Pelabuhan Terakhir Bagian 5



By Er Lin

“Dia Suryahban” jawab Jodha yang mulai merasa takut dengan sikap Jalal

“Siapa Suryabhan?”

“Dia pacar ku.”

Wajah Jalal langsung berubah merah karna menahan amarah saat mendengar perkataan Jodha. Jodha yang menyadari kesalahannya dengan cepat memperbaikinya, “Bukan.....bukan.....maksud ku dia___” Jodha berkata sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Sedangkan Jalal mulai berjalan maju hingga kini tubuh mereka berjarak beberapa senti, dengan cepat Jodha menahan kedua tangannya di dada Jalal agar tubuh Jalal tak semakin dekat dengan tubuhnya.. “Jelaskan pada ku siapa dia?” tanya Jalal yang terdengar seperti memerintah.

Dengan jarak sedekat itu Jodha bisa merasakan hembusan nafas Jalal. Dengan mendongakkan kepalanya Jodha menatap lurus kemata Jalal, “Dia dulu pacar ku tapi telah aku putuskan saat aku menerima perjodohan kita,” Jodha berkata dengan lembut hingga harum dari nafasnya dapat terhirup oleh Jalal.

Jalal yang merasakan hembusan nafas Jodha, dengan perlahan memiringkan kepalanya hingga bibirnya sedikit lagi menyentuh bibir Jodha. Merasa Jalal akan menciumnya dengan cepat Jodha menutup bibirnya dengan salah satu tangannya dan juga menutup matanya dengan perasaan takut hingga terbentuk kerutan di keningnya. Melihat itu Jalal langsung tersenyum, “Aku tidak suka melihat putri kecil ku dekat dengan pria lain.”

Mendengar itu Jodha langsung membuka kedua matanya, Jodha membulatkan matanya kepada Jalal seolah tidak suka dengan kata-kata Jalal barusan. Tapi lagi-lagi Jalal hanya tersenyum melihat reaksi Jodha. Dengan cepat Jalal menurunkan tangan Jodha yang menutup bibirnya lalu mengecup bibir Jodha dengan lembut. Itu hanya sebuah kecupan ringan, tapi tidak bagi Jodha. Kecupan itu membuat Jantungnya berdetak cepat, membuat otaknya sejenak berhenti berpikir. Jodha masih tidak menyadari bahwa kali ini Jalal lagi-lagi melakukan kontak fisik dengannya.

Untuk sesaat Jodha terdiam, tangannya masih saja meraba bibirnya. Jalal terkekeh melihat itu,”Baiklah, kita pulang sekarang,” ajak Jalal yang langsung meraih tangan Jodha, mengandengnya keluar dari lorong toilet menuju pintu utama. Jodha hanya mengikuti kemana Jalal menarik tangannya tapi saat hampir dekat dengan pintu utama Jodha melihat Bella dan Veronika sedang berdiri di sana, melihat itu Jodha langsung berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggam Jalal.

Merasakan Jodha yang berusaha melepaskan tangannya, justru membuat Jalal mempererat genggamannya. Jodha menggigit bibir bawahnya menahan kesal dengan sikap Jalal. Dan benar saja, Bella langsung menghadang Jalal tepat di depan pintu. Dengan memperlihatkan senyum yang sempurna, Bella melingkarkan kedua tangannya di leher Jalal. Dengan lembut dan terkesan manja Bella berkata “Aku belum memberikan ucapan selamat secara khusus, congrats Jalal.”

Jodha yang berada di belakang Jalal dengan tangan yang masih di genggam erat oleh Jalal berusaha untuk tak melihat adegan itu. Ada perasaan marah, kesal, dan panik di diri Jodha saat melihat Bella seperti akan mencium Jalal di depannya. Jalal yang langsung merasakan tangan Jodha berubah tegang, dengan menggunakan salah satu tangannya Jalal melepaskan tangan Bella yang menggelayut manja di lehernya dengan lembut. “Thank's Bella, tapi maaf aku harus segera pergi untuk mengantarkan calon istri ku pulang,” ucap Jalal sambil melihat kearah Jodha dengan memperlihatkan senyumannya yang khas..

Bella dan Veronika langsung terkejut mendengar itu. Dua wanita itu secara bersamaan langsung melihat kearah Jodha. Tatapan kedua wanita itu seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya. Terutama Veronika yang merasa di bohongi oleh Jodha. Ditatap seperti, Jodha hanya memberikan senyuman kecutnya kepada dua wanita itu. Setelah mengatakan itu Jalal langsung menarik tangan Jodha keluar menuju lift.

