal di kejutkan dengan dering ponselnya. Dia semakin terkejut saat melihat nama yang terlihat di layar ponselnya. “Sujamal? Ada dia menelpon ku malam-malam begini?” tanyanya pada diri sendiri.
“Hallo, ada apa sujamal?” tanya Jalal langsung saat menerima telpon dari Sujamal.
“Jalal, apa saat ini Jodha sedang bersamamu?”
“Tidak, Jodha tidak bersamaku saat ini, memangnya Jodha tidak ada dirumah?” tanya Jalal lagi.
“Dia tidak ada dirumah, kata pembantu dia pergi dari tadi pagi tapi saat ini dia belum pulang juga, mana saat ini sedang hujann lebat.” Ucap Sujamal, terdengar kecemasan dari nada bicaranya.
Jantung Jalal langsung berdetak tak karuan, dia langsung takut terjadi sesuatu pada Jodha. Tanpa berkata apa-apa Jalal langsung mematikan ponselnya, diraihnya kunci mobilnya. Dengan setengah berlari dia keluar dari kamarnya menuju pintu keluar. Tapi alangkah terkejutnya Jalal saat pintu terbuka dia melihat Jodha tengah berdiri disana.
Wajah Jodha terlihat pucat. Rambut, baju dan tasnya basah. Kedua mata gadis itu bengkak dan merah. Melihat penampilan Jodha yang semrawut seperti itu membuat Jalal semakin merasa khawatir.
Jalal langsung mendekati Jodha, di pegangnya kedua pundak Jodha. “Ada apa denganmu, Jodha? Apa kau kesini tidak membawa mobil?”
Jodha tidak menjawab, dia hanya menatap Jalal dengan mata sendunya. Jodha pun langsung memeluk Jalal dengan erat, memasukkan seluruh kepalanya kedalam pelukan Jalal. Setelah itu, terdengar suara tangisan Jodha yang tersedu-sedu.
Jalal menarik nafas lega, setidaknya Jodha ada bersamanya saat ini. Detak jantung Jalal yang semula tidak beraturan akhirnya bisa berdetak dengan normal kembali. Jalal membalas memeluk Jodha dengan erat, memegang punggungnya yang beku kedinginan.
Jalal melepaskan pelukannya, lalu mencium kening Jodha dengan lembut, tersenyum kecil, berusaha menghentikan kesedihan gadis ini. Jalal menundukkan kepalanya, berkata sembari melihat mata Jodha, “aku akan sangat senang bila dapat memelukmu lebih lama lagi, tetapi semua badan mu basah, kau harus segera mandi air hangat, kalo tidak kau akan masuk angin, jika kau sudah merasa sangat capek, tutup saja matamu sementara aku akan membantumu mengambil alih hal-hal selanjutnya.”
Jalal tertawa, berbisik di telinga Jodha, “Tapi jika terjadi sesuatu diluar kehendak, jangan menyalahkan ku ya?” ujarnya berusaha untuk bercanda.
Kelopak mata Jodha yang terpejam sedikit gemetar, Jodha melipat bibirnya, dia masih tidak percaya apakah Jalal akan benar-benar membantunya mandi.
Jalal mengajak Jodha masuk, ia membawa Jodha ke kamarnya dan menyuruh Jodha mandi. Setelah itu, Jalal meninggalkan Jodha sendirian dan pergi ke dapur, membuat segelas susu hangat untuk Jodha.
Bersambung
FanFiction Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik Disini
wessss lanjut kaaa , saya suka saya suka :D
ReplyDeleteMantap... Di tunggu kelanjutannya :)
ReplyDelete