Sesampainya di dalam lift yang kosong, dan hanya ada mereka berdua di dalam lift itu, Jalal tertawa mengejek sambil melirik kearah Jodha. “Kau tegang sekali tadi? Pasti tadi kau berpikir ngeres?” Jalal kembali tertawa. Mendengar itu Jodha langsung menatap Jalal dengan sinis dan mengekrutkan bibirnya. Melihat wajah Jodha seperti itu membuat Jalal semakin ingin tertawa. “Putri kecil ku tidak boleh mikir yang ngeres-ngeres,” ucap Jalal sambil memukul kepala Jodha dengan pelan.

Setelah masuk kedalam mobil, “Kita makan dulu ya?” kata Jalal.

“Makan?” tanya Jodha seolah tidak mempercayai pendengarannya.

“Iya, aku tidak makan di dalam tadi karna ΛKƲ tidak suka dengan makanan prancis,” jelas Jalal sambil menghidupkan mesin mobilnya.

“Kalo makan bakso lagi mau?” tanya Jalal saat mobilnya perlahan meninggalkan area parkir.

“Apa? Apakah bakso adalah makanan kesukaan Jalal? Dan itu berarti kita memilki makanan kesukaan yang sama.” kata Jodha dalam hatinya. “Terserah kamu,” jawab Jodha.

Jalal tiba-tiba melihat kearah Jodha, mendapati Jodha yang sedang mengamati wajahnya. Segaris senyum mengembang di wajah Jalal membuat jantung Jodha berlompatan di tempatnya. Dengan cepat Jodha memalingkan wajahnya melihat kearah depan.

Hari masih menunjukkan pukul 11 siang, Jodha merasa bete sendirian di rumah. Ibu dan kakak nya sibuk dengan kesibukan mereka di kantor, sedangkan teman-temannya juga sibuk dengan pekerjaan mereka. Jalal? Ah tidak, sebete apapun dia, Jodha tidak akan mencari Jalal. Jodha akhirnya memutuskan untuk pergi ke toko souvenir Moti untuk mengilangkan rasa betenya. Setidaknya Moti tidak akan merasa terganggu dengan kehadirannya disana karna Moti adalah pemilik toko itu sendiri.

Jodha juga merasa perlu curhat kepada Moti tentang perasaannya kepada Jalal yang menurutnya sudah mulai terhipnotis dengan ketampanan dan perhatian yang Jalal berikan padanya. Jodha langsung beranjak dari ranjangnya, menuju lemari dan memilih pakaian yang ingin ia pakai. Jodha memilih rok hitam panjang berbentuk lurus dan di bagian kiri atas pahanya sedikit pendek hingga memperlihatkan kaki nya yang putih dan mulus. Sedangkan pakaian atasnya dia mengenakan kemeja panjang kotak-kotak berwarna merah, bagian kancing paling atas hingga kancing ketiga Jodha biarkan terlepas hingga memperlihatkan lehernya yang jenjang namun tidak memperlihatkan bagian dadanya karna Jodha menutupnya dg tangtop yang juga bewarna hitam.

Jodha dengan cepat memoles wajahnya dengan bedak tipis dan lipglos di bibirnya, sedangkan rambutnya ia kuncir satu. Tidak lupa Jodha mengenakan sepatu kats kesayangannya. Setelah bercermin untuk terakhir kalinya dan Jodha merasa puas dengan penampilannya, dia langsung beranjak dari kamarnya dan mengendarai mobinya menuju ke toko souvenir Moti.

“Haii cantik” sapa Moti dengan riang saat melihat sahabatnya itu datang. “Tumben kau kemari?”

“Aku bete sendirian di rumah” jawab Jodha yang langsung duduk di depan meja kerja Moti

“Bagaimana perkembangan hubungan mu dengan calon suami mu?” tanya Moti

“Aku kesini juga ingin curhat soal itu sama kamu Moti,” Jodha menghela nafasnya sebentar, “Dua hari yang lalu dia mengajak ku dinner dan aku sepertinya mulai menyukainya moti.”

Moti langsung melebarkan matanya menatap tajam kearah Jodha, Moti seakan merasa tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. “Itu berita bagus, lalu kenapa wajahmu justru terlihat sedih?”

Jodha menompang dagunya diatas kedua tangannya yang terlipat diatas meja, “Tapi aku tidak ingin mencintainya Moti,” kata Jodha dengan suara lirih

Moti mengkerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan keinginan sahabatnya ini. “Kenapa kau tidak ingin mencintainya? Bukan kah bagus kalo kau bisa mencintai calon suami mu? Jadi kalian akan merasa nyaman menjalani hubungan kalian kedepannya.”

“Bagaimana aku bisa hidup bersama dengan seorang pria palyboy?”

“Itu hanya gosip, dan kau tidak perlu terlalu mempercayai gosip itu Jodha,” jelas Moti dengan lembut ke Jodha.

Jodha bangkit dari duduknya dan berjalan kearah souvenir-souvenir yang tersusun rapi di atas rak besar yang terbuat dari kayu yang di pernis. “Itu bukan gosip, aku mendengar dan bahkan melihatnya dengan mata ku sendiri saat Bella mengelayut manja di lehernya,” batin Jodha.

Moti menghampiri Jodha dan berdiri di sampingnya. “Coba kau liat baik-baik foto ini,” kata Moti sambil memberikan sebuah majalah yang memuat artiket tentang Jalal, “Dia cakep banget.”

Jodha kembali menghela nafas panjang, “Sumber kebahagian itu bukan cakep atau cantik, aku akui dia memang cakep tapi itu saja tidak membuat hati ku tenang, dia juga tajir tapi itu juga tidak membuat ku ingin bersamanya, semua perempuan mengharapkan hubungan yang saling terbalas, kalo aku cinta dia, aku juga ingin dia hanya mencintai ku.”

“Sesederhana itu?” Tanya Moti

“Yup, cinta itu rumit jadi harus di buat sederhana. Banyak tuntutan hanya membuat kita terbebani ketika menjalani cinta.”

Moti menganggukkan kepalanya. “Setau ku orang dewasa tidak memikirkan definisi apapun. Mereka menjalani kata hati mereka.”

“Orang dewasa?”

“Iya, Jalal itu 30 tahun. Mungkin dia sudah kenyang makan cinta. Mungkin sekarang dia hanya ingin menjalani kemana hidup membawanya. Buat apa cinta kalo tidak bertanggung jawab sedangkan hidup ini penuh tanggung jawab. Nah, selama dia bisa memenuhi hakmu sebagai calon istrinya dan kau memenuhi hak dia juga maka kalian bisa terus bersama.” Jelas Moti denga penuh semangat yang membara.

“Itu namanya tidak berperasaan, Kau ǝƲkan membantu ku untuk mencari cara agar perjodohan ini batal?” Pinta Jodha dengan wajah yang memelas

Moti menggeleng, “ Jalal belum berbuat kesalahan so far. Dia menerima perJodhan ini, dia mengajak mu dinner, jadi tidak ada alasan bagi ku untuk membantu mu membatalkan perjodohan ini. Kalian juga kenal baru seminggu ini, kau tidak seharusnya berpikir untuk membatalkan perjodohan ini tapi kau justru seharusnya berpikir bagaimana cara membuat Jalal mencintai mu.” Kata Moti sambil mengelus kedua pundak Jodah untuk memberikan semangat kepada Jodha.

Setelah merasa puas mendengar penjelasan Moti yang menurut Jodha sedikit pun tidak membantunya menyelesaikan masalahnya, Jodha pamit pulang. Jodha tidak langsung pulang kerumahnya tapi dia mampir dulu ke kantor Jalal. Tadi saat di toko Moti, Jodha melihat patung gajah berukuran kecil yang terbuat dari kayu. Saat melihat patung itu Jodha langsung berpikir bahwa benda itu akan bagus jika di letakkan diatas meja kerja Jalal. Jodha tidak mengerti kenapa dia ingin membelikan patung itu untuk Jalal.

Mobil Jodha telah memasuki area parkir di mall tempat Jalal berkerja. Sebelum sampai kesini Jodha terlebih dahulu menelpon calon ibu mertuanya untuk menanyakan kantor Jalal berada di lantai berapa. Mendengar calon menantunya ingin menemui calon suaminya, Hameeda terlihat bahagia.

“Mama seneng mendengar kamu ingin menemui Jalal di kantonya sayaang,” jawab Hameeda di ujung telpon

“Aku tadi main ke toko teman ku dan melihat patung gajah. Yang aku tau Jalal menyukai gajah, jadi aku membelinya untuk Jalal.” Jawab Jodha

“Kok tante?? Mama dong.. Kan sebentar lagi kamu akan jadi anaknya mama. Pokoknya mama seneng dengar kalo hubungan kalian semakin dekat. Dan kamu sayaang harus banyak bersabar ya kalo Jalal sering bersikap kasar sama kamu.” Terdengar suara Hameeda yang tulus menyayangi Jodha.

“Iya tante, eh maksudnya Mama.” Jawab Jodha sambil tertawa kecil.

****

Siang ini, setelah 2 hari yang lalu Jalal memberikan tugas kepadanya untuk menyelidiki nyonya Meinawati, Abul mali datang ke ruangan Jalal untuk memberikan informasi yang di dapatnya.

“Informasi apa yang kau dapat?” tanya Jalal saat Abul mali sudah ada di hadapannya.

“Ada keganjilan dengan kematian ayahnya Nona Jodha, sir.”

“Ganjil? Maksud mu?” tanya Jalal lagi

“Saya mendapatkan informasi bahwa orang terakhir yang terlihat keluar dari ruangan kerja tuan Bharmal~ayah Jodha~, adalah nyonya Meinawati. Selang tidak beberapa lama setelah itu salah satu pembantu disana mendapati tuan Bharmal sudah tak bernyawa di ruangannya, sir.”

“Apa kau yakin dengan informasi ini?” tanya Jalal yang tidak percaya dengan apa yang di sampaikan oleh Abul mali.

Abul mali mengangguk “Saya yakin, sir.”

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan yang membuat Jalal semakin terkejut adalah saat melihat orang yang muncul di balik pintu itu, ya itu Jodha!. Jalal langsung panik, ia takut Jodha mendengar semua percakapannya dengan Abul mali.

“Apa kau tidak bisa mengetuk pintu dulu,” bentak Jalal kepada Jodha sambil melirik kearah Abul mali. “Jangan mentang-mentang kau adalah calon istri ku hingga kau bebas keluar masuk keruangan ku.”

Melihat Jalal semarah itu bahkan sampai membentak dirinya di depan karyawan membuat Jodha ketakutan. Tubuhnya gemetar dan matanya pun mulai berkaca-kaca, “A..aku hanya ingin memberikan ini,” kata Jodha dengan terbata-bata sambil meletakkan patung gajah di atas meja Jalal dengan tangan yang bergetar.

Melihat tubuh Jodha yang gemetar membuat Jalal merasa bersalah, sejujurnya dia tidak ingin membentak Jodha seperti itu tapi dia melakukan itu karna dia merasa panik dan takut kalo Jodha mendengar semua percakapannya dengan Abul mali.

Setelah meletakkan patung itu Jodha langsung ingin beranjak pergi dari sana tapi langkahnya terhenti karna Jalal dengan cepat meraih pergelangan tangannya. “Kau boleh keluar,” kata Jalal kepada Abul mali

Jodha mendongakkan kepalanya keatas melihat ke wajah Jalal, penglihatannya mulai terasa buram karna air mata yang mengenang di kelopak matanya. Jalal juga menatap Jodha dengan tatapan bersalah karna sudah membuat Jodha menangis karna bentakkannya tadi. Dengan lembut Jalal menghapus air mata yang mulai mengalir di pipi Jodha dengan kedua tangannya.

“Kau cengeng sekali,” Jalal berkata sambil terkekeh dan itu sengaja di lakukannya untuk menggoda Jodha agar Jodha kembali tersenyum.

Mendengar itu membuat Jodha semakin merasa kesal. Dengan kasar dia melepaskan tangan Jalal yang ada di pipi nya. “Aku mau pulang,” ucap Jodha sambil berpaling dan akan beranjak pergi tapi lagi-lagi langkahnya terhenti karna Jalal menahan pergelangan tangannya. Jodha membalikkan tubuhnya kearah Jalal dan menatapnya dengan tatapan marah, sedang Jalal menatap Jodha dari atas sampai kebawah.

“Kenapa kau membiarkan kancing baju terlepas seperti ini?” Jalal berkata sambil menutup rapat kancing baju Jodha.

“Dan itu kenapa rok mu sebelah nya pendek?” Jalal menunjuk rok Jodha dengan mamajukan dagunya. “ Kan sudah pernah aku bilang tidak ada bagian dari tubuh mu itu yang bagus untuk di perlihatkan.”

Jalal melepaskan jas nya dan melilitnya di pinggang Jodha untuk menutup paha Jodha yang terekspos dengan sempurna. Saat tangan Jalal melingkar di pinggangnya dengan kasar Jodha melepaskan tangan Jalal dan juga melempar jas Jalal. “Aku pulang,” Jodha langsung memalingkan tubuhnya dan dengan cepat beranjak pergi. Jalal dengan cepat mengejar Jodha dan kembali meraih tangan Jodha yang saat itu sudah dekat dengan pintu, merasakan tangan Jalal kembali menahan tangannya denga kesal Jodha menggigit tangan Jalal yang saat itu mengenggam erat tangannya hingga terlepas.

“Aaawwwwwww” teriak Jalal sambil mengibas-ngibas tangannya karna merasa sakit akibat gigitan Jodha.

Bersambung

FanFiction Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik Disini


1 comments:

  1. Elysabeth Marpaung11 April 2015 at 17:30

    Tolong lanjutannya.. Pliss..pliss..pliss 😂
    Penasaran lanjutannya..
    Suka Jalan ceritanya...
    Thank u.😘

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungan Anda. Setelah baca jangan pelit comment ya...

Mohon tidak melakukan Copy Paste isi Blog ini dalam bentuk maupun alasan apapun. Tolong hargai kerja keras penulis.

Terima Kasih